Jakarta, Kompas - Kesenian dapat menjadi media, bahkan sangat potensial menjadi pembelajaran nilai-nilai. Kesenian tidak sekadar media pencapaian nilai estetik, dari sisi kontekstual kesenian mempunyai muatan nilai-nilai lain yang akan membantu pembentukan kepribadian.
Ketua Asosiasi Tradisi Lisan, sekaligus pengajar di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Pudentia MPSS mengatakan, ketika orang berkesenian, sebetulnya orang tengah mempelajari banyak nilai seperti kedisiplinan melalui kepatuhan terhadap jam berlatih, ketaatan terhadap pakem kesenian tertentu, dan kerja sama dalam tim.
Kesenian di daerah dan seni tradisi dapat menjadi sumber pembelajaran yang sangat baik. Terlebih lagi, kesenian tradisi yang masih terus hadir di dalam masyarakatnya berarti telah mengalami seleksi secara alami dalam arti masih dipandang berfungsi, dipandang indah, bernilai, sebagai simbol-simbol ekspresi masyarakatnya, dan mengandung nilai-nilai baik. Dalam kesenian biasanya juga tergambar kearifan lokal yang terbukti berfungsi untuk mengatur hidup komunitas.
Berkesenian membuat individu lebih peka terhadap kehidupan sekitarnya dan manusia lain. Kesenian dengan berbagai bentuknya terkadang merupakan gambaran dari kehidupan itu sendiri.
"Semakin terlatih dalam kesenian, anak mempunyai orientasi nilai yang baik dan berperasaan halus. Mereka akan mudah untuk diajarkan peka terhadap kehidupan sekitarnya. Ketika belajar menari, misalnya, anak tidak hanya belajar meniru gerakan, tetapi juga seharusnya mendalami mengapa tarian itu ada dan filosofinya. Demikian juga dalam sastra. Anak tidak sekadar diajarkan membaca dan menirukan bunyi. Namun, yang terpenting ialah bagaimana memberikan penafsiran terhadap bacaan dan mencoba memikirkannya," ujarnya.
Pudentia menjelaskan, pendidikan untuk menanamkan nilai-nilai harus menekankan kepada proses. Sulit jika iklim dunia pendidikan lebih menekankan kepada hasil seperti belakangan terjadi dengan adanya Ujian Nasional. Penanaman nilai dimulai dengan mengetahui nilai tersebut, memahaminya, mengapresiasi, menginternalisasikan nilai tersebut, dan kemudian mewujudkannya dalam bentuk perilaku.
Holistik terkait
Direktur Eksekutif Lembaga Pendidikan Seni Nusantara Endo Suanda mengungkapkan, pendidikan kesenian cenderung modernis atau terpisah dari sektor lainnya. Pendidikan kesenian yang modernis menggunakan paradigma Barat lama dengan pendekatan antara lain kesenian dibagi menjadi beberapa jenis, seperti seni musik, teater, dan tari.
Selain itu, terdapat kecenderungan untuk merumuskan kesenian yang baik, terutama dari sisi nilai estetika. Padahal, kesenian tidak sekadar melihat estetika saja. Pendidikan kesenian kurang melihat kesenian terkait secara holistik dengan sistem masyarakat. Padahal, dengan melihat konteks kesenian, akan mencuat nilai-nilai. Oleh karena itu, pendidikan kesenian harus dilihat secara bijak.
"Pendekatan pendidikan apresiasi kesenian yang didasarkan kepada kesenian terkotak-kotak itu membuat kita kurang menghargai perbedaan. Padahal, tidak ada nilai yang tunggal atau absolut. Di Barat sendiri pendekatan itu mulai ditinggalkan dan digantikan dengan cultural base education dan community base education yang melihat kesenian dari sisi kehidupan." ujarnya. (INE)
Sumber: Kompas, Jumat, 12 Oktober 2007
No comments:
Post a Comment