-- Zaim Uchrowi
TEH manis telah diminumnya. Sebungkus nasi gudeg juga telah dinikmatinya. Tiba-tiba, kiai yang mengidap tekanan darah tinggi ini terkulai, bahkan mengembuskan napas terakhirnya sebelum tiba di rumah sakit. Pesan singkat di telepon genggam pun menyebar ke seluruh pelosok nusantara: “KH Zainuddin MZ wafat!”
Ya, siapa di negeri ini yang tak kenal nama Zainuddin MZ. Bukan hanya umat Islam, melainkan juga umat lainnya. Di akhir periode 1980-an, namanya mulai mencuat menjadi fenomena Indonesia. Sudah lama bangsa ini kehilangan ceramah agama yang menggugah. Buya Hamka sudah lama wafat. Publik mulai haus siraman ruhani yang menyejukkan hati.
Tak sedikit ustaz dan dai memang. Tapi, tak cukup menghapus dahaga massal. Sampai kemudian nama santri Betawi ini menasional. Dalam berceramah, ia bukan saja menggantikan Buya Hamka. Ia juga menyerap kehebatan Bung Karno, KH Idham Khalid, serta KH Sukron Makmun. Dengan latar kebetawian kental, ceramah KH Zainuddin MZ sangat menghibur. Massanya sebanding dengan massa Rhoma Irama. Bahkan, mungkin lebih luas karena mampu menembus kalangan elite.
Fenomena Kiai Zainuddin telah mendorong kelahiran para ustaz muda. Para ustaz yang menjadikan ceramah agama terasa renyah dan menghibur. Pendekatan yang teramat penting bagi bangsa dengan budaya baca sangat rendah ini. Nama-nama seperti Abdullah Gymnastiar, Jeffry Al-Bukhori, Yusuf Mansur, dan banyak lainnya berada di jalan yang telah dirintis Zainuddin MZ.
Kini, Kiai Zainuddin MZ telah menghadap Sang Khalik. Kematian yang mempertegas hal yang sering diceramahkannya: “Kematian adalah rahasia Allah SWT. Tak seorang pun tahu kapan akan tiba.” Tapi, mengapa harus sekarang KH Zainuddin MZ wafat? Bukankah umat masih memerlukan ceramah-ceramahnya? Semua itu kehendak Allah SWT. Kita hanya dapat mereka-reka tafsirnya.
Sebuah fenomena tentu dilahirkan Tuhan untuk sebuah era. Bila simbol fenomena tadi tiada, bisa jadi itu pertanda berakhirnya era tersebut. Saatnya mengawali era baru. Di lapangan dakwah, itu akan ditandai oleh hadirnya Zainuddin MZ baru, yang akan menjawab kebutuhan umat sekarang dan masa mendatang.
Kebutuhan yang tentu berbeda dibanding masa kemunculan Kiai Zainuddin MZ dulu. Kebutuhan umat pada ceramah yang segar tentu masih besar. Keadaan umat sekarang belum jauh berbeda dibanding dengan pada awal 1990-an saat nama Kiai Zainuddin MZ berkibar. Namun, ada kebutuhan umat yang lebih mendasar. Saat ini, kemiskinan umat begitu serius. Umat masih berada di pinggiran, dan belum di tengah, dalam pusaran tata sosial ekonomi bangsa. Apalagi dunia.
Tingkat pengangguran sangat tinggi. Intelektualitas belum jauh berkembang. Kultur feodal dan mistis masih mencengkeram. Budaya produktif, efektif, efisien, dan mandiri masih jauh dari memadai. Radikalisme atas nama agama karena perasaan frustrasi pada kehidupan meningkat. Korupsi di kalangan tokoh beragama pun banyak. Membebaskan umat dari berbagai keadaan itu hingga benar-benar berdaya merupakan kebutuhan era sekarang.
Zainuddin MZ barulah yang akan menjawab kebutuhan itu. Kebutuhan yang tak cukup dijawab dengan ceramah, tetapi harus dengan sistem yang benar-benar efektif untuk memberdayakan dan mengangkat martabat umat. Itu yang dicontohkan Rasulullah SAW. Beliau tidak pernah berceramah melebihi 15 menit. Beliau lebih banyak berdialog. Juga membangun sistem dan tatanan masyarakat madani dengan kemajuan yang jauh mendahului zamannya.
Era dan fenomena datang pergi silih berganti. Kiai Zainuddin MZ telah mewarnai eranya secara luar biasa. ‘ Allahummaghfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fu’anhu ….” Saatnya kita nantikan Zainuddin MZ baru. Boleh jadi, Zainuddin MZ baru ini bukan seorang tokoh dan tak akan menjadi tokoh. Zainuddin MZ baru ini bisa jadi adalah kumpulan orang atau malah sebuah sistem. Tapi, Zainuddin MZ inilah yang akan menjawab kebutuhan umat. Kebutuhan untuk bisa nyaman sarapan pagi. Kebutuhan untuk dapat antusias dan mampu menyongsong datangnya hari secara bermartabat. Setiap hari, sepanjang jalan kehidupan.
Sumber: Republika, Jumat, 8 Juli 2011
No comments:
Post a Comment