-- Erdy Nasrul
LOKALISASI Kramat Tunggak. Nama itu dulu begitu tersohor sebagai kawasan prostitusi terbesar di Jakarta. Di lahan seluas tiga hektare di Kelurahan Tugu Utara, Koja, Jakarta Utara, yang kini telah berganti menjadi Jakarta Islamic Center (JIC), ini dahulu almarhum KH Zainuddin MZ pernah berdakwah.
Tak peduli dengan cap kawasan hitam, Zainuddin tetap berceramah untuk masyarakat sekitar Kramat Tunggak dan tentu saja para wanita pekerja seks komersial (PSK). Mohammad Mean (64), warga setempat yang ikut menyaksikan ceramah Dai Sejuta Umat itu, bercerita, ulama itu berceramah di tengah-tengah kompleks lokalisasi.
Mengenakan pakaian batik yang dipadu celana berwarna gelap, Zainuddin tampil di atas panggung seluas sekitar 50 meter persegi. Bahkan, sepekan sebelum waktu acara, spanduk bertuliskan 'Hadirilah Tabligh Akbar Bersama KH Zainuddin MZ', telah terpasang mulai Jalan Raya Cakung-Cilincing hingga ke Semper. "Saya saja sudah tiba di lokasi acara sejak pagi hari," ujar Mean mengenang tabligh akbar tersebut, Ahad (10/7).
Mean sedang berada di rumahnya di Jalan Kurnia, Tugu Utara, Koja, ketika ditemui Republika untuk menuturkan kembali peristiwa yang terjadi pada tahun 1990-an ini. Mean melanjutkan ceritanya, banyak PSK yang ikut mendengarkan ceramah kiai. Mereka menghiasi dirinya dengan pakaian Muslimah.
Ada juga yang mengenakan pakaian kebaya, atau sekadar memakai kaos lengan panjang yang disertai kerudung. Tak ada satu pun dari mereka yang mengenakan pakaian seksi yang memperlihatkan lekuk tubuh. "Mereka menghargai almarhum," tuturnya.
Tak hanya sekali, Mean mengungkapkan, Zainuddin juga kerap berceramah di perumahan warga di sekitar lokalisasi Kramat Tunggak. Ia mengingat, ada saja sekelompok PSK yang mencuri kesempatan untuk mendengarkan ceramahnya. Mereka berpakaian Muslimah seperti ibu-ibu pengajian.
Rupanya, ceramah kiai bisa menyentuh hari nurani banyak PSK. Mean masih ingat ada warga yang mendapati PSK bertobat setelah mendengar ceramah itu. PSK yang dulu dikenal dengan sebutan wanita tunasusila (WTS) ini meneteskan air mata begitu mendengar isi ceramah Zainuddin.
PSK ini kemudian aktif mengikuti pengajian bersama warga hingga akhirnya dipersunting sebagai istri oleh seorang pria yang tinggalnya dekat rumah Mean. "Mereka sudah pindah," ujar Mean.
Ada juga WTS yang kemudian mau mengikuti lomba Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) yang diselenggarakan Mean. Dia tidak ingat lagi nama wanita itu. "Maklum, dia tidak punya KTP dan kerap menggunakan nama samaran," paparnya. Menurutnya, WTS itu memiliki bacaan Alquran yang bagus. Penampilannya sempat membetot perhatian masyarakat.
Mean menilai, dakwah Zainuddin tiada duanya. Pada saat itu, tidak ada dai yang berani berceramah di sana. Masyarakat hanya mengecam dan mengutuk tempat yang dianggap penuh laknat itu, tanpa menyaksikan terlebih dahulu dengan mata kepala sendiri. Beda dengan almarhum yang justru mau masuk ke dalamnya dan menanamkan benih tobat langsung kepada penghuninya.
Selama memberikan ceramah, Zainuddin tak pernah mengecam perilaku pekerja seks. Sofyan Sidik, warga Kampung Beting yang juga ikut menyaksikan langsung ceramah Zainuddin, mengatakan, mubaligh kondang ini justru menyampaikan tentang penyakit lahir dan batin. Menirukan isi ceramah tersebut, perbedaan kedua penyakit itu yakni penyakit lahir yang terkadang hanya diketahui si pengidap penyakit, sedangkan penyakit batin lebih diketahui orang-orang di sekitarnya. Dai mengumpamakannya dengan penyakit bisul di pantat yang tidak mungkin diketahui orang lain. Namun, ketika pantat tempat bisul tumbuh dipukul orang, barulah diketahui penyakit itu. "Waduh sakit nih," ujar Sofyan yang tampaknya masih mengingat betul isi ceramah Zainuddin.
Sedangkan penyakit hati lebih mudah diketahui. Orang yang sombong akan dikomentari ketika berjalan. "Lihat tuh, orang sombong lewat," ujar Sofyan melanjutkan isi ceramah dai. KH Zainuddin berpesan, penyakit lahir ada dokternya di puskesmas dan rumah sakit, sedangkan penyakit batin tidak ada dokternya. Harus kembali ke Alquran, hadis, dan meminta petunjuk ulama. Penyakit lahir mengakibatkan kematian. Tapi, penyakit batin terbawa di kehidupan dunia hingga akhirat.
Tak kurang dari 120 menit Zainuddin berceramah menanamkan ajaran Islam di lubuk hati ratusan pekerja seks di sana. Ceramah almarhum juga diramaikan dengan penampilan musik-musik Islami mulai pukul 09.00 WIB hingga sore hari.
Sofyan mengungkapkan, keberanian Zainuddin berceramah di dalam kompleks mesum itu pernah dipertanyakan jamaah Masjid al-Fudhola yang kini berubah nama menjadi Masjid at-Tauhid. Ketika itu, Dai Sejuta Umat itu berkesempatan memberikan tausiahnya di sana. Jamaah bertanya untuk apa sang dai berceramah di lokalisasi.
Pertanyaan yang dijawab oleh almarhum bahwa ia ingin menyadarkan para pekerja seks di Kramat Tunggak. "Paling tidak saya menghentikan kegiatan esek-esek di sana mulai pagi hingga sore," ujar Zainuddin, disambut tawa sekitar 1.500 jamaah masjid.
Sepekan sebelum wafatnya, Zainuddin berkesempatan mengisi siraman rohani di Jakarta Islamic Center (JIC). Dalam ceramahnya, dia bernostalgia seputar pengalamannya menceramahi pekerja seks. "Dulu di sini adalah sumber kemaksiatan, tapi kini berubah menjadi sumber keislaman," katanya, seperti diterangkan Sofyan. Zainuddin masih mengingat betul pagar besi yang memisahkan halaman JIC dengan jalan yang dahulunya hanyalah seng-seng tabir kemaksiatan.
Anak kedua almarhum, Luthfi Manfaluti, menyatakan ayahnya memang kerap berdakwah di lokalisasi. Tak hanya di Kramat Tunggak, Zainuddin juga pernah berceramah di lokalisasi Saritem di Bandung, Doli di Surabaya, dan beberapa lokasi serupa di Jawa Tengah.
Lutfhi mengatakan, ayahnya tak pernah membeda-bedakan ceramah di hadapan PSK dengan di majelis taklim. Semua dinilainya perlu mendapatkan siraman rohani. Yang ingin kiai tunjukkan adalah Islam sebagai pandangan hidup yang menjadi rahmat bagi alam semesta.ed: budi raharjo
Sumber: Republika, Senin, 11 Juli 2011
No comments:
Post a Comment