Sunday, July 24, 2011
[Buku] Kajian Agama dalam Perspektif Sosiologi
Judul : Sosiologi Agama: Esai-Esai Agama di Ruang Publik
Penulis : Dr. Zuly Qodir
Penerbit : Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Cetakan : I, 2011
Tebal : xi, 258 hlm.
SELAMA ini, dalam khazanah politik Islam konvensional, senantiasa menempatkan antara agama dan negara selalu berbeda-beda secara yuridis. Padahal dalam kenyataannya agama selalu hadir dalam ruang publik politik. Sehingga memerlukan sebuah konstruksi baru tentang agama dan negara secara memadai. Pemisahan secara tegas antara agama dan negara hampir tidak dikenal di mana pun di seantero dunia.
Di jagat mana pun agama selalu hadir dalam negara dan negara berkepentingan dengan agama.
Meminjam istilah Abdul Aziz Sachedane, kekukuhan proposisi "penguraian kemapanan" yang hendak memprivatisasi agama dan menyingkirkan agama dari kancah publik sekuler, menjadi hambatan utama dalam memahami masyarakat di mana kewajiban agama menjadi unsur utama dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial dan menyokong kebersamaan masyarakat. Model sekularis, meskipun ia menolak adanya dominasi satu agama terhadap agama lainnya, ia juga bisa meminggirkan umat beragama. Sehingga bisa mendorong mereka menjadi militan, agresif, dan separatis.
Dalam suatu masyarakat politik di mana tidak ada pembatasan yang jelas antara agama dan negara (sebagaimana terjadi dalam beberapa rezim Islam), wacana publik bukannya menuntut adanya dominasi politik terhadap agama atau sebaliknya, melainkan menekankan peranan pemerintahan untuk mewujudkan hubungan dan tanggung jawab yang mengikuti tuntutan nilai-nilai yang berlandaskan kehidupan spiritual.
Kita perlu melakukan reposisi atau menata kembali bagaimana mestinya hubungan agama dan negara. Dalam konteks seperti itu pula kita harus melihat bahwa agama adalah hak paling asasi dari umat manusia yang harus dilindungi oleh siapa pun, termasuk negara. Sebab itu, agama diposisikan sangat penting oleh negara dan oleh umat yang menempati sebuah negara. Agama akan memberikan beberapa kemudahan bagi penganutnya. Sekalipun tentu saja akan memberikan kerumitan-kerumitan yang tidak jarang menjengkelkan.
Ada beberapa pihak yang kadang merasa paling dominan terhadap agama sehingga dengan semena-mena menafsirkan siapakah yang disebut beragama dan siapa pula yang disebut tidak beragama, atau bahkan penganut setan sehingga perlu diluruskan (dipertobatkan kembali). Fenomena-fenomena kekerasan atas nama agama sebenarnya memberikan penjelasan lain bahwa agama dipandang sebagai sesuatu yang penting (sekalipun) dalam maknanya yang lebih destruktif dan amarah. Sementara pesan agama-agama profetik adalah menjadikan agama sebagai rahmat seluruh umat manusia.
Di mana tempat agama ketika globalisasi dan neoliberalisme menghantam Indonesia? Pertanyaan ini akan mengundang banyak jawaban yang dapat dikemukakan. Menurut penulis buku ini, sekurang-kurangnya ada tiga jawaban yang dapat disampaikan dalam konteks ini. Dan tentu saja jawaban yang disampaikan masih dapat berkembang dan dijejer menjadi lebih banyak lagi.
Pertama, agama akan menjadi penghalang utama adanya globalisme dan neoliberalisme karena pada prinsipnya agama tidak mengajarkan adanya hidup berlebihan. Berlebihan dalam konsumsi dan berkarakter yang menjadi ciri khas globalisme dan liberalisme merupakan musuh utama agama (Islam)
Kedua, agama akan bersifat kritis atas globalisme dan neoliberalisme, karena agama sebenarnya memilik elan vital untuk melakukan perlawanan atas hal-hal yang dianggap kurang berpihak pada kelompok terpinggirkan, mustad’afin dan tidak beruntung. Paham ini meyakini bahwa agama dengan kekuatan revolusionernya akan mampu melakukan kritik atas perkembangan globalisme dan neoliberalisme dalam dunia ini, termasuk di Indonesia.
Ketiga, agama (Islam) di Indonesia akan mendukung laju globalisme dan neoliberalisme karena agama yang berkembang adalah pahama agama yang menempatkan bahwa globalisme dan neoliberalisme merupakan bagian dari sunatullah alias tidak mungkin ditolak kehadirannya. Persis sebagaimana dalil kaum globalis dan neolib memberikan doktrin pada kaum agamawan bangsa ini yang tengah sekarat dan semoga segera siuman.
Buku ini, sebagaimana dikatakan penulisnya sebagai salah satu upaya untuk menjadikan agama dalam kajian sosiologi agama. Dalam makna yang lain menempatkan agama dalam praksis kajian sosial (sosiologis). Sebab, menurut penulis buku ini, betapa sedikitnya karya dalam bidang sosiologi agama yang ditulis oleh sarjana Indonesia.
Imron Nasri, pembaca buku
Sumber: Lampung Post, Minggu, 24 Juli 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment