-- Susie Evidia Y
Menghadapi calon mertua membuat Azra gelagapan.
Azyumardi Azra sudah di kenal sebagai cendekiawan Muslim dengan pemikiran yang cerdas. Di dunia kampus namanya juga berkibar. Terbukti dua kali dipercaya sebagai rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta. Kini didaulat sebagai direktur Program Pascasarjana di universitas yang sama.
Ide-ide brilian pria yang di kampus disapa ‘Kak Edy’ ini mudah ditemukan. Karyanya dikemas dalam bentuk buku, juga dimuat di berbagai media massa. Sikapnya yang kritis menjadi santapan pers untuk dimintai pendapat, baik di bidang agama, sosial, kebangsaan, hingga patai politik.
Buku ‘Cerita Azra’ tidak ada kaitannya dengan ide-ide dan pemikiran cemerlang Azyumardi Azra. Buku ini tampil beda, mengungkap sisi lain kehidupan Azyumardi Azra yang belum diketahui publik. Mulai masa kecilnya yang keras di daerah terpencil Lubuk Alung, Sumatra Barat, sampai hijrah kuliah di IAIN Jakarta. Ia menjadi mahasiswa aktivis yang rajin demonstrasi, pernah juga sampai babak belur. Juga tentang perjalanan dan kisah menarik selama di Amerika hasil meraih beasiswa ke beasiswa.
Edy alias Mardi yang kini terkenal ini dulunya terlambat sekolah. Bukan karena tidak ada biaya, bukan pula karena tidak mau sekolah. Sepele, ketika tangan mu ngilnya dilingkarkan ke kepala, belum sanggup meraih telinga. Padahal, tangan sampai di telinga sebagai syarat masuk SD. Itulah Mardi kecil yang bertubuh mungil.
Selama menunggu tangannya sampai di telinga, dia digembleng sang ayah belajar membaca. Caranya, menyebut keras-keras huruf dan bacaan yang melekat di bus yang melintas depan rumahnya. Usia delapan tahun Mardi baru masuk SD. Walaupun tertinggal dari teman-teman usia sebayannya, tetapi modal belajar dari bus melintas sudah dalam genggaman. Makanya, tidak heran Mardi melejit juara kelas.
Buku setebal 248 halaman ini mengungkap bagaimana kehidupan Edy, alias Mardi atau Azra selama di kampus IAIN Ciputat, Jakarta. Sebagai aktivis kampus mungkin sudah banyak yang tahu sepak terjang Azyumardi. Namun, kisah cintanya di kampus belum banyak terungkap. Mahasiswa Fakultas Tarbiyah ini ternyata dekat dengan para mahasiswi. Beberapa di antaranya menjadi incarannya. Tapi, Mardi tidak punya nyali, tidak berani menyatakan cinta. Pernah ‘menembak’ mahasiswi, namun ditolak. Tragis.
Akhirnya Azra menemukan tambatan hatinya, Ipah Fariha. Padahal, saat itu dia masih menjalin hubungan dengan adik kelas di Fakultas Ushuluddin. Santai saja, pacar lama ditinggal, lalu memburu yang baru. Namun, mendapatkan Ipah perlu perjuangan. Apalagi, teman-temannya sempat mengancam akan memboikot kalau sampai menikahinya. Mardi bergeming, jalan terus.
Ipah sendiri sempat ogah-ogahan. Tapi, teman-teman di Fakultas Syariah mendorong-dorong agar menerima cinta Mardi. Alasannya, Mardi itu pintar, ke depan minimal bisa menjadi rektor.
Memimpin demontrasi dengan ribuan mahasiswa sudah biasa. Tapi, menghadapi calon mertua sempat membuat Azra gelapan. Ketika mengantar Ipah, calon mertua langsung ‘menembak’ kapan akan menikahi anaknya. Tidak menyangka mendapat pertanyaan seperti itu. Untungnya dia mendapat ide yang logis. Sebagai Ketua HMI, aturan organisasi agak ketat soal itu. Calon mertua memberi waktu sampai tahun depan, setelah dia tidak menjabat lagi sebagai Ketua HMI.
Bagaimana reaksi orang tua di kampung me ngetahui Azyumardi menikah? “Sudah nggak beres otakmu?” Demikian reaksi ayahnya.
Nama Azyumardi tidak hanya milik UIN Ciputat, Indonesia, melainkan juga dunia internasional. Lulusan Master dan PhD dari Universitas Columbia Amerika Serikat memiliki jaringan yang sangat luas di berbagai negara. Pemikirannya yang brilian mendapat pengakuan bukan hanya almamaternya di Amerika, melainkan juga negara-negara Timur Tengah, hingga Eropa. Makanya, tidak heran jika Azra mondar-mandir sebagai pembicara dari satu negara ke negara lain.
Yang menarik, Azra mendapat pengakuan luar biasa dari Kerajaan Inggris. Dia orang Indonesia pertama yang mendapat gelar Commander of the Order of British Empire (CBE) dari Ratu Inggris. ‘Sir’ gelar yang disematkan di awal namanya. Gelar ini memiliki hak-hak khusus, di antaranya bebas keluar masuk Inggris tanpa visa. Kalau mau dimakamkan di negara itu pun bisa. Kalau dilihat dari gelar Inggris, Azyumardi jauh lebih ningrat dibandingkan dengan pesepak bola ganteng David Beckham yang hanya mendapat gelar Officer of the Order of British Empire (OBE).
Dari sederet gelar dan penghargaan yang diberikan dunia internasional, mantan wapres Jusuf Kalla membuka kartu tentang Azra. Mr AA ini pemikirannya tajam, tapi tidak pernah ganti kaus kaki. “Saya perhatikan kaus kakinya warnanya selalu sama,” ungkap Jusuf Kalla saat peluncuran Cerita Azra di Jakarta.
Azyumardi yang dikenal mahal senyum pun langsung tertawa. Apalagi, ketika Jusuf Kalla mengangkat badan, melirik ke arah kakinya.
Azra mengakui kalau dia jarang membeli baju. Ketika menjadi staf ahli wapres (masa Jusuf Kalla) pernah ditegur karena bajunya itu-itu saja. Azra pun meng ajak istrinya ke toko batik langganan yang harga maksimalnya Rp 100 ribu. Tadinya akan membeli beberapa potong kemeja batik. Namun, urung. “Pak JK juga baju batiknya sering itu-itu juga. Malu kan kalau kita sering ganti-ganti,” ujar Azra disambut tawa undangan. ed: subroto
Sumber: Republika, Minggu, 10 Juli 2011
No comments:
Post a Comment