Bandarlampung, 21/7 (ANTARA) - Sastrawan Isbedy Stiawan ZS meminta Dinas Pendidikan di Indonesia dapat memasukkan pengajaran sastra, minimal puisi, ke dalam kurikulum di sekolah tingkat menengah atas (SMA) karena sangat membantu para siswa untuk bernarasi.
"Selain itu, mereka belajar mengemukakan pendapatnya secara demokratis setelah membaca karya puisi. Karya puisi melatih siswa bersikap humanis," katanya di Bandarlampung, Kamis.
Ia yang menghadiri Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) V di Palembang, 16-19 Juli 2011, mengatakan, salah satu butir rekomendasinya, memasukkan karya puisi dalam pelajaran di sekolah.
"Semestinya bukan ekstrakurikuler atau biasa disebut ekskul, tetapi dimasukkan dalam pelajaran seperti bahasa Indonesia, matematika, dan lain-lain. Kalau belum memungkinkan saat ini, pihak sekolah berinisiatif mengundang sastrawan masuk ke sekolah minimal dua minggu sekali," ujar dia.
Sastrawan Lampung itu pun mengkhawatirkan jika karya sastra, dalam hal ini puisi, kurang disentuh dalam pengajaran di sekolah maka lambat laun karya sastra akan ditinggalkan. Padahal, karya sastra adalah bagian dari kebudayaan Indonesia.
"Saya bisa bayangkan jika sastra, atau seni berbahasa, ini ditinggalkan atau pun dilupakan generasi muda. Anak-anak kita pada suatu masa akan kehilangan berbahasa yang indah dan runut," ujar dia.
Isbedy menjelaskan, masyarakat Thailand bagian Selatan kini nasibnya sangat menyedihkan. Politik di negara itu telah merambah ke bahasa.
"Kabar yang saya terima dari penyair berbahasa Melayu di bagian Selatan Thai, saat ini tidak boleh lagi memakainya di tempat-tempat umum. Saudara se-Melayu kita di Thai benar-benar menyedihkan, apakah kita akan seperti itu? Karena itu, sastra sangat penting masuk ke dalam kurikulum di sekolah," tambah Isbedy lagi.
Menyinggung PPN V di Palembang, dia menjelaskan, pelaksanaannya sangat bagus. Sulit mencari kelemahannya, meski diakuinya, pasti ada.
"Panitia mau menerima masukan tim pengarah, agar melibatkan pelajar dan mahasiswa. Sastrawan tak bisa lagi menunggu siswa atau mahasiswa, tapi kita yang harus mendatangi mereka. Kita yang perlu mnsosialisasikan puisi," katanya.
Sementara itu, soal PPN VI 2012 di Jambi, Isbedy berharap sistem kuratorial sebaiknya diteruskan agar mendapatkan para penyair yang "sudah jadi" dan "tidak main terabas" alias "main belakang" menemui panitia.
"Kenapa di seni rupa dan tangkai seni lainnya sudah biasa dengan kurator, sastra dianggap alergi," kata dia.
Sumber: Antara, Kamis, 21 Juli 2011
No comments:
Post a Comment