ASHADI Siregar, nama yang melegenda selama beberapa dasawarsa, Kamis (29/7) malam di Auditorium TVRI Pusat, Jakarta, benar-benar dikubak (dibedah) habis oleh kolega dan orang-orang yang pernah berguru kepadanya.
Dalam acara Bincang-bincang Malam bertajuk ”Dari Kampus Biru Memperadabkan Publik” yang isinya adalah membedah buku Ashadi Siregar: Penjaga Akal Sehat dari Kampus Biru yang diluncurkan semalam, tiga nama sumber, Pemimpin Redaksi Prisma Daniel Dhakidae, Direktur Yayasan SET Garin Nugroho, dan budayawan Emha Ainun Nadjib, mengakui kehebatan Ashadi Siregar.
Dipandu anggota Dewan Pers Agus Sudibyo, Dhaniel mengatakan sempat mempertanyakan kenapa pada judul buku ada kata penjaga akal sehat..., ”Padahal pekerjaan kami dulu merusak akal sehat. Tak pernah bermimpi dan berniat menjaga akal sehat. Tidak terlalu percaya perguruan tinggi bisa membuat kami cerdas sehingga kami buat kurikulum sendiri berupa seminar-seminar.”
Garin, yang mengaku berkali-kali membaca novel Cintaku di Kampus Biru (1974) dan berkali-kali menonton filmnya, menilai sosok Ashadi sebagai simbol Punakawan yang menghidupkan sosok ke-jawa-an dengan cara-cara dia.
”Melihat Ashadi dari depan seperti Semar, dari belakang seperti sosok Bagong, dari kanan menyerupai Petruk, dan dari kiri seperti Gareng,” katanya melukiskan.
Emha juga mengaku banyak berguru kepada Ashadi. ”Ashadi kebaikannya tidak ditampakkan kepada orang, tetapi orang yang harus mengejarnya,” katanya.
Menurut Emha, mempunyai kebanggaan tersendiri bisa bersama Ashadi. Kebanggaan yang sangat bersungguh-sungguh. Bangga atas kenyataan sejarah Ashadi Siregar dan keputusan-keputusan hidup beliau.
Sejumlah hadirin yang juga tokoh, ketika memberikan testimoni, juga mengakui Ashadi adalah guru kehidupan yang tidak menggurui. (NAL)
Sumber: Kompas, Jumat, 30 Juli 2010
No comments:
Post a Comment