SEMARANG (Lampost): Fasilitator pengembangan SMA bertaraf internasional, Direktorat Pembinaan SMA, Kementerian Pendidikan Nasional, Soedjono, mengingatkan status RSBI bukan alasan biaya sekolah menjadi mahal.
"Sistem pendidikan di RSBI memang lebih dibandingkan sekolah-sekolah biasa. Namun, seharusnya tidak memengaruhi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan orang tua siswa," kata Soedjono di Semarang kemarin (22-7).
Menurut dia, rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) tidak boleh tercitra sebagai sekolah yang eksklusif dan hanya bisa diakses para siswa yang berasal dari keluarga kaya. Namun, RSBI juga harus melihat siswa berdasarkan kompetensi yang dimiliki.
Berdasarkan Permendiknas No. 78/2009, RSBI wajib menyediakan kuota 20% untuk memfasilitasi siswa berprestasi dari keluarga miskin dan tidak mampu. "Ketentuan itu harus dipenuhi oleh setiap RSBI karena setiap tahun selalu dievaluasi. Kalau sampai ada RSBI yang jumlah siswa miskinnya kurang dari 20%, akan menurunkan penilaian," kata dia.
Alasan yang sering ditemui yakni jumlah pendaftar yang berasal dari masyarakat miskin tidak sampai lebih dari 20%. Padahal, pihak sekolah sudah menyediakan kuota sebesar itu untuk memfasilitasi mereka.
"Namun, alasan-alasan itu tidak berlaku. Sekolah harus berupaya memenuhi ketentuan siswa miskin sebesar 20% berdasarkan Permendiknas No. 78/2009 itu dengan berbagai cara dan upaya," kata dia.
Sebelumnya, dalam sarasehan nasional di Universitas Negeri Malang (UNM) Jawa Timur, terungkap bahwa konsep RSBI menjadi salah satu penyebab siswa tak lagi lekat dengan nilai-nilai Pancasila.
Salah satu ekonom, Sri Edi Swasono, mengatakan, "Tidak masalah kalau kita mau pakai bahasa Inggris di sekolah, tetapi jangan adopsi kurikulum luar (negeri) untuk sekolah kita. Akibatnya, ajaran Pancasila lama-lama hilang."
Edi sangat menyayangkan pembelajaran di Tanah Air yang berkiblat ke Barat. Padahal, seharusnya pendidikan di Indonesia lebih mengedepankan potensi negara dalam kurikulum nasional.
"Coba, kita punya laut, mengapa oseanografi tidak diajarkan? Kita punya hutan, kenapa ilmu kehutanan tidak jadi pembelajaran?" ujarnya mengkritik.
Rektor Universitas Wisnuwardhana Suko Wiyono pun menganggap konsep RSBI tidak efektif. "RSBI hanya mengubah cara menyampaikan pelajaran dengan bahasa Inggris. Yang menyedihkan, kemampuan bahasa Inggris guru tidak lebih baik dari siswanya," kata Suko. (S-1)
Sumber: Lampung Post, Jumat, 23 Juli 2010
No comments:
Post a Comment