Monday, July 12, 2010

Budaya: Minim Kepedulian terhadap Bahasa Daerah

JAKARTA, KOMPAS.com- Pemerintah perlu segera mengintervensi dan merevitalisasi bahasa daerah untuk menyelamatkan bahasa daerah dari kepuhanannya. Kehilangan bahasa daerah otomatis mengikis beberapa aspek kebudayaan daerah, yang merupakan kekayaan khasanah budaya bangsa.

Jika pemerintah menggalakkan pemberajaran bahasa asing, maka hal yang sama juga perlu untuk bahasa daerah. Pembinaan dan pengembangan bahasa daerah harus berkelanjutan. Kebanggaan terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bukan berarti meminggirkan bahasa daerah. Bahasa daerah harus terus-menerus dirawat, diteliti, dan ditumbuhkembangkan sehingga jumlah penuturnya terus bertambah.

Demikian benang merah perbincangan Kompas dengan guru besar bahasa dan sastra Indonesia dari Universitas Negeri Padang, Haris Effendi Thahar; dosen dan peneliti di Jurusan Asia Tenggara dan Oseania Universiteit Leiden, Belanda, Suryadi; pakar bahasa dan sastra dari Universitas Jambi Sudaryono, dan pakar linguistik dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, FX Rahyono, yang dihubungi terpisah dari Jakarta, Senin (12/7/2010).

Mereka dimintai pendapat karena sejumlah bahasa daerah di Indonesia dilaporkan sudah punah, dan ratusan bahasa daerah lainnya terancam punah (Kompas, 2 Juni 2010). Menteri Pendidikan Nasional, ketika itu Bambang Sudibyo, empat tahun lalu, ketika membuka Kongres Bahasa Jawa IV di Semarang, Jawa Tengah, mengungkapkan, 726 bahasa daerah di Indonesia terancam punah akibat globalisasi dan perkembangan teknolog i.

Haris mengatakan, bahasa daerah atau bahasa ibu ditinggalkan penutur karena kalau tidak cakap berbahasa Indonesia dan berbahasa asing, dianggap sebagai kampungan atau tidak maju. Hal ini diperparah lagi, karena di sejumlah daerah tidak ada kebijakan pemerintah daerah untuk memasukkan pembelajaran bahasa daerah dalam kurikulum.

Keberadaan bahasa daerah semakin tenggelam, karena tidak didukung oleh ketersediaan bacaan dalam bahasa daerah, baik berupa buku atau bentuk penerbitan lainnya. "Padahal ini penting untuk bahan/buku ajar," ujarnya.

Penulis: NAL | Editor: msh

Sumber: Oase, Kompas.com, Senin, 12 Juli 2010

No comments: