Jakarta, Kompas - Keinginan pemerintah membeli lisensi asing untuk didistribusikan ke seluruh rintisan sekolah bertaraf internasional bukan jawaban tepat. Persoalan yang mendasar di sekolah jenis itu adalah ketidaksesuaian antara kualitas dan tingginya biaya pendidikan.
Demikian ditegaskan Lody Paat dari Koalisi Pendidikan ketika dihubungi, Senin (26/7) di Jakarta. ”Yang harus dievaluasi pemerintah justru kualitas pendidikannya. Bukan hanya pada tata kelolanya. Solusinya bukan dengan membeli lisensi asing. Sebelum membeli, harus dikritisi terlebih dahulu apakah kurikulum asing itu sesuai dengan budaya kita,” ujarnya.
Dunia pendidikan, terutama sekolah, kini menjadi arena bisnis jual-beli, termasuk jual-beli kurikulum asing untuk sekolah-sekolah berstatus rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI). Hasil evaluasi sementara menunjukkan, biaya pendidikan RSBI mahal, antara lain, karena harus membeli lisensi asing.
Oleh karena itu, salah satu solusi yang ditawarkan pemerintah adalah pembelian lisensi asing oleh pemerintah yang kemudian akan didistribusikan ke semua RSBI. Namun, langkah ini kurang tepat karena tak menyentuh persoalan mendasar RSBI, yakni mutu pendidikan yang tidak sesuai dengan mahalnya biaya pendidikan RSBI.
Kurikulum asing yang digunakan di RSBI, kata pengamat pendidikan Jimmy Paat, kerap digunakan mentah-mentah tanpa disesuaikan lebih dahulu dengan budaya Indonesia. Padahal, di setiap kurikulum pendidikan selalu berlandaskan budaya negara di mana kurikulum itu dibuat.
”Ini kacau sekali. Pemerintah tidak memerhatikan siapa yang akan menggunakan kurikulum asing ini. Apakah guru betul-betul memahami kurikulum asing itu?” kata Jimmy.
Ade Irawan dari Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch juga menilai, pembelian lisensi asing oleh pemerintah langkah yang keliru karena biaya pendidikan RSBI yang mahal itu bukan semata-mata karena pembelian lisensi atau kurikulum asing. ”Penggunaan anggaran sekolah, apalagi di RSBI, tidak pernah jelas dan ini yang menyebabkan kerap terjadi korupsi di RSBI. Saya khawatir pembelian lisensi asing itu hanya akal-akalan pemerintah agar ada lagi proyek yang bisa menjadi lahan mencari uang,” ujarnya.
Ade mengingatkan pemerintah untuk lebih memerhatikan peningkatan kualitas guru dan sistem pendidikan dengan menggunakan anggaran pendidikan yang ada.
Menteri Pendidikan Nasional M Nuh, Minggu (25/7) di Surabaya, mengatakan, Kementerian Pendidikan Nasional masih mengkaji penyebab tingginya biaya pendidikan di RSBI. Namun, diduga penyebabnya adalah lisensi kurikulum dan ujian dari lembaga pendidikan asing.
Selama ini, untuk ujian Cambridge, siswa harus membayar sekitar Rp 1 juta per mata pelajaran. Ujian umumnya mencakup lima mata pelajaran. (LUK/INA)
Sumber: Kompas, Selasa, 27 Juli 2010
No comments:
Post a Comment