Sunday, September 21, 2008

Orasi: Tantangan Indonesia ke Depan Susutnya Budaya Baca

JAKARTA, KOMPAS - Perkembangan multimedia dan budaya menonton yang tinggi di kalangan masyarakat Indonesia, dan menjadi bagian dari budaya kita, merupakan tantangan yang harus dijawab. Kondisi ini memunculkan fenomena menyusutnya budaya baca. Jumlah penerbit bertambah dan jumlah toko buku bertambah, tetapi di sisi lain budaya baca harus terus dipicu dan dipacu.

Demikian dikemukakan Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama dalam orasinya tentang ”Peran Buku dalam Pengembangan Intelektualitas dan Karakter Bangsa” pada Syukuran 25 Tahun Penerbit Mizan, Sabtu (20/9) malam di Jakarta. ”Karena budaya baca yang masih rendah, Human Development Index Indonesia berada pada peringkat ke-107 dari 177 negara. Membaca buku, budaya membaca, masih merupakan sesuatu yang harus kita picu dan pacu agar Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara maju,” tandasnya.

Syukuran 25 Tahun Mizan yang bertajuk ”Menjelajah Semesta Hikmah” dihadiri sekitar 300 orang. Tampak hadir sejumlah tokoh, antara lain Komaruddin Hidayat, Mudji Sutrisno, Anies Baswedan, Mochtar Pabottingi, dan August Parengkuan.

Jakob menilai, 25 tahun Mizan yang mengesankan tidak saja menjelajah semesta, tetapi juga telah memberikan sumbangsih guna membangun karakter bangsa, sesuatu yang masih diperlukan bangsa ini. ”Dengan kerja keras, disiplin waktu, dan dengan rasa saling percaya dan menafikan rasa curiga, Mizan mencoba menjawab tantangan bangsa ini. Tantangan justru membangkitkan jawaban,” ujarnya.

Direktur Utama Mizan Haidar Bagir mengatakan, tantangan yang dihadapi Mizan dan penerbitan buku pada umumnya tak kurang dari suatu cut throat competition. Sebuah samudra merah membentang di hadapan. Di satu sisi, langkah-langkah yang sudah diambil Mizan selama ini tak mungkin diulang, tak mungkin lagi menengok ke belakang. Mizan tak mungkin lagi hanya melakukan business as usual.

”Dengan kesadaran itulah, pada usianya yang ke-25 tahun ini, Mizan memantapkan langkah untuk melanjutkan perjalanannya, bukan lagi dengan sikap anak muda yang ingin tampil eksklusif dan memonopoli kebenaran, tetapi dengan rendah hati mengakui bahwa mutiara kebenaran ada di mana-mana, dan—sebagaimana pesan Sang Nabi—menjadi kewajiban orang-orang yang percaya untuk memungutnya. Pada usia yang ke-25 tahun inilah Mizan melanjutkan perjalanan Menjelajah Semesta Hikmah,” ungkapnya.

Kuntowijoyo Award

Syukuran 25 Tahun Mizan juga ditandai dengan peluncuran Kuntowijoyo Award. Komaruddin Hidayat selaku Ketua Komite Kuntowijoyo Award mengatakan, Kuntowijoyo namanya diabadikan untuk Kuntowijoyo Award guna mengenang dia selaku cendekiawan, pemikir, dan penggagas ilmu sosial profetik dan ilmu sastra profetik yang telah menulis lebih dari 50 buku.

”Kuntowijoyo Award akan diberikan kepada para cendekiawan yang berprestasi dalam mengembangkan penelitian dan praktik di berbagai cabang ilmu- ilmu sosial dan humaniora,” katanya. (nal)

Sumber: Kompas, Minggu, 21 September 2008

No comments: