Jakarta, Kompas - Bangsa ini kehilangan sosok pemimpin yang bisa menjadi panutan. Tidak heran bangsa ini sering menghadapi konflik ketika terjadi pergantian pimpinan nasional. Padahal, konflik semacam ini tak perlu terjadi kalau para pemimpin nasional memiliki kearifan.
Hal ini disampaikan Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah dalam diskusi buku M Natsir Berdamai dengan Sejarah di Jakarta, Rabu (17/9). ”Sebagai politisi partai Islam, saya merindukan kepemimpinan tokoh sekaliber M Natsir, yang mampu menyatukan umat Islam menjadi kekuatan politik yang signifikan dalam Masyumi,” ujar Bachtiar, yang juga Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan.
Menurut dia, Masyumi sebenarnya sudah memberikan contoh tentang kearifan dalam berpolitik. Dalam pergantian kepemimpinan tak ada sikut-menyikut. Etika kepemimpinan Masyumi saling mempersilakan siapa yang pantas. ”Bayangkan perbedaannya dengan politisi sekarang yang senang rebutan, bahkan kalau ada yang pantas memimpin juga disikat,” ujarnya.
Bachtiar mengatakan, bergesernya etika berpolitik saat ini karena hilangnya keikhlasan dalam memperjuangkan kepentingan rakyat
Dalam sambutannya, Bambang Pranowo yang mewakili Menteri Pertahanan mengatakan, M Natsir merupakan tokoh yang pantas dihargai bangsa ini. Meskipun dianggap terlibat dalam PRRI, selalu dikatakan bahwa pemberontakan itu karena ingin kembali menegakkan UUD.
Ninok Leksono dari harian Kompas mengatakan, bangsa ini menghadapi tantangan untuk menciptakan sistem pendidikan dan politik yang bisa menampilkan pemimpin yang cerdas, intelektual, sekaligus santun. (MAM)
Sumber: Kompas, Rabu, 17 September 2008
No comments:
Post a Comment