BANGSA yang besar adalah bangsa yang mencintai sejarahnya, serta menghargai jasa para pahlawannya. Ungkapan yang keluar mulut Bung Karno, Presiden Republik Indonesia pertama ini, sayangnya mulai terlupakan. Sejarah berdirinya Indonesia, di kalangan pemuda penerus bangsa telah terkikis, seiring masuknya era globalisasi.
Padahal, sejarah bisa dijadikan panduan menuju bangsa yang besar. Semangat para pejuang bangsa harusnya menjadi inspirasi. Namun, seiring dengan peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional, 80 tahun Sumpah Pemuda, dan 63 tahun hari Kemerdekaan, semangat kebangsaan justru semakin luntur. Pemahaman sejarah di kalangan generasi penerus bangsa makin dangkal.
Berkaca pada kenyataan hilangnya ingatan sejarah bangsa, beberapa komunitas pencinta sejarah Indonesia, menggelar acara Kendoeri Tempo Doeloe Indonesia History Art & Culture Festival, pada 31 Oktober-2 November 2008, di Taman Menteng, Jakarta. Selama tiga hari, masyarakat akan dibawa kembali ke era perjuangan 1945, era orde baru, sampai pada era reformasi.
Koordinator Kendoeri Tempo Doeloe Tedy Tri Tjahjono menuturkan, dalam acara ini masyarakat bisa melihat seperti apa Indonesia zaman dulu. Harus diakui, Indonesia tidak akan menuai kebesaran dan kejayaan tanpa jasa para pahlawan bangsa. Bangsa Indonesia jangan sampai menjadi bangsa yang lupa kacang pada kulitnya.
"Di balik era masa kini, pasti ada masa lalu. Di balik kesuksesan ada kegagalan. Bangsa Indonesia, seharusnya jangan terlena dengan era globalisasi dan melupakan sejarah. Melalui festival budaya dan sejarah ini, diharapkan masyarakat sadar akan pentingnya nilai-nilai sejarah," papar Tedy saat ditemui SP, dalam acara Djoempa Warta-Kendoeri Tempo Doeloe, di Museum Bank Mandiri, Jakarta, baru-baru ini.
Mengangkat tema "Merajut Sejarah Menuju Kemandirian Bangsa", dalam festival akan ditampilkan cerita-cerita sejarah berbentuk deorama (patung-patung) dan theatrical (drama kecil). Semisal, pada masa penjajahan VOC, terdapat pembangunan jalan Anyer-Panarukan. Dalam festival budaya dan sejarah Kendoeri Tempo Doeloe, masyarakat diajak melihat lebih dalam proses pembuatan jalan yang kini berusia sekitar 200 tahun.
Tujuan dari festival budaya dan sejarah ini, dipaparkan Ketua Pelaksana Tjandra T Koerniawan, yakni membangun pemahaman kepada generasi muda tentang sejarah bangsa. Konsep yang disajikan dalam festival tersebut sangat kental dengan suasana tempo dulu, lengkap dengan barang-barang etnik dan antik.
"Kami mencoba mengeksplorasi kebudayaan Indonesia dari masa ke masa. Dalam festival nanti, semua ditampilkan dengan gaya tempo dulu," ujar Tjandra.
Dalam festival mendatang, masyarakat seolah diajak berkeliling mengenakan mesin waktu. Rencananya, terdapat enam era yang ditampilkan oleh Kendoeri Tempo Doeloe yakni era VOC (1602-1900), era Belanda (1900-1942), era Jepang (1942-1945), era kemerdekaan (1945), era awal kemerdekaan (1945-1965), dan era pembangunan (1965-1980).
Pasar Rakyat
Sebanyak tiga jenis pasar rakyat juga ditampilkan, yakni Pasar Djajanan Tradisionil, Pasar Kerajinan, dan Pasar Barang kelontong. Khusus untuk hiburan, pengunjung disuguhkan panggung teatrikal tematik, panggung budaya daerah Indonesia, Keroncong, dan layar tancap.
Dalam festival Kendoeri Tempo Doeloe, pengunjung juga bisa menikmati berbagai pameran mobil kuno, 1.000 sepeda onthel, foto tempo dulu, barang antik, dan replika koleksi museum kuno.
"Pengunjung bisa bertanya langsung kepada veteran tentang latar belakang Indonesia. Target kami, Kendoeri Tempo Doeloe bisa membangkitkan rasa kebangsaan serta kebersamaan berbangsa dan bernegara," tambah Tjandra.
Tak ketinggalan pendukung yang terlibat dalam festival Kendoeri Tempo Doeloe juga berasal dari kalangan pencinta sejarah Indonesia, di antaranya Komunitas Historia Indonesia (KHI), Komunitas Bango Mania, Komunitas Sepeda Tua Indonesia, dan Komunitas Onthel Batavia. [EAS/U-5]
Sumber: Suara Pembaruan, Selasa, 2 September 2008
No comments:
Post a Comment