Jakarta, Kompas - Jumlah balai bahasa dirasakan masih kurang. Dari 33 provinsi di Indonesia, hingga saat ini baru 17 provinsi yang memiliki balai bahasa dan lima provinsi yang mempunyai kantor bahasa. Padahal, keberadaan lembaga tersebut penting sebagai pusat informasi dan pengembangan bahasa Indonesia.
”Belum adanya balai bahasa di semua provinsi menyebabkan pengembangan bahasa, termasuk juga untuk pemetaan bahasa daerah, menjadi tidak optimal,” kata Kepala Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Dendy Sugono di Jakarta, Selasa (16/9). DKI Jakarta tidak memiliki balai bahasa, tetapi ada Pusat Bahasa.
Adapun 10 provinsi yang belum memiliki balai bahasa atau kantor bahasa adalah Kepulauan Riau, Bengkulu, Bangka Belitung, Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur.
Dendy Sugono mengatakan, ke depannya balai bahasa di provinsi juga mampu membantu peningkatan mutu bahasa asing di kalangan masyarakat, seperti bahasa Inggris untuk peningkatan daya saing masyarakat Indonesia di dunia internasional.
”Misalnya, untuk kalangan tenaga kerja Indonesia, orang Indonesia masih kalah dari Filipina dalam penguasaan bahasa Inggris,” kata Dendy.
Sastra daerah
Kepala Balai Bahasa Kalimantan Tengah Puji Santosa, secara terpisah, di Palangkaraya, mengatakan, selain sebagai pusat informasi, balai bahasa juga berperan meningkatkan mutu bahasa dan sastra di daerah.
Selama ini banyak pihak yang mendatangi Balai Bahasa Kalteng untuk berbagai keperluan terkait bahasa dan sastra. Selasa (16/9) pagi, misalnya, Rohana, guru Agama Islam SD Negeri 2 Menteng, Palangkaraya, datang ke Balai Bahasa Kalteng untuk meminta masukan mengenai naskah kumpulan puisi dan esai pengajaran bahasa dan sastra yang ditulisnya.
Sebelumnya, ada juga warga di Palangkaraya yang datang ke Balai Bahasa Kalteng sambil membawa foto spanduk dan papan iklan. ”Warga tersebut ingin tahu apakah tata bahasa dan substansi kalimat pada iklan itu sudah benar, sesuai kaidah, dan layak dipasang atau tidak,” kata Puji.
Ada juga polisi yang meminta pendapat dari ahli bahasa di Balai Bahasa Kalteng mengenai suatu kasus penghinaan yang sedang disidik. Polisi tadi ingin mengetahui apakah makna ucapan tersangka yang sedang disidik itu dari sisi bahasa termasuk penghinaan atau tidak.
Puji menuturkan, kegiatan kebahasaan dan kesusastraan Balai Bahasa Kalteng dilakukan dengan berbagai cara, antara lain menggelar temu sastrawan dan diskusi bahasa. (ELN/CAS)
Sumber: Kompas, Rabu, 17 September 2008
No comments:
Post a Comment