[JAKARTA] Pusat Dokumentasi Arsitektur (PDA) dan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata berhasil menginventarisasi 300 benteng kuno di seluruh Nusantara. Sebanyak 107 benteng ditemukan di kawasan Indonesia Timur. Sayang, kini tinggal belasan saja yang masih utuh. Sebagian besar benteng terancam menjadi puing.
Benteng Rootter Dam di Pusat Kota Makasar, Sulawesi Selatan, sudah lama tidak terawat. Sebagian bangunan bersejarah itu rusak dan tidak ada tanda-tanda untuk diperbaiki oleh instansi yang berwenang. Foto dibuat baru-baru ini. (SP/Luther Ulag)
Melihat kondisi ini, perlu dilakukan upaya-upaya pelestarian agar warisan budaya ini tidak punah oleh zaman. Selain menambah kekayaan budaya bangsa, benteng-benteng kuno juga memuat nilai-nilai sejarah yang tinggi.
"Benteng sebagai peninggalan sejarah masa lalu dan materi-materi yang terdapat di dalamnya memuat nilai-nilai yang perlu dipertahankan kelestariannya agar tidak hilang, rusak, dan musnah sehingga dapat dimanfaatkan oleh generasi mendatang," ujarnya Direktur Jenderal Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Hari Untoro Dradjat pada seminar "300 benteng-benteng di Indonesia" di Museum Bank Indonesia, Jakarta, baru-baru ini.
Dikatakan, inventarisasi benteng-benteng merupakan upaya pelestarian yang sangat mendasar. Nilai kearifan pada benteng perlu diungkap secara mendalam, sehingga terjalin hubungan tanpa batas waktu dari masa lalu, masa kini, sampai masa yang akan datang. Melalui pendataan benteng, akan tergali kembali fungsi, makna, serta kehidupan masyarakat.
Cara selanjutnya adalah, melestarikannya di atas kertas atau description, yakni lewat buku, foto, dan video, sedangkan pelestarian secara fisik yakni bangunan benteng dipugar dan dibersihkan secara rutin. Lebih dari itu, perhatian dari masyarakat dan pemda setempat juga sangat dibutuhkan.
"Selama ini banyak benteng-benteng yang tidak terawat sehingga rusak bahkan musnah. Apalagi di daerah pedesaan yang sulit dijangkau, dibiarkan begitu saja karena masyarakat tidak mengerti," tuturnya.
Dengan adanya inventarisasi dan pengkajian ini, diharapkan benteng kuno dapat dihadirkan dalam bentuk yang lebih apresiatif, sehingga informasi yang terkandung dalam benteng dapat lebih diminati dan dimengerti oleh masyarakat.
Ia menambahkan, beberapa benteng yang masih utuh bangunannya bisa dijadikan objek wisata terutama bagi masyarakat lokal. Namun, hingga saat ini pihak Departemen Kebudayaan dan Pariwisata belum memastikan salah satu benteng untuk tujuan tersebut.
Sementara itu, Endi Subijono, Ketua Proyek Pendokumentasian kerjasama PDA dan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata mengatakan, puluhan benteng yang masih utuh maupun yang sudah tinggal nama di Indonesia Timur menanti penanganan yang segera, sebelum keseluruhannya hanya menjadi catatan sejarah.
Salah satu cara yang perlu dicarikan jalan keluarnya adalah mengenai status tanah kepemilikannya. Ketidakjelasan kepemilikan tanah mengundang pemanfaatan ilegal yang ternyata telah berlangsung berpuluh tahun lamanya.
"Pada akhirnya warisan pusaka ini terancam punah, sebagian besar bahkan tidak berbekas. Sehingga bagian dari ingatan kolektif masyarakat hilang dan aset negara bisa berpindah tangan tanpa memberikan manfaat bagi masyarakat," ujar Endi dalam presentasinya tentang konsep pemanfaatan benteng di Indonesia Timur.
Dicontohkan, benteng Oranje di Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara. Letaknya yang strategis di tengah kota dinilai sangat potensial untuk diberdayakan menjadi ikon kota tersebut. Saat ini benteng tersebut berfungsi sebagai barak militer, asrama polisi dan rumah sakitnya, kantor dinas kebudayaan dan pariwisata Ternate, perumahan penduduk, dan pasar tradisional. Keberadaan benteng yang kurang terawat ini bisa dijadikan terobosan baru agar menjadi aset bersejarah yang mempunyai peran lebih bermanfaat bagi pembangunan di kota tersebut.
Di sisi lain, Prof Mudarjito, ahli Arkeologi Universitas Indonesia mengatakan, dari 107 benteng yang ditemukan di Indonesia Timur, hanya 7 persen benteng buatan Indonesia.
"Lebih banyak milik bangsa kolonial karena pada umumnya benteng buatan Indonesia terbuat dari bahan-bahan yang tidak kuat seperti tanah, kayu, serta batu-batuan, sehingga cepat rusak," ujarnya.
Meski setiap benteng yang ditemukan mempunyai bentuk yang berbeda, cerita sejarah masing-masing berlainan. Kondisi benteng yakni menggambarkan segala aktivitas perang pada zaman penjajahan dulu.
Benteng peninggalan sejarah tersebar di seluruh Nusantara. Setelah sukses melakukan survei di Indonesia Timur, pada tahun 2009 nanti pihak PDA akan melakukan inventarisasi di daerah Jawa dan Sumatera, dan berlanjut ke kota lainnya.
Pertahanan Perang
Benteng sangat penting untuk dilestarikan karena selain mempunyai nilai budaya tinggi juga sebagai peninggalan sejarah masa lalu. Dari benteng-benteng tersebut diketahui bagaimana keadaan Indonesia sewaktu masih dalam penjajahan dan sepak terjang bangsa Kolonial terhadap negeri yang jaya akan komoditi rempah-rempah saat itu.
Abad ke-16, menjadi era Portugal, sementara abad ke-17, menjadi era Belanda (VOC) dan sedikit pengaruh Inggris di beberapa tempat meski dalam waktu yang tidak terlalu lama. Di setiap tempat yang strategis mereka membangun pos dan benteng untuk mengendalikan jalur perdagangan sekaligus untuk pertahanan.
Benteng dibangun dalam bentuk sederhana. Yang penting bukanlah kenyamanan tetapi bagaimana bisa menguasai perdagangan rempah-rempah di tanah air.
Benteng Duurstede di Pulau Saparua berfungsi sebagai bangunan pertahanan serta pusat pemerintahan VOC selama menguasai wilayah Saparua. Pada 16 Mei 1817 benteng ini diserbu rakyat Saparua di bawah pimpinan Kapitan Pattimura. Seluruh penghuni benteng tewas kecuali putra Residen, bernama Juan Van den Berg. Benteng ini berdiri di atas sebuah bukit di pantai desa Saparua.
Benteng Kota Janji di Ternate. Dibangun pada tahun 1530 oleh Portugis bernama San Jao. Benteng ini didirikan dengan maksud untuk mengawasi lalu lintas laut antara Tidore dan Ternate. Bilamana angin tidak terlalu kencang maka kapal-kapal Spanyol dari Manila berlayar di laut tersebut membawa sejumlah muatan dan tentara, lalu membuang sauh di dekat benteng itu. Sekarang benteng yang pernah dikuasai oleh bangsa Spanyol dan diberi nama San e Paulo ini oleh rakyat setempat dikenal dengan nama benteng Kota Janji.
Benteng Gamlam
Benteng Kastela di Ternate. Benteng yang awalnya diberi nama Nostra Senhora del Rosario ini merupakan benteng pertama di Ternate. Benteng ini juga dikenal oleh masyarakat setempat dengan nama benteng Gamlam yang berarti Kota Besar. Pada tahun 1575, rakyat Ternate yang dipimpin oleh Sultan Babullah Datuk Sah berhasil menghalau Portugis dari Ternate dan benteng ini dijadikan pusat pemerintahannya.
Dalam survei juga ditemukan benteng tradisional. Pada umumnya benteng tradisional berupa gundukan tanah, parit, tumpukan batu tembok dan pagar kayu. Sebagian besar benteng tradisional yang ditemukan berbentuk tumpukan batu yang dibuat memagari suatu kawasan tertentu. Hampir semua benteng tradisional tidak diketahui kapan dan siapa yang membangunnya.
Misalnya, benteng Batu Pulau Lamin di Ternate, terletak diatas bukit dikelilingi oleh padang rumput. Luas sebaran reruntuhan lebih kurang 25 m2, di dalam benteng terdapat dua buah makam. Selain itu, Pilboks di Ambon merupakan bangunan kecil tertutup terbuat dari beton dan berdiri sendiri sebagai tempat berlindung untuk menembak. Pilboks ditemukan tersebar di sepanjang garis pantai pulau Ambon dan ditemukan juga di pulau Buru. [DMF/U-5]
Sumber: Suara Pembaruan, Senin, 1 September 2008
No comments:
Post a Comment