Sunday, March 11, 2007

Sayembara Novel: Sastra Indonesia Abaikan Tema Kelautan dan Iptek

JAKARTA (Media): Perkembangan karya sastra di Indonesia cukup menggembirakan. Banyak penulis muda muncul dengan karya-karya yang bagus. Hanya saja tema kelautan dan ilmu pengetahuan kurang tergarap.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef menyampaikan hal itu dalam acara pengumuman Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2006, di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Jumat (9/3) malam.

"Sastra terlahir sebagai koinsidensi dari intuisi dan imajinasi. Jadi karya sastra bisa dijadikan bukti dari proses manusia kreatif. Apalagi jika karya sastra dapat bahu-membahu dengan ilmu pengetahuan. Akan terjadi perpaduan antara ungkapan perasaan dan pikiran. Pasti hasilnya akan lebih membanggakan," kata Daoed Joesoef.

Ia pun melihat perkembangan karya sastra saat ini, khususnya di bidang prosa sangat membanggakan. Bila kondisi seperti ini tetap terjaga baik, tak ayal Indonesia akan melahirkan gagasan-gagasan kebudayaan yang cemerlang.

"Sebab dalam banyak hal, karya sastra berpotensi melahirkan pesan-pesan kultural dari kebekuan rutinitas sehari-hari. Lewat sastra, budaya dari setiap individu, juga akan terbangun secara mantap."

Lebih lanjut Daoed mengatakan sastra Indonesia sulit menjadi mercusuar pemikiran, tetapi kerap memberi petunjuk dan pencerahan bagi masyarakat.

Dengan rajin menulis, menurutnya, budaya santai yang menggerogoti sendi kehidupan masyarakat Indonesia akan terkikis perlahan-lahan.

"Pemilihan kata-kata dalam sastra tidak saja menuju pada keindahan sastra semata. Kata-kata itu dapat membangun peradaban lewat budaya individu yang konstruktif."

Penuhi selera pasar


Dalam kesempatan sama kritikus sastra Apsanti Djokosujatno menjelaskan novel-novel yang ditulis generasi muda saat ini menunjukkan bakat yang luar biasa. Selain tema yang diangkat cukup variatif, para penulisnya berhasil menunjukkan kerja penelitian yang cukup serius. "Namun, saya menyayangkan tema kelautan kurang tergarap. Para penulis muda kita seolah lupa bahwa kelautan adalah tema yang menarik dan menantang," katanya.

Apsanti yang bertindak sebagai ketua dewan juri Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2006 menyayangkan dari 249 novel yang masuk ke panitia, tidak satu pun yang mengangkat tema kelautan secara serius dan dijadikan sebagai latar utama cerita.

Dalam Sayembara Novel DKJ 2006 kali ini, Mashuri dengan novel berjudul Hubbu menjadi juara pertama dan memperoleh hadiah uang sebesar Rp20 juta. Pemenang kedua Tusiran Suseno lewat novel berjudul Mutiara Karam, mendapat hadiah uang Rp15 juta. Juara ketiga Calvin Michel Sidjaja lewat novel berjudul Jukstaposisi, dan berhak mendapat hadiah Rp12 juta. Adapun juara harapan I harapan oleh Junaedi Setiyono lewat novel berjudul Glonggong, dan juara harapan II diraih Yonathan S Rahardjo lewat novel berjudul Lanang.

Catatan dewan juri yang disampaikan sastrawan Ahmad Tohari, dijelaskan dari 249 novel yang masuk, para penulis telah menggunakan bahasa Indonesia yang baik. Bahkan, ada beberapa novel yang menggunakan bahasa yang menakjubkan.

"Menurut kami, banyak naskah peserta yang bagus dan telah memenuhi selera pasar, dan berpeluang menjadi best seller," kata Tohari.

Naskah-naskah yang masuk ke panitia, jelas Tohari, mewakili berbagai genre novel, mulai dari novel autobiografi, novel sejarah, novel biasa, novel detektif, suspense, novel fantastik, hingga yang berpotensi sebagai novel eksperimental.

Tradisi sayembara yang telah melewati tiga dekade itu, dari tahun ke tahun berhasil menarik minat masyarakat. Terakhir, pada 2003, novel yang ikut penjurian hanya berkisar 100 novel. Jumlah 249 naskah yang dinilai dewan juri pada tahun ini, seolah membuktikan bahwa produktivitas karya sastra Indonesia berkembang pesat. (CS/H-4)

Sumber: Media Indonesia, Minggu, 11 Maret 2007

No comments: