DEPOK (Media): Ibarat sebuah seni, karya jurnalistik hendaknya dipahami sebagai kebijakan redaksional dalam merekonstruksi fakta-fakta sosial dan bisa untuk rekayasa budaya secara lebih positif.
Pemikiran tentang jurnalistik tersebut disampaikan Deputi Direktur Pemberitaan Media Indonesia Djadjat Sudrajat dalam acara diskusi bertajuk Rekayasa Budaya dalam Media Massa di Kampus Universitas Indonesia (UI), Depok, kemarin. Acara yang dimoderatori praktisi media Audrey Tangkudung juga menghadirkan pakar komunikasi Ibnu Hamad sebagai pembicara.
"Untuk mengetahui bagaimana paradigma pemberitaan media massa, masyarakat bisa menelusuri alasan para pemilik modal terjun ke dunia pers yang penuh persaingan. Meskipun pendekatan ini bisa bergeser seiring waktu, publik akan dapat memahami kebijakan-kebijakan redaksi dalam merekonstruksi fakta-fakta sosialnya," urai Djadjat.
Karena itu, berbagai kebijakan redaksi harus pula dipahami sebagai tafsir atas realitas yang telah diendapkan. Dalam telaahnya, Djadjat mengemukakan empat alasan pendirian perusahaan pers, yakni ekonomi (bisnis), politik, citra, dan pengembangan demokrasi.
Di sisi lain, media massa selain dapat menghibur dan mendidik, juga bisa menyesatkan. Kondisi yang membangun kecemasan dan ketegangan masyarakat itu, tumbuh akibat media massa dalam paradigma memberi informasi juga dinilai telah beropini.
Pada kesempatan sama, Ibnu Hamad mengajak masyarakat untuk lebih berpartisipasi aktif dalam mengisi ruang-ruang media massa. "Media massa, khususnya cetak, bisa dijadikan sebagai ruang untuk mengembangkan potensi pribadi secara positif. Bayangkan, andai saja seorang menulis karya sastra dan dimuat di media massa nasional, ia akan dikenal jutaan orang. Sebaliknya, bila ia diperkosa, ia pun akan diketahui jutaan orang bahwa ia diperkosa," jelas Ibnu.
Karenanya, ia mengharapkan media massa dengan ciri khasnya yang terorganisasi, bisa berpartisipasi dalam rekayasa budaya. "Dengan melakukan pemberitaan berulang-ulang, akan terbentuk gagasan dan dengan demikian telah merekayasa budaya," jelasnya. (CS/H-2).
Sumber: Media Indonesia, Jumat, 9 Maret 2007
No comments:
Post a Comment