JAKARTA (Media): Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Bahasa yang masih digodok pemerintah melarang pencantuman bahasa asing terhadap merek dagang berkepemilikan lokal. Sedangkan media iklan berbahasa asing diwajibkan mencantumkan terjemahan tepat di bawahnya.
Abdul Gaffar Ruskhan, anggota tim perumus draf RUU Bahasa, mengungkapkan hal itu saat menanggapi keresahan kalangan usaha terhadap RUU Bahasa terkait kabar adanya pasal yang menyebutkan semua merek dagang harus diterjemahkan dalam bahasa Indonesia tanpa kecuali. RUU Bahasa kini masih digodok pemerintah dan juga sempat diprotes kalangan seniman yang dinilainya bisa memberangus kreativitas.
"Jika memang merek dagang itu bisa dibuktikan berafiliasi internasional, penggunaan bahasa asing tetap dibolehkan. Kecuali jika tak punya afiliasi dengan pihak asing, tapi sengaja dibuat dalam bahasa asing dengan alasan tertentu," jelasnya.
Gaffar mencontohkan, pusat-pusat perbelanjaan milik lokal yang kini kerap menggunakan istilah 'the' atau 'centre' di depan atau di belakang merek dagangnya harus menggantinya dengan istilah bahasa Indonesia. Kecuali berlisensi atau merupakan waralaba internasional.
Sejauh ini, hal tersebut bisa terjadi karena tidak adanya aturan yang tegas sehingga para pengusaha menggunakan istilah asing dengan bebas. Terutama bahasa Inggris, tidak hanya dalam merek dagangnya, tapi juga dalam media promosi termasuk juga iklan luar ruang. "Alasan mereka penggunaan bahasa Inggris dinilai lebih bergengsi," ujar Kepala Bidang Pengkajian Bahasa dan Sastra Pusat Bahasa ini.
Sementara itu, dalam media iklan, lanjutnya, bahasa asing tetap diperbolehkan asal disertai dengan terjemahan dalam bahasa Indonesia tepat di bawah istilah asing tersebut. Ketentuan itu menurutnya beralasan demi menjaga kewibawaan bahasa Indonesia.
Kesan kuat kecintaan terhadap bahasa nasional dijumpai tim saat melakukan studi banding ke Paris. "Warga Prancis ternyata sangat fanatik dengan bahasa nasionalnya. Bukan cuma dalam merek dagang, tapi juga iklan-iklan. Bahkan pengawasan itu juga dilakukan publik sendiri," ujar Gaffar.
Khusus pada dunia seni, ditegaskan lagi RUU Bahasa tidak akan mengintervensi. Termasuk, seniman diperbolehkan menggunakan bahasa apa pun dalam mengekspresikan karyanya. (Zat/H-2)
Sumber: Media Indonesia, Rabu, 7 Maret 2007
No comments:
Post a Comment