JAKARTA (Media): Terhitung mulai 2008, guru sekolah dasar wajib memberikan pelajaran bahasa daerah kepada para murid untuk mengantisipasi punahnya bahasa daerah. Sebab hingga tahun ini saja, sudah 10 bahasa daerah punah, dan 30 bahasa lainnya berada dalam status rawan.
Kepala Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Dendy Sugono mengungkapkan hal itu kepada Media Indonesia, di Jakarta, Jumat (9/3).
Adapun bahasa daerah yang telah punah dan terancam punah itu umumnya berada di wilayah Indonesia timur, Papua, Irian Jaya Barat, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat.
Bahasa daerah di kawasan Indonesia timur, kata Dendy, pada umumnya cepat punah karena jumlah penuturnya sedikit. Setiap suku pada umumnya memiliki bahasa yang berbeda-beda. Sehingga untuk memudahkan komunikasi, masyarakat lebih suka menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pergaulan antarsuku. Akhirnya penutur bahasa daerah hanya terbatas digunakan kalangan orang tua dan tidak diteruskan oleh anak cucunya.
''Kondisi itu jelas sangat mengkhawatirkan. Terlebih lagi PBB meramalkan separuh bahasa daerah akan punah dalam seratus tahun ke depan.''
Kondisi semacam ini kini mulai terasa di Indonesia. Tahun demi tahun, jumlah penutur bahasa daerah semakin berkurang. Terlebih, bahasa-bahasa suku kecil di pelosok Indonesia. ''Padahal, kalau bahasa daerah sudah punah, berarti pula punah pula seluruh perangkat kebudayaannya, kesenian, cara hidup, maupun kearifan lokal,'' ujarnya.
Punahnya bahasa daerah menurut pengajar Sastra Jawa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Woro Retno Mastuti, ada anggapan bahasa daerah dianggap kampungan. Selain itu globalisasi, pernikahan antarsuku, serta istilah-istilah baru di dunia teknologi membuat bahasa daerah makin terjepit. (Zat/H-4)
Sumber: Media Indonesia, Minggu, 11 Maret 2007
No comments:
Post a Comment