BUKU kumpulan cerita pendek (cerpen) karya Gunawan Maryanto baru-baru ini diluncurkan meramaikan jagad sastra di Tanah Air. Cerita-cerita yang disajikan dalam buku bertajuk Galigi tersebut dia sodorkan dengan gaya bahasa yang ringan, puitis tapi mudah dimengerti.
Gunawan Maryanto [Pembaruan/Yumelda Chaniago]
Bahkan menurut pandangan sastrawan, cerpenis dan novelis, Yanusa Nugroho, karya terbaru dari Gunawan tersebut merupakan sebuah dongeng, tanpa ada embel-embel kritik sosial, politik atau lainnya.
"Bahwa nantinya kita menafsirkan cerita-cerita yang terdapat dalam buku kumpulan cerpen tersebut dengan mengait-ngaitkannya pada unsur lain, itu boleh-boleh saja. Yang jelas, gaya penuturannya yang puitis, membuat saya makin asyik menikmati Galigi," katanya di Jakarta, baru-baru ini.
Bagi Yanusa, cerpen-cerpen yang terdapat dalam buku ini bagaikan sebuah beranda, tempat dia beristirahat dari berbagai persoalan sehari-hari yang dihadapi. Saat membaca buku tersebut dia merasa mendapatkan sebuah jeda yang sangat dibutuhkan dalam menjalani rutinitas hidupnya.
"Dalam membaca buku ini saya tiba-tiba diingatkan pada sebuah perjalanan panjang. Ketika dalam keseharian saya dibebani pada berbagai persoalan sosial, budaya, politik, dan ekonomi, tiba-tiba cerpen-cerpen dalam buku ini seolah-olah menawarkan sebuah beranda sejuk," ungkapnya.
Sementara kritikus sastra, Nirwan Dewanto melihat, adanya unsur-unsur pop yang mewarnai beberapa cerita dalam kumpulan cerpen karya dramawan muda tersebut. Contohnya seperti pada cerita bertajuk "Khima", tempat telepon selular dimasukkan sebagai bagian dari cerita tersebut.
"Selain itu juga ada cerita "Selendang Nawang" yang saya lihat sebagai parodi dari cerita Jaka Tarub. Unsur-unsur pop yang terdapat pada beberapa bagian cerita dalam buku ini kadang membuat kita yang membaca menjadi tersenyum. Saya melihat unsur-unsur pop tersebut sebagai pemerkayaan dari karya sastra Gunawan," tuturnya.
Gunawan mengatakan buku kumpulan cerpen ke-2 nya tersebut dibuat di sela-sela kesibukannya di bidang teater. Galigi yang dia pakai sebagai judul dari buku tersebut merupakan nama salah satu tokoh yang terdapat pada salah satu cerpennya yang juga terdapat dalam buku ini.
"Nama Galigi itu, saya ambil dari sebuah prasasti zaman Mataram Hindu abad ke-7. Karena namanya bagus dan juga itu bisa mewakili karakter dari tokoh imajinasi yang saya ceritakan, akhirnya saya putuskan untuk menggunakan nama itu sebagai judul buku ini," ungkapnya.
Bagi Gunawan, cerita-cerita pada buku kumpulan cerpen ini bukanlah unsur paling penting yang ingin dia sajikan pada pembacanya. Melainkan bagaimana cerita itu bisa dihadirkan kembali, dan bagaimana mengolah cara bertutur dari cerita-cerita itulah yang paling penting ingin dia sampaikan pada pembacanya.
"Ketika saya pertama kali membuat cerpen yaitu berjudul Khima, saat itu saya masih dalam tahap meraba dan mencari bentuk seperti apa sih saya seharusnya menulis cerpen. Tapi pada cerpen-cerpen berikutnya terutama yang sebagian besar terdapat dalam buku kumpulan cerpen ini, saya sudah mendapatkan hal itu. Jadi sekarang yang terpenting bukan lagi mengenai ceritanya, melainkan tentang bagaimana saya menuturkan cerita itu," urainya.
Itu pula mengapa, lanjutnya, pada cerita-cerita yang terdapat dalam buku kumpulan cerpen ini, dia nyaris selalu menutupnya dengan akhir yang "menggantung" (ending terbuka). Jadi jangan heran jika pada beberapa cerita dalam buku ini pembaca tak bisa menemui akhir yang jelas.
"Saya senang dengan ending yang terbuka, karena itu semakin menegaskan bahwa yang terpenting dalam cerpen ini bukan ceritanya tapi cara bertuturnya," imbuhnya.
Selain itu, kata Gunawan, cerita tentang pendekar dari dunia persilatan yang turut mewarnai latar dari ceritanya, disebabkan dirinya menggandrungi cerita-cerita tentang dunia persilatan dari negeri tirai bambu.
"Saya senang membaca cerita-cerita silat atau menonton film kungfu terutama film silat Tiongkok. tanpa saya sadari ternyata kegemaran saya pada cerita silat turut mewarnai latar dari cerita-cerita yang saya buat dalam beberapa cerpen saya," tandasnya. [Y-6]
Sumber: Suara Pembaruan, 17 Maret 2007
No comments:
Post a Comment