-- Sukma Indah Permana
Jakarta -- Pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas diuji materi di Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini dinilai tidak perlu terjadi jika sebelum diimplementasikan, UU tersebut diuji dalam skala kecil terlebih dahulu.
"UU itu terbukti tepat atau tidak tepat ketika dia diimplementasikan. UU ini harusnya diuji dalam skala kecil dulu. Misalnya di 10 sekolah, jika sudah tepat, 10 sekolah tersebut bisa menjadi contoh bagi yang lain. Kita harus berpikir secara nasional tidak hanya sekolah-sekolahnya," ujar Penasihat Pendidikan British Council, Itje Chodidjah.
Hal itu disampaikan dia saat menjadi saksi ahli di sidang pengujian materi UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 50 ayat 3. Hal itu disampaikan dia dalam sidang uji materi di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (3/5/2012).
Dia juga mempertanyakan adakah keputusan tersendiri untuk menerjemahkan kata internasional. Apakah karena mengajarkan IPA dan Matematika dengan bahasa Inggris maka sudah disebut bukti internasional?
"Kata sekolah internasional biasanya diartikan dengan sekolah yang menerima siswa dari berbagai kewarganegaraan," imbuh Itje.
Selain itu, guru dikatakan mampu melaksanakan proses belajar mengajar dengan bahasa Inggris dengan efektif jika skor TOEFL-nya lebih dari 500. Padahal TOEFL merupakan tes untuk mempersiapkan orang sekolah di luar negeri, dan bukan untuk orang mengajar.
"Skor TOEFL 500 itu sudah tidak ada sejak 1998, sejak saat itu sudah pakai IBT dengan skor maksimal 120. Indonesia masih pakai standar TOEFL 500, sangat disayangkan. Ini ketinggalan zaman sekali. Ini sama dengan pembohongan publik," papar Itje.
(vit/nrl)
Sumber: Detik.com, Rabu, 2 Mei 2012
Jakarta -- Pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas diuji materi di Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini dinilai tidak perlu terjadi jika sebelum diimplementasikan, UU tersebut diuji dalam skala kecil terlebih dahulu.
"UU itu terbukti tepat atau tidak tepat ketika dia diimplementasikan. UU ini harusnya diuji dalam skala kecil dulu. Misalnya di 10 sekolah, jika sudah tepat, 10 sekolah tersebut bisa menjadi contoh bagi yang lain. Kita harus berpikir secara nasional tidak hanya sekolah-sekolahnya," ujar Penasihat Pendidikan British Council, Itje Chodidjah.
Hal itu disampaikan dia saat menjadi saksi ahli di sidang pengujian materi UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 50 ayat 3. Hal itu disampaikan dia dalam sidang uji materi di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (3/5/2012).
Dia juga mempertanyakan adakah keputusan tersendiri untuk menerjemahkan kata internasional. Apakah karena mengajarkan IPA dan Matematika dengan bahasa Inggris maka sudah disebut bukti internasional?
"Kata sekolah internasional biasanya diartikan dengan sekolah yang menerima siswa dari berbagai kewarganegaraan," imbuh Itje.
Selain itu, guru dikatakan mampu melaksanakan proses belajar mengajar dengan bahasa Inggris dengan efektif jika skor TOEFL-nya lebih dari 500. Padahal TOEFL merupakan tes untuk mempersiapkan orang sekolah di luar negeri, dan bukan untuk orang mengajar.
"Skor TOEFL 500 itu sudah tidak ada sejak 1998, sejak saat itu sudah pakai IBT dengan skor maksimal 120. Indonesia masih pakai standar TOEFL 500, sangat disayangkan. Ini ketinggalan zaman sekali. Ini sama dengan pembohongan publik," papar Itje.
(vit/nrl)
Sumber: Detik.com, Rabu, 2 Mei 2012
No comments:
Post a Comment