-- Jodhi Yudono
JAKARTA, KOMPAS.com--Anak Indonesia kembali berprestasi di tingkat dunia setelah siswi kelas empat berumur sembilan tahun, Keily Setiawan, berhasil menjadi penulis termuda di dunia dengan menerbitkan buku berjudul "Chen Chen Goes to Space".
"Penerbitan buku di iTunes tidak mudah karena harus melalui dewan redaksi yang ketat. Dewan tersebut menyeleksi apakah isi sebuah buku menarik dan asli," kata Kepala Sekolah Sinarmas World Academy tempat Keily belajar, John Mcbryde, di Jakarta, Jumat.
Buku tersebut diterbitkan secara ’online’ oleh produsen komputer Apple dan didistribusikan di 32 toko iTunes seluruh dunia pada 28 April 2012. Buku tersebut sekarang bertengger di ranking "200 Top Rated" untuk kategori buku gratis di Amerika Serikat dan Australia.
Buku Chen-Chen Goes to Space bercerita tentang seorang kelinci yang ingin menjadi astronot.
Buku ini ditulis Keily dalam dua bahasa yaitu, Mandarin dan Inggris serta dilengkapi dengan gambar ilustrasi yang dibuat oleh Keily sendiri.
Keily sendiri, dengan bahasa Inggris yang lancar, menuturkan kepada wartawan bahwa buku Chen Chen Goes to Space dia tulis sebagai hadiah kepada adiknya yang baru lahir. Karakter kelinci dia pilih karena shio adiknya dilambangkan oleh binatang itu.
"Saya senang karena buku ini mendapat banyak komentar bagus. Salah satunya seorang ibu di Amerika yang mengatakan bahwa dia mengunduh Chen Chen Goes to Space untuk dibacakan kepada anaknya, ibu tersebut juga merekomendasikan buku ini," kata Keily.
Pada mulanya Apple menolak buku Keily karena berbahasa Mandarin. Keily, atas saran dari gurunya, kemudian menambahkan bahasa Inggris.
Sebelumnya, pada Senin lalu anak Indonesia juga berprestasi di Olimpiade Fisika se-Asia di India dengan meraih dua emas, satu perak, dan dua perunggu.
McBryde mengatakan bahwa penulis kecil seperti Keily bisa menerbitkan buku karena teknologi internet yang semakin maju dan merevolusi cara orang menulis dan membagi informasi.
"Dulu, hanya orang dewasa yang dapat menerbitkan buku karena proses penerbitan yang begitu rumit, namun sekarang dengan bantuan teknologi, anak-anak seperti Keily juga bisa menulis buku," kata dia.
McBryde, kepada Antara, mengatakan bahwa sekolah-sekolah tidak perlu takut untuk mengintegrasikan teknologi ke dalam pendidikan yang diajarkan kepada anak.
Sebelumnya, majalah Time dalam edisi "10 Ideas That Are Changing Your Life" melaporkan bahwa teknologi internet yang memungkinkan setiap orang menyimpan dan mencari informasi telah mengurangi kemampuan analisis dan berpikir kritis.
"Karena orang berharap dapat menemukan informasi suatu fakta di internet, mereka cenderung untuk tidak mengingat fakta tersebut, tetapi justru mengingat di mana atau kata kunci apa yang dapat membantu menemukan fakta itu," tulis Time mengutip penelitian dari Universitas Columbia Amerika Serikat.
Dalam penelitian tersebut, ratusan orang diberi pertanyaan, "Adakah bendara sebuah negara yang hanya berwarna satu?". Sebagian besar partisipan tidak berpikir tentang bendera namun justru tentang komputer dan koneksi internet.
Partisipan dalam penelitian itu kemudian dibagi dalam dua kelompok diminta untuk mengetikkan beberapa kalimat di komputer. Para peneliti mengatakan kepada kelompok pertama bahwa informasi tersebut akan disimpan dan berkata pada grup kedua sebaliknya.
Saat diminta untuk mengingat kembali kalimat yang diketik, grup kedua berhasil memperoleh nilai yang lebih baik. "Hasil pada grup pertama terjadi pada sebagian orang saat ini. Kita tidak lagi merasa perlu untuk menginternalisasikan sebuah informasi karena sudah ada mesin pencari," tulis Time.
Padahal menurut penelitian tersebut, kemampuan analisis dan berpikir kritis hanya bisa dibangun jika ada banyak informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang.
Apa yang terjadi pada Keily menurut McBryde adalah sanggahan terhadap penelitian tersebut. "Keily mendemonstrasikan kemampuan analisis, daya imajinasi, dan pemikiran kritis dalam buku ini, meskipun dia belajar di sekolah yang sangat terintegrasi dengan teknologi," kata dia.
Oleh karena itu, McBryde menyarakankan agar sekolah-sekolah di Indonesia untuk mengajarkan penggunaan teknologi internet pada para siswanya, agar budaya menulis dikalangan anak muda dapat tumbuh berkembang.
"Tidak perlu takut dengan teknologi internet yang dikritik karena dapat menurunkan konsentrasi atau daya pikir kritis. Keily adalah contohnya. Mereka yang menolak teknologi adalah orang tua yang tidak siap dengan kenyataan baru," kata dia. (ANT)
Sumber: Oase, Kompas.com, Jumat, 11 Mei 2012
JAKARTA, KOMPAS.com--Anak Indonesia kembali berprestasi di tingkat dunia setelah siswi kelas empat berumur sembilan tahun, Keily Setiawan, berhasil menjadi penulis termuda di dunia dengan menerbitkan buku berjudul "Chen Chen Goes to Space".
"Penerbitan buku di iTunes tidak mudah karena harus melalui dewan redaksi yang ketat. Dewan tersebut menyeleksi apakah isi sebuah buku menarik dan asli," kata Kepala Sekolah Sinarmas World Academy tempat Keily belajar, John Mcbryde, di Jakarta, Jumat.
Buku tersebut diterbitkan secara ’online’ oleh produsen komputer Apple dan didistribusikan di 32 toko iTunes seluruh dunia pada 28 April 2012. Buku tersebut sekarang bertengger di ranking "200 Top Rated" untuk kategori buku gratis di Amerika Serikat dan Australia.
Buku Chen-Chen Goes to Space bercerita tentang seorang kelinci yang ingin menjadi astronot.
Buku ini ditulis Keily dalam dua bahasa yaitu, Mandarin dan Inggris serta dilengkapi dengan gambar ilustrasi yang dibuat oleh Keily sendiri.
Keily sendiri, dengan bahasa Inggris yang lancar, menuturkan kepada wartawan bahwa buku Chen Chen Goes to Space dia tulis sebagai hadiah kepada adiknya yang baru lahir. Karakter kelinci dia pilih karena shio adiknya dilambangkan oleh binatang itu.
"Saya senang karena buku ini mendapat banyak komentar bagus. Salah satunya seorang ibu di Amerika yang mengatakan bahwa dia mengunduh Chen Chen Goes to Space untuk dibacakan kepada anaknya, ibu tersebut juga merekomendasikan buku ini," kata Keily.
Pada mulanya Apple menolak buku Keily karena berbahasa Mandarin. Keily, atas saran dari gurunya, kemudian menambahkan bahasa Inggris.
Sebelumnya, pada Senin lalu anak Indonesia juga berprestasi di Olimpiade Fisika se-Asia di India dengan meraih dua emas, satu perak, dan dua perunggu.
McBryde mengatakan bahwa penulis kecil seperti Keily bisa menerbitkan buku karena teknologi internet yang semakin maju dan merevolusi cara orang menulis dan membagi informasi.
"Dulu, hanya orang dewasa yang dapat menerbitkan buku karena proses penerbitan yang begitu rumit, namun sekarang dengan bantuan teknologi, anak-anak seperti Keily juga bisa menulis buku," kata dia.
McBryde, kepada Antara, mengatakan bahwa sekolah-sekolah tidak perlu takut untuk mengintegrasikan teknologi ke dalam pendidikan yang diajarkan kepada anak.
Sebelumnya, majalah Time dalam edisi "10 Ideas That Are Changing Your Life" melaporkan bahwa teknologi internet yang memungkinkan setiap orang menyimpan dan mencari informasi telah mengurangi kemampuan analisis dan berpikir kritis.
"Karena orang berharap dapat menemukan informasi suatu fakta di internet, mereka cenderung untuk tidak mengingat fakta tersebut, tetapi justru mengingat di mana atau kata kunci apa yang dapat membantu menemukan fakta itu," tulis Time mengutip penelitian dari Universitas Columbia Amerika Serikat.
Dalam penelitian tersebut, ratusan orang diberi pertanyaan, "Adakah bendara sebuah negara yang hanya berwarna satu?". Sebagian besar partisipan tidak berpikir tentang bendera namun justru tentang komputer dan koneksi internet.
Partisipan dalam penelitian itu kemudian dibagi dalam dua kelompok diminta untuk mengetikkan beberapa kalimat di komputer. Para peneliti mengatakan kepada kelompok pertama bahwa informasi tersebut akan disimpan dan berkata pada grup kedua sebaliknya.
Saat diminta untuk mengingat kembali kalimat yang diketik, grup kedua berhasil memperoleh nilai yang lebih baik. "Hasil pada grup pertama terjadi pada sebagian orang saat ini. Kita tidak lagi merasa perlu untuk menginternalisasikan sebuah informasi karena sudah ada mesin pencari," tulis Time.
Padahal menurut penelitian tersebut, kemampuan analisis dan berpikir kritis hanya bisa dibangun jika ada banyak informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang.
Apa yang terjadi pada Keily menurut McBryde adalah sanggahan terhadap penelitian tersebut. "Keily mendemonstrasikan kemampuan analisis, daya imajinasi, dan pemikiran kritis dalam buku ini, meskipun dia belajar di sekolah yang sangat terintegrasi dengan teknologi," kata dia.
Oleh karena itu, McBryde menyarakankan agar sekolah-sekolah di Indonesia untuk mengajarkan penggunaan teknologi internet pada para siswanya, agar budaya menulis dikalangan anak muda dapat tumbuh berkembang.
"Tidak perlu takut dengan teknologi internet yang dikritik karena dapat menurunkan konsentrasi atau daya pikir kritis. Keily adalah contohnya. Mereka yang menolak teknologi adalah orang tua yang tidak siap dengan kenyataan baru," kata dia. (ANT)
Sumber: Oase, Kompas.com, Jumat, 11 Mei 2012
No comments:
Post a Comment