-- Dhurandhara HKP
JAKARTA - Sistem Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang dicanangkan pemerintah dianggap inkonstitusional. Karena RSBI menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar, bukan Bahasa Indonesia.
"Saya sangat menentang sistem pembelajaran di RSBI yang bahasa pengantarnya menggunakan Bahasa Inggris. Saya menuntut supaya pemerintah secepatnya membubarkan dan meniadakannya dari bumi Indonesia yang merdeka dan berdaulat," ujar mantan Mendikbud Daoed Joesoef, yang menjadi ahli dalam persidangan judicial review di MK, di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (15/5/2012).
Menurutnya beberapa alasan mengapa RSBI harus dihapuskan adalah selain karena tidak sesuai dengan konstitusi, sistem yang menggunakan bahasa Inggris tersebut bukan menjadi satu-satunya indikator kemajuan suatu bangsa. Selain itu dengan adanya sistem RSBI dan Sekolah Bertaraf Indonesia (SBI), pemerintah telah melakukan pengelompokan terhadap peserta didik.
"RSBI dan SBI sama saja dengan menimbulkan kekastaan. Karena secara tidak langsung telah menyiapkan dua jenis kelompok yaitu, kelompok cerdas yang begitu rupa, dan kelompok kedua, adalah kelompok yang sekadar penonton belaka dalam pembangunan nasional. Ini jelas telah melanggar azas demokrasi pendidikan," tegas menteri berpengaruh di masa Orba ini.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, salah satu saksi yang juga orang tua siswa yang anaknya bersekolah di sekolah yang sudah menganut RSBI, Husni Umar, menyatakan kekecewaanya terhadap sistem tersebut. Menurutnya, dia tidak melihat adanya perbedaan antara sistem RSBI dan sistem biasa.
"RSBI tidak berkolerasi untuk peningkatan kualitas sekolah, kualitas RSBI tidak memiliki fakta sekolah lebih baik. Kemarin itu lulusan terbaik untuk UN ada di Santa Ursula, BPK Penabur, Labschool Kebayoran, dengan faktanya di SMA 70 di kelas internasional tidak lulus UN. RSBI juga menimbulkan ketidakmerataan pendidikan, karena untuk RSBI jumlah uang yang harus dibayarkan per tahun sebesar 31 juta rupiah, dan iuran perbulannya 1 juta rupiah," ucap Husni.
Seperti diketahui, para orang tua murid dan aktivis pendidikan menguji pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas karena tak bisa mengakses satuan pendidikan RSBI/SBI ini lantaran mahal. Mereka adalah Andi Akbar Fitriyadi, Nadia Masykuria, Milang Tauhida (orang tua murid), Juwono, Lodewijk F Paat, Bambang Wisudo, Febri Antoni Arif (aktivis pendidikan).
Mereka menilai pasal yang mengatur penyelenggaraan satuan pendidikan bertaraf internasional itu diskriminatif. Keberadaan pasal itu menimbulkan praktik perlakuan yang berbeda antara sekolah umum dan RSBI/SBI. Misalnya, dalam sekolah umum fasilitasnya minim dan guru-gurunya kurang memenuhi kualifikasi. Sementara di sekolah RSBI fasilitas lengkap dan guru-gurunya berkualitas. RSBI juga menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar.
Data yang didapat pemohon ada sekitar 1.305 RSBI di berbagai level pendidikan. Padahal dalam pasal yang digugat koalisi ke MK disebut pemerintah minimal menyelenggarakan satu satuan pendidikan bertaraf internasional.
(riz/nrl)
Sumber: detikNews, Selasa, 15 Mei 2012
JAKARTA - Sistem Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang dicanangkan pemerintah dianggap inkonstitusional. Karena RSBI menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar, bukan Bahasa Indonesia.
"Saya sangat menentang sistem pembelajaran di RSBI yang bahasa pengantarnya menggunakan Bahasa Inggris. Saya menuntut supaya pemerintah secepatnya membubarkan dan meniadakannya dari bumi Indonesia yang merdeka dan berdaulat," ujar mantan Mendikbud Daoed Joesoef, yang menjadi ahli dalam persidangan judicial review di MK, di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (15/5/2012).
Menurutnya beberapa alasan mengapa RSBI harus dihapuskan adalah selain karena tidak sesuai dengan konstitusi, sistem yang menggunakan bahasa Inggris tersebut bukan menjadi satu-satunya indikator kemajuan suatu bangsa. Selain itu dengan adanya sistem RSBI dan Sekolah Bertaraf Indonesia (SBI), pemerintah telah melakukan pengelompokan terhadap peserta didik.
"RSBI dan SBI sama saja dengan menimbulkan kekastaan. Karena secara tidak langsung telah menyiapkan dua jenis kelompok yaitu, kelompok cerdas yang begitu rupa, dan kelompok kedua, adalah kelompok yang sekadar penonton belaka dalam pembangunan nasional. Ini jelas telah melanggar azas demokrasi pendidikan," tegas menteri berpengaruh di masa Orba ini.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, salah satu saksi yang juga orang tua siswa yang anaknya bersekolah di sekolah yang sudah menganut RSBI, Husni Umar, menyatakan kekecewaanya terhadap sistem tersebut. Menurutnya, dia tidak melihat adanya perbedaan antara sistem RSBI dan sistem biasa.
"RSBI tidak berkolerasi untuk peningkatan kualitas sekolah, kualitas RSBI tidak memiliki fakta sekolah lebih baik. Kemarin itu lulusan terbaik untuk UN ada di Santa Ursula, BPK Penabur, Labschool Kebayoran, dengan faktanya di SMA 70 di kelas internasional tidak lulus UN. RSBI juga menimbulkan ketidakmerataan pendidikan, karena untuk RSBI jumlah uang yang harus dibayarkan per tahun sebesar 31 juta rupiah, dan iuran perbulannya 1 juta rupiah," ucap Husni.
Seperti diketahui, para orang tua murid dan aktivis pendidikan menguji pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas karena tak bisa mengakses satuan pendidikan RSBI/SBI ini lantaran mahal. Mereka adalah Andi Akbar Fitriyadi, Nadia Masykuria, Milang Tauhida (orang tua murid), Juwono, Lodewijk F Paat, Bambang Wisudo, Febri Antoni Arif (aktivis pendidikan).
Mereka menilai pasal yang mengatur penyelenggaraan satuan pendidikan bertaraf internasional itu diskriminatif. Keberadaan pasal itu menimbulkan praktik perlakuan yang berbeda antara sekolah umum dan RSBI/SBI. Misalnya, dalam sekolah umum fasilitasnya minim dan guru-gurunya kurang memenuhi kualifikasi. Sementara di sekolah RSBI fasilitas lengkap dan guru-gurunya berkualitas. RSBI juga menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar.
Data yang didapat pemohon ada sekitar 1.305 RSBI di berbagai level pendidikan. Padahal dalam pasal yang digugat koalisi ke MK disebut pemerintah minimal menyelenggarakan satu satuan pendidikan bertaraf internasional.
(riz/nrl)
Sumber: detikNews, Selasa, 15 Mei 2012
No comments:
Post a Comment