-- Indra Akuntono & Latief
JAKARTA, KOMPAS.com - Isi kurikulum mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dan Sejarah yang mengingkari dan mereduksi peran Bung Karno sebagai pencetus dan penggali Pancasila harus segera dihapus dari kurikulum pelajaran tersebut.
Demikian dikatakan ketua Ikatan Guru Civic Indonesia (IGCI), Retno Listyarti, dalam sebuah diskusi bertajuk Revitalisasi Pendidikan Pancasila: Memperkokoh Keberagaman Menuju Keadilan, yang digelar Kamis (31/5/2012), di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta.
"Ini penting, dan perlu tindakan nyata dari pemangku kepentingan agar tidak menyesatkan peserta didik atau generasi muda Indonesia," kata Retno.
Ia menjelaskan, konseptualisasi Pancasila melibatkan partisipasi berbagai unsur dan golongan. Meski demikian, tak dapat dipungkiri adanya para individu yang memainkan peranan penting dalam menggali pemikiran dasar falsafah Pancasila dengan mensintesiskan antara Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme.
Salah satu individu tersebut adalah Soekarno. Soekarno adalah orang pertama yang mengkonsepkan dasar negara dalam konteks falsafah atau pandangan dunia secara sistematis dan koheren. Namun demikian, Retno menilai, di masa Orde Baru (Orba) ada upaya-upaya mereduksi peran Soekarno sebagai pencetus dan penggali Pancasila.
"Yang masuk dalam kurikulum pendidikan nasional selama hampir 40 tahun adalah formula rekayasa. Tujuannya jelas, untuk mereduksi peran Soekarno sebagai penggali Pancasila. Terjadi kebohongan publik selama puluhan tahun atas sejarah lahirnya Pancasila," tutur Retno.
Dia melanjutkan, pada era Orba telah terdapat tiga kesalahan dalam memandang kelima prinsip Pancasila. Pertama, membuat Pancasila sebagai keramat dan sakti. Kedua, membuat Pancasila bagian dari simbol eksekutif penguasa. Ketiga, mendukung Pancasila dengan ancaman kekerasan.
"Sejak reformasi berhembus, banyak generasi muda salah sangka mengenai relevansi Pancasila dengan masa kini dan mendatang. Eksistensi Pancasila diragukan sebagai falsafah hidup dan cermin impian bersama seluruh bangsa tentang pedoman hidup berbangsa dan bernegara yang diidealkan bersama," tegasnya.
Seperti diketahui, peringatan lahirnya Pancasila setiap 1 Juni telah dilarang sejak dekade 1970-an. Peringatakan yang kerap diperingati justru Hari Kesaktian Pancasila pada setiap 1 Oktober.
Sumber: Edukasi, Kompas.com, Kamis, 31 Mei 2012
JAKARTA, KOMPAS.com - Isi kurikulum mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dan Sejarah yang mengingkari dan mereduksi peran Bung Karno sebagai pencetus dan penggali Pancasila harus segera dihapus dari kurikulum pelajaran tersebut.
Selama hampir 40 tahun adalah formula rekayasa. Tujuannya jelas, mereduksi peran Soekarno sebagai penggali Pancasila. Terjadi kebohongan publik selama puluhan tahun atas sejarah lahirnya Pancasila.
-- Retno Listyarti
Demikian dikatakan ketua Ikatan Guru Civic Indonesia (IGCI), Retno Listyarti, dalam sebuah diskusi bertajuk Revitalisasi Pendidikan Pancasila: Memperkokoh Keberagaman Menuju Keadilan, yang digelar Kamis (31/5/2012), di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta.
"Ini penting, dan perlu tindakan nyata dari pemangku kepentingan agar tidak menyesatkan peserta didik atau generasi muda Indonesia," kata Retno.
Ia menjelaskan, konseptualisasi Pancasila melibatkan partisipasi berbagai unsur dan golongan. Meski demikian, tak dapat dipungkiri adanya para individu yang memainkan peranan penting dalam menggali pemikiran dasar falsafah Pancasila dengan mensintesiskan antara Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme.
Salah satu individu tersebut adalah Soekarno. Soekarno adalah orang pertama yang mengkonsepkan dasar negara dalam konteks falsafah atau pandangan dunia secara sistematis dan koheren. Namun demikian, Retno menilai, di masa Orde Baru (Orba) ada upaya-upaya mereduksi peran Soekarno sebagai pencetus dan penggali Pancasila.
"Yang masuk dalam kurikulum pendidikan nasional selama hampir 40 tahun adalah formula rekayasa. Tujuannya jelas, untuk mereduksi peran Soekarno sebagai penggali Pancasila. Terjadi kebohongan publik selama puluhan tahun atas sejarah lahirnya Pancasila," tutur Retno.
Dia melanjutkan, pada era Orba telah terdapat tiga kesalahan dalam memandang kelima prinsip Pancasila. Pertama, membuat Pancasila sebagai keramat dan sakti. Kedua, membuat Pancasila bagian dari simbol eksekutif penguasa. Ketiga, mendukung Pancasila dengan ancaman kekerasan.
"Sejak reformasi berhembus, banyak generasi muda salah sangka mengenai relevansi Pancasila dengan masa kini dan mendatang. Eksistensi Pancasila diragukan sebagai falsafah hidup dan cermin impian bersama seluruh bangsa tentang pedoman hidup berbangsa dan bernegara yang diidealkan bersama," tegasnya.
Seperti diketahui, peringatan lahirnya Pancasila setiap 1 Juni telah dilarang sejak dekade 1970-an. Peringatakan yang kerap diperingati justru Hari Kesaktian Pancasila pada setiap 1 Oktober.
Sumber: Edukasi, Kompas.com, Kamis, 31 Mei 2012
No comments:
Post a Comment