-- Dwi Rejeki
BERAGAM karya seni budaya asli masyarakat Papua belakangan ini mulai terancam punah. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan pada suatu saat nanti seni budaya masyarakat Papua itu hilang begitu saja karena tidak adanya regenerasi.
Kekhawatiran itu bisa menjadi kenyataan karena hingga saat ini terkesan tidak adanya perhatian pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum atas potensiseni budaya masyarakat Papua. Di sisi lain, Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Papua belum mengatur usaha perlindungan karya-karya seni dan budaya masyarakat Papua.
Pengawas Kebudayaan dan Kesenian Papua, Ramandey dalam sebuah diskusi tentang usaha penyelamatan potensi seni budaya masyarakat Papua di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, pekan lalu menegaskan bahwa satu persatu potensi seni budaya masyarakat Papua kini terancam kepunahan karena tidak adanya perlindungan.
Oleh karena itu satu persatu potensi kesenian masyarakat Papua juga mulai dilupakan orang. Berkait dengan itulah, kepada sejumlah wartawan di Biak, Papua, baru-baru ini, Ramendey berharap bantuan agar memberitalan kenyataan tersebut. Dengan pemberitaan wartawan Ramendey berharap ada perhatian dari pemerintah, paling tidak memikirkan bagaimana menyelamatkan potensi seni budaya masyarakat Papua dari ancaman kepunahannya. "Kami juga berharap Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua bersama DPRD Papua segera mengesahkan Peraturan Perlindungan Karya Seni Budaya Papua dan Perdasus sebagai bentuk proteksi dalam menjaga keaslian budaya Papua. Ketika Belanda menguasai Biak, telah ada pengakuan perlindungan budaya asli Papua. Tapi, sekarang tidak ada peraturan daerah yang melindungi karya seni di Papua," kata Ramandey.
Ia menambahkan, pembentukan Perdasus dan Perdasi Papua untuk perlindungan karya seniman di Papua sangat mendesak disahkan oleh pihak pemerintah dan DPR Papua. "Jangan sampai terjadi negara lain mengklaim seni budaya masyarakat Papua, baru kita pusing memikirkan usaha perlindungan karya seni dan budaya masyarakat Papua. Saat ini banyak karya seni dan budaya Papua mengalir ke negara-negara asing seperti Australia, Papua Nugini, serta Selandia Baru," kata Ramandey.
Penyiapan Perdasus dan Perdasi Perlindungan Budaya Asli Papua, menurut Ramandey, merupakan upaya masyarakat Papua dalam menjaga keaslian budaya Papua.
Ada beberapa budaya asli Papua yang mengalami pergeseran. Contohnya, menurut Ramandey, di Genyem Kabupaten Jayapura, warga asli Papua telah mengubah pola makan papeda dengan tahu.
Bahkan, ketika digelar Festival Danau Sentani di Jayapura, beberapa bulan lalu, kelihatan pelaku kesenian dan gelar budaya warga Papua adalah orang-orang tua yang sudah uzur usianya. "Itu memprihatinkan karena membuktikan tidak adanya regenerasi. Kenyataan itu bisa membahayakan kalau anak-anak muda Papua sekarang juga tidak diperkenalkan dengan beragam bentuk seni dan budaya Papua," ujar beberapa pakar seni budaya Papua yang ikut hadir dalam diskusi di anjungan daerah Papua, Taman Mini Indonesia Indah.
Pakar budaya itu juga membenarkan, kebiasaan lama warga Papua kini berangsur hilang, yakni makan papeda dengan ikan gabus. Dulu, warga Papua tidak mau makan papeda kalau bukan dengan kuah ikan gabus. Tapi, sekarang mereka memilih makan papeda dengan sayur tahu.
Perubahan budaya Papua lainnya, menurut Ramandey, patung lukisan yang dijual di kawasan sentra Pasar Hamadi yang dulu dihasilkan masyarakat Sentani, Kabupaten Jayapura, kini telah dapat dibuat perajin patung dari Makassar.
Juga tifa genderang khas Biak, pada awalnya dibuat dua tempat tabuhnya. Tetapi, saat ini tinggal satu tempat. "Karya seni asli Papua jika tidak dilindungi dari sekarang, pada beberapa tahun ke depan akan musnah serta tidak dikenali lagi generasi muda Papua, Karena itu, Perdasus dan Perdasi Papua sangat tepat menjaga keaslian budaya Papua," kata Ramandey.
Menanggapi ajang Festival Seni Papua di Kabupaten Biak Numfor, Ramandey mengatakan, karena ajang kreasi seni merupakan pesta rakyat di tanah Papua, maka kegiatan itu perlu dipublikasikan.
"Rakyat selalu menggelar pesta, tetapi masyarakat Papua sendiri tidak begitu banyak menghadiri pesta seni budaya asli Papua di Kabupaten Biak Numfor," ujar Ramandey.
Sumber: Suara Karya, Sabtu, 19 Mei 2012
BERAGAM karya seni budaya asli masyarakat Papua belakangan ini mulai terancam punah. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan pada suatu saat nanti seni budaya masyarakat Papua itu hilang begitu saja karena tidak adanya regenerasi.
Kekhawatiran itu bisa menjadi kenyataan karena hingga saat ini terkesan tidak adanya perhatian pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum atas potensiseni budaya masyarakat Papua. Di sisi lain, Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Papua belum mengatur usaha perlindungan karya-karya seni dan budaya masyarakat Papua.
Pengawas Kebudayaan dan Kesenian Papua, Ramandey dalam sebuah diskusi tentang usaha penyelamatan potensi seni budaya masyarakat Papua di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, pekan lalu menegaskan bahwa satu persatu potensi seni budaya masyarakat Papua kini terancam kepunahan karena tidak adanya perlindungan.
Oleh karena itu satu persatu potensi kesenian masyarakat Papua juga mulai dilupakan orang. Berkait dengan itulah, kepada sejumlah wartawan di Biak, Papua, baru-baru ini, Ramendey berharap bantuan agar memberitalan kenyataan tersebut. Dengan pemberitaan wartawan Ramendey berharap ada perhatian dari pemerintah, paling tidak memikirkan bagaimana menyelamatkan potensi seni budaya masyarakat Papua dari ancaman kepunahannya. "Kami juga berharap Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua bersama DPRD Papua segera mengesahkan Peraturan Perlindungan Karya Seni Budaya Papua dan Perdasus sebagai bentuk proteksi dalam menjaga keaslian budaya Papua. Ketika Belanda menguasai Biak, telah ada pengakuan perlindungan budaya asli Papua. Tapi, sekarang tidak ada peraturan daerah yang melindungi karya seni di Papua," kata Ramandey.
Ia menambahkan, pembentukan Perdasus dan Perdasi Papua untuk perlindungan karya seniman di Papua sangat mendesak disahkan oleh pihak pemerintah dan DPR Papua. "Jangan sampai terjadi negara lain mengklaim seni budaya masyarakat Papua, baru kita pusing memikirkan usaha perlindungan karya seni dan budaya masyarakat Papua. Saat ini banyak karya seni dan budaya Papua mengalir ke negara-negara asing seperti Australia, Papua Nugini, serta Selandia Baru," kata Ramandey.
Penyiapan Perdasus dan Perdasi Perlindungan Budaya Asli Papua, menurut Ramandey, merupakan upaya masyarakat Papua dalam menjaga keaslian budaya Papua.
Ada beberapa budaya asli Papua yang mengalami pergeseran. Contohnya, menurut Ramandey, di Genyem Kabupaten Jayapura, warga asli Papua telah mengubah pola makan papeda dengan tahu.
Bahkan, ketika digelar Festival Danau Sentani di Jayapura, beberapa bulan lalu, kelihatan pelaku kesenian dan gelar budaya warga Papua adalah orang-orang tua yang sudah uzur usianya. "Itu memprihatinkan karena membuktikan tidak adanya regenerasi. Kenyataan itu bisa membahayakan kalau anak-anak muda Papua sekarang juga tidak diperkenalkan dengan beragam bentuk seni dan budaya Papua," ujar beberapa pakar seni budaya Papua yang ikut hadir dalam diskusi di anjungan daerah Papua, Taman Mini Indonesia Indah.
Pakar budaya itu juga membenarkan, kebiasaan lama warga Papua kini berangsur hilang, yakni makan papeda dengan ikan gabus. Dulu, warga Papua tidak mau makan papeda kalau bukan dengan kuah ikan gabus. Tapi, sekarang mereka memilih makan papeda dengan sayur tahu.
Perubahan budaya Papua lainnya, menurut Ramandey, patung lukisan yang dijual di kawasan sentra Pasar Hamadi yang dulu dihasilkan masyarakat Sentani, Kabupaten Jayapura, kini telah dapat dibuat perajin patung dari Makassar.
Juga tifa genderang khas Biak, pada awalnya dibuat dua tempat tabuhnya. Tetapi, saat ini tinggal satu tempat. "Karya seni asli Papua jika tidak dilindungi dari sekarang, pada beberapa tahun ke depan akan musnah serta tidak dikenali lagi generasi muda Papua, Karena itu, Perdasus dan Perdasi Papua sangat tepat menjaga keaslian budaya Papua," kata Ramandey.
Menanggapi ajang Festival Seni Papua di Kabupaten Biak Numfor, Ramandey mengatakan, karena ajang kreasi seni merupakan pesta rakyat di tanah Papua, maka kegiatan itu perlu dipublikasikan.
"Rakyat selalu menggelar pesta, tetapi masyarakat Papua sendiri tidak begitu banyak menghadiri pesta seni budaya asli Papua di Kabupaten Biak Numfor," ujar Ramandey.
Sumber: Suara Karya, Sabtu, 19 Mei 2012
No comments:
Post a Comment