Saturday, November 09, 2013

Syahnagra “Membaca” Indonesia

-- Nofanolo Zagoto

Lewat perasaan dan perenungan pada alam dan negerinya, Syahnagra Ismail membuat lukisan.

Para pengunjung sedang menikmati lukisan karya SyahnagraGaleri Cipta 3
TIM, Jakarta, Sabtu (2/11) malam. Pameran perupa lulusan seni rupa IKJ
ini akan berlangsung hingga 15 November 2013. (SH/Muniroh)

SEKALI lagi Syahnagra memperlihatkan ketertarikannya pada lanskap. Lihatlah, bagaimana pelukis kelahiran Teluk Betung, 18 Agustus 1953 tersebut menggambar pepohonan pada kanvas yang diberinya judul “Pohon Merah Jambu”.

Pemilihan warnanya tampak spontan dan penuh dengan titik-titik kecil cat, layaknya pointilism.

Lukisan Syahnagra yang satu ini menyajikan pepohonan, yang dengan daun merah jambu yang mengelilingi sebuah desa. Karya-karya Syahnagra kalau dicermati tak pernah jauh dari pemandangan alam dan satu yang kerap muncul adalah pohon. Kalau mengingat perbincangan beberapa waktu yang lalu dengan si seniman, pohon adalah simbol yang melindungi.

Simak juga karyanya yang berjudul “Pura di Pinggir Sawah”. Bentang alam digambarkan oleh Syahnagra dengan sapuan kuas berwarna hijau yang nyaris mengisi sepertiga bidang kanvas. Di bagian itu tampak Syahnagra menggunakan palet buat menggambarkan hamparan sawah yang hijau. Tepat di sampingnya ia melukis beberapa pura.

Dari lukisan-lukisan itu saja sedikit banyak tampak usaha Syahnagra yang coba menuangkan perasaannya, hasil perenungannya saat dekat dengan alam.

Tapi, tak cuma dua lukisan, ada puluhan lukisan lain yang dipertontonkan dalam pameran tunggal Syahnagra yang bertema “Indonesia Raya” ini di Galeri Cipta III, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, pada 2 November 2013 hingga 15 November 2013 nanti.

Syahnagra merefleksikan Indonesia dengan caranya. Ia banyak menunjukkan perasaannya dengan lanskap, sesuai pengalamannya ketika ia berusaha menyatu dengan alam Nusantara. “Tapi, sebetulnya ini adalah sinisme saya melihat Indonesia. Banyak koruptor, kekejaman, dan kebrutalan anak sekolah,” katanya saat pembukaan pameran.

Namun, perkataan Syahnagra mengenai tema sinisme Indonesia ini sebenarnya tampak “samar-samar” saat melihat pilihan lanskap yang mewakili keelokan alam atau mengabadikan suasana pelabuhan, misalkan, seperti yang tertangkap pada beberapa karyanya.

Hanya saja ia sempat menjelaskan kalau karya-karya itu dihasilkannya lewat pengalamannya menyambangi Nusantara. Yang lebih terasa adalah perasaan Syahnagra saat bersentuhan langsung dengan alam, contohnya lukisannya yang berjudul “Pohon Menari” dan “Taman Raja-Raja”.

Keberanian

Simaklah caranya mengabadikan kapal laut di pelabuhan pada beberapa lukisan, misalnya karya yang berjudul “Dialog di Pelabuhan” yang terbagi dalam empat panel terpisah. Ia melukis beberapa kapal laut dengan latar kemerahan seolah langit senja.

“Perahu (atau kapal laut) adalah simbol sebuah kebebasan dan keberanian,” ujar Syahnagra. Dengan suanasa yang tak jauh berbeda, pada pameran ini ia juga menampilkan “Kapal Putih dan Langit Fajar”.

Kurator Chandra Johan, berdasarkan catatan dalam katalogus, menjelaskan, seni lukis Syahnagra memang lebih berurusan dengan perasaan dan konten lukisan. Ia juga menjelaskan, selain penafsiran dan pengamatan yang cermat, diperlukan juga penghayatan yang mendalam untuk mengapresiasi lukisan Syahnagra. n
  
Sumber: Suara Karya, Sabtu, 9 Nopember 2013

No comments: