Sunday, November 03, 2013

[Jendela Buku] Mencari Sengkuni di Sekitar Istana

-- Kleden Suban

DALAM dunia pewayangan Sengkuni adalah maha-patih yang lihai, licik, culas dan menghalalkan segala cara demi mencapai tujuannya. Sengkuni selalu berusaha memengaruhi kebijakan raja untuk kepentingannya atau kelompoknya.

Sengkuni memengaruhi kebijakan politik, bermain di sektor ekonomi, menerabas bidang hukum serta sektor strategis lainnya.

Itulah yang hendak ditunjuk buku Presiden dalam Pusaran Politik Sengkuni. Penulisnya, Bambang Soesatyo, anggota Komisi II DPR dari Partai Golkar yang akrab disapa Bamsoet membuka kembali sejumlah fakta yang dinilainya ada pengaruh Seng­kuni.

Tetapi jangan berharap Bamsoet membuat daftar nama para Sengkuni di sekitar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tetapi dari fakta yang dipaparkan serta kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Presiden, penulis hendak menarik sebuah garis untuk pembaca mengenai Sengkuni di sekitar Presiden Yudhoyono itu.

Diakui bahwa Bamsoet adalah satu dari sedikit anggota DPR yang berani menyampaikan kritik secara terbuka, terus terang, tidak berbelit, tidak berkelit, dan tidak berputar-putar tetapi langsung ke jantung kekuasaan. Dia jenis politisi langka yang tidak suka basa-basi.

Dia memilih konsisten tanpa peduli labelisasi itu. Meski berasal dari Partai Golkar dan otomatis masuk dalam koalisi pendukung pemerintahan Yudhoyono-Boediono, Bamsoet seperti bola liar yang sulit dikendalikan Partai Golkar (ataukah dibiarkan Golkar?).

Sikap kritis itu jelas terlihat dalam buku ini. Bamsoet gusar melihat Sengkuni di sekitar Presiden Yudhoyono. Kehormatan Presiden dan lembaga kepresidenan sering harus dipertaruhkan dengan kelicikan dan ketamakan para Sengkuni.

Anda tentu masih ingat ketika Presiden Yudhoyono bangga dengan temuan blue energy yang kemudian ternyata hanya kebohongan setelah UGM Yogyakarta menegaskan bahwa blue energy temuan Joko Suprapto dan timnya adalah omong kosong, menyesatkan dan bertendensi penipuan. Joko Suprapto malah akhirnya dihukum Pengadilan Negeri Bantul, Yogyakarta dengan hukuman 3 tahun 6 bulan penjara.

Bagaimana mungkin sebuah sindikat penipu bisa masuk sampai ke Istana? Bagaimana mungkin SBY, se­orang yang sangat hati-hati, sosok yang cermat, akhirnya bisa percaya dan keseng­sem pada bim­salabim yang mengubah air laut menjadi bensin?

Kita tentu juga masih ingat ketika berbagai kalangan memprotes penghargaan World Statesman Award yang diberikan kepada Presiden Yudhoyono. Organisasi Appeal of Conscience Foundation (ACF) menilai SBY berjasa dalam memajukan penghormatan terhadap HAM dan kebebasan beragama. Tetapi bagi banyak kalangan hal itu tidak sesuai dengan kondisi dalam negeri yang mana perlindungan terhadap kaum minoritas dan kebebasan beragama masih sangat kurang. ‘’Penghargaan itu sangat tidak pantas. Itu sesuatu yang memalukan. Mana kebebasan beragama? Mana tempat berlindung minoritas? Tidak ada. Negara tidak hadir dalam melindungi orang-orang yang dikejar-kejar oleh polisi-polisi swasta di Indonesia,’’ kata mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Buya Ahmad Syafii Maarif (xiii).

Masih ada beberapa fakta lain yang disebut Bamsoet dalam bukunya itu. Misalnya SBY yang lebih sibuk mengurusi partai-partai koalisi, pemerintahan SBY yang masih tergantung pada utang padahal pada Oktober 2006 sebenarnya Indonesia sudah melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar US$3,2 miliar (51).

Pengaruh Sengkuni

Paling tidak terdapat 25 contoh kebijakan atau sikap pemerintah yang menurut Bamsoet beraroma pengaruh Sengkuni.

Presiden atau kepala pemerintahan di manapun tentu saja membutuhkan sejumlah tokoh dan ahli untuk brainstorming mengenai kebijakan yang akan dikeluarkan atau menanggapi isu yang berkembang.

Orang-orang pilihan itu mutlak berorientasi pada agenda kepentingan rakyat, bukan agenda kepentingan pribadi atau kelompok yang dikemas seolah-olah kepentingan rakyat.

Jika para pembisik itu berkiblat pada kepentingan pribadi, atau kelompok maka mereka telah menjelma menjadi Sengkuni yang licik, lihai dan culas.

Tentu saja selama sembilan tahun berkuasa, Yudhoyono telah mengeluarkan ribuan kebijakan, tetapi tidak terangkum dalam buku ini, dan sangat mungkin kebijakan-kebijakan tersebut terbebas dari pengaruh Sengkuni.

Pertanyaan lain adalah: apakah DPR sebagai habitat Bamsoet, bersih dari pengaruh politik Sengkuni? Kita menunggu buku Bamsoet berikutnya mungkin berjudul DPR dalam Pusaran Politik Sengkuni.

Betapapun judul buku ini sangat merangsang untuk dibaca. Buku ini penting untuk dibaca guna melihat sisi lain dari pemerintahan ini. Melihat Pengantar yang ditulis Prof Dr Mahfud MD, serta komentar dari Jusuf Kalla, Din Syamsuddin, Aburizal Bakrie, Romo Benny Susetyo dan Prof Dr Tjipta Lesmana menandakan buku ini ‘berkelas’.

Buku ini mengusik daya kritis kita untuk menelaah lebih dalam siapa saja Sengkuni di sekitar Istana itu.  (M-2)

Sumber: Media Indonesia, Minggu, 3 November 2013

No comments: