Kebudayaan merupakan siasat, kata Karlina Supelli.
JAKARTA – Filsuf Karlina Supelli dalam Pidato Kebudayaan-nya menyimpulkan kebudayaan dapat dijadikan sebagai sebuah siasat dalam kehidupan sehari-hari.
"Mengapa tawaran saya adalah siasat dan bukan peta besar atau strategi? Karena dalam kondisi seperti sekarang, kita perlu menetapkan prioritas. Kalau pun kita sanggup menggambar peta besar, perjalanan kita akan tersendat sebelum berhasil mentransformasikan kebiasaan-kebiasaan publik kita," kata Karlina dalam Pidato Kebudayaan di Teater Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Senin (11/11) malam.
"Dari seluruh hasil renungan pribadi dan diskusi-diskusi yang pernah saya ikuti, saya menemukan bahwa kebudayaan merupakan siasat. Lebih rinci, saya menemukan ada delapan pokok siasat kebudayaan," ujar doktor filsafat Universitas Indonesia berusia 55 tahun ini.
Pertama, kebudayaan membangkitkan kembali kebiasaan berpikir serius, bukan sekadar melempar komentar. Kedua, kebudayaan mengubah konsep ekonomi dari urusan pasar dan jual beli uang ke urusan mata pencaharian warga biasa.
Ketiga, kebudayaan melatih kebiasaan mau mengakui kesalahan dan berkata benar. Keempat, kebudayaan melatih kebiasaan berpolitik karena tanggung jawab dan komitmen pada kehidupan publik, bukan pribadi.
Kelima, kebudayaan melatih hasrat berbelanja karena perlu, bukan karena mau. Keenam, kebudayaan membangun kebiasaan baru seluas bangsa untuk menilai bahwa korupsi, plagiarisme, dan mencontek bukan hal yang lazim, tetapi kriminalitas.
Ketujuh, kebudayaan mengembalikan makna profesi sebagai janji publik, bukan sekadar keahlian. Terakhir, kebudayaan melatih bertindak karena komitmen, bukan semata karena suka, kata Karlina.
Pidato Kebudayaan merupakan program tahunan DKJ bersama Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (PKJ TIM). Tradisi yang diselenggarakan sejak 1989 ini sebagai bagian dari perayaan ulang tahun TIM itu setiap tahun mengundang tokoh nasional untuk mengupas persoalan penting dan aktual dari perspektif kebudayaan. (ANT)
Sumber: Sinar Harapan, Selasa, 12 November 2013
Karlina Supelli. (Dok/langitperempuan.com) |
"Mengapa tawaran saya adalah siasat dan bukan peta besar atau strategi? Karena dalam kondisi seperti sekarang, kita perlu menetapkan prioritas. Kalau pun kita sanggup menggambar peta besar, perjalanan kita akan tersendat sebelum berhasil mentransformasikan kebiasaan-kebiasaan publik kita," kata Karlina dalam Pidato Kebudayaan di Teater Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Senin (11/11) malam.
"Dari seluruh hasil renungan pribadi dan diskusi-diskusi yang pernah saya ikuti, saya menemukan bahwa kebudayaan merupakan siasat. Lebih rinci, saya menemukan ada delapan pokok siasat kebudayaan," ujar doktor filsafat Universitas Indonesia berusia 55 tahun ini.
Pertama, kebudayaan membangkitkan kembali kebiasaan berpikir serius, bukan sekadar melempar komentar. Kedua, kebudayaan mengubah konsep ekonomi dari urusan pasar dan jual beli uang ke urusan mata pencaharian warga biasa.
Ketiga, kebudayaan melatih kebiasaan mau mengakui kesalahan dan berkata benar. Keempat, kebudayaan melatih kebiasaan berpolitik karena tanggung jawab dan komitmen pada kehidupan publik, bukan pribadi.
Kelima, kebudayaan melatih hasrat berbelanja karena perlu, bukan karena mau. Keenam, kebudayaan membangun kebiasaan baru seluas bangsa untuk menilai bahwa korupsi, plagiarisme, dan mencontek bukan hal yang lazim, tetapi kriminalitas.
Ketujuh, kebudayaan mengembalikan makna profesi sebagai janji publik, bukan sekadar keahlian. Terakhir, kebudayaan melatih bertindak karena komitmen, bukan semata karena suka, kata Karlina.
Pidato Kebudayaan merupakan program tahunan DKJ bersama Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (PKJ TIM). Tradisi yang diselenggarakan sejak 1989 ini sebagai bagian dari perayaan ulang tahun TIM itu setiap tahun mengundang tokoh nasional untuk mengupas persoalan penting dan aktual dari perspektif kebudayaan. (ANT)
Sumber: Sinar Harapan, Selasa, 12 November 2013
No comments:
Post a Comment