Wednesday, May 27, 2009

Syarat Masuk Perguruan Tinggi: Bahasa Indonesia Tak Prioritas

[BANDUNG] Sejumlah guru mempertanyakan kredibilitas bahasa Indonesia dalam kurikulum pendidikan nasional dan prioritas syarat kelulusan masuk perguruan tinggi (PT). Kedudukan bahasa Indonesia digeser oleh bahasa Inggris.

Pertanyaan tersebut disampaikan sejumlah guru di sela-sela seminar internasional bahasa Indonesia di Bandung, Jawa Barat Selasa (26/5) menanggapi situasi di mana kini bahasa Indonesia kedudukannya malah tergeser dalam pencantumannya di rapor siswa serta pada beberapa ujian persyaratan kelulusan atau saringan masuk perguruan tinggi, oleh bahasa Inggris.

Bahkan beberapa guru juga khawatir dengan semakin dipandang sepelenya bahasa daerah pada pendidikan dasar di Indonesia.

"Yang saya khawatirkan kini bukan hanya betapa pembelajaran bahasa Indonesia serta bahasa daerah semakin kurang diminati oleh para siswa, tetapi juga bahwa pemerintah mendukungnya dengan memberikan kebijakan yang menomorduakan bahasa Indonesia dan menganaktirikan bahasa daerah," ujar seorang guru dari Kabupaten Bandung yang enggan menyebutkan namanya, di Bandung, Selasa (26/5).

Dalam seminar internasional bahasa dan pendidikan anak bangsa bertema Pemanfaatan Bahasa Sebagai Sarana Pembentukan Kepribadian dan Kecerdasan Anak Bangsa Dalam Rangka pendidikan Berkelanjutan" sebelumnya dibahas mengenai betapa kepunahan bahasa daerah akan menjadi kendala dalam upaya pemberantasan buta aksara melalui bahasa daerah.

Amanat UUD 1945


Permasalahan bahasa daerah dan bahasa Indonesia ini antara lain meliputi penelitian, pengembangan, pembinaan, perlindungan, dan dokumentasi dalam rangka revitalisasi pelestarian bahasa daerah yang menjadi amanat Pasal 32 dan Pasal 36 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Di sisi lain, Pembantu Rektor Bidang Akademik Universitas Pendidikan Indonesia A Chaedar Alwasilah mengkritisi pengajaran bahasa Indonesia di pendidikan dasar dan menengah. Menurut dia, seharusnya mata pelajaran Bahasa Indonesia itu sudah tidak perlu lagi dijadikan sebagai mata kuliah dasar umum di tingkat perguruan tinggi.

"Karena itu hanya mengulang pelajaran di SMA. Ini berarti pengajaran bahasa di tingkat sebelumnya gagal," kata dia.

Dirjen Pendidikan Non-Formal dan Informal (PNFI) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Hamid Muhammad mengatakan UNESCO (United Nations Educational atau Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Dunia) sebelumnya telah menetapkan tanggal 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional, di mana hal tersebut merupakan kesadaran kolektif secara internasional bahwa bahasa ibu harus dipertahankan, dan penyadaran bahwa politik bahasa di beberapa negara dunia tidak berpihak pada bahasa ibu.

Sebelumnya, pada acara berbeda dengan tema yang sama, dinyatakan sejauh ini ada sejumlah satuan pemetaan bahasa ibu di Indonesia, di antaranya adalah 26 bahasa di Sumatera, 10 bahasa di Jawa, 55 bahasa di Kalimantan, 58 bahasa di Sulawesi, 51 bahasa di Maluku, dan 207 bahasa di Papua.

Namun, untuk anak bahasanya, masih terdapat ratusan bahasa yang belum terhitung jumlahnya hingga sekarang dan diduga menuju kepunahan. [DDS/153]

Sumber: Suara Pembaruan, Rabu, 27 Mei 2009

No comments: