MAHKOTA seorang wartawan adalah jika ia mampu menulis buku. Kata bijak ini dikemukakan Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama dalam berbagai kesempatan dan baru saja dijawab oleh Andreas Maryoto (40) ketika yang bersangkutan berhasil menulis buku di bawah judul Jejak Pangan, Sejarah, Silang Budaya, dan Masa Depan. Buku setebal xiv + 250 halaman ini diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas, April 2009.
”Saya menghargai Saudara Andreas Maryoto. Ia adalah wartawan yang bukan hanya produktif, tetapi juga dedikatif terhadap dunia pertanian. Ia adalah tipologi orang yang dalam menjalankan tugasnya mempertaruhkan harga diri dalam menghasilkan karyanya,” tulis Siswono Yudo Husodo dalam kata pengantar buku Andreas Maryoto, alumni jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, UGM, Yogyakarta (1995).
Buku Jejak Pangan melacak sedikit jejak ketika manusia berupaya mendapatkan pangan dan mengolah pangan demi mempertahankan hidup. Segala bangsa dan setiap pemimpinnya tidak pernah lelah memikirkan cara mendapatkan pangan.
Pergulatan ini akan terus terjadi di tengah ancaman ledakan jumlah manusia dan sedikitnya sumber pangan. Manusia diberkahi pikiran untuk terus berinovasi agar kehidupan itu terus berlangsung. Inovasi untuk mendapatkan pangan tidak akan berhenti ketika manusia masih berdiri di muka bumi.
Jejak Pangan terbagi empat bab, di mana penulis menggunakan berbagai literatur guna mendukung isi buku, di samping (tentu saja) pengamatan lapangan dan perjalanan jurnalistik.
Dalam Makan Desa, Makanan Kita Sesungguhnya, penulis berkesempatan makan siang bersama penduduk Gunungkidul, DI Yogyakarta.
Di situ ia mengawali tulisan dengan kalimat ... Apabila mau kembali ke desa, kita akan menemukan kuliner sesungguhnya, termasuk kehadiran menu yang terasa aneh di meja makan, semisal belalang goreng!(POM)
Sumber: Kompas, Jumat, 8 Mei 2009
No comments:
Post a Comment