-- Dahono Fitrianto dan Budi Suwarna
BELAKANGAN, nama band D’Masiv kembali mencuat. Namun, kali ini tidak dalam catatan-catatan prestasi dan rekor penjualan nada sambung pribadi atau RBT, melainkan dalam hal yang tidak mengenakkan. D’Masiv dituduh sebagai plagiat.
Bahkan, kredibilitas Anugerah Musik Indonesia Ke-12 tahun ini sempat diragukan hanya karena memasukkan nama band asal Jakarta itu sebagai salah satu unggulan peraih penghargaan Artis Pendatang Baru Terbaik-terbaik. Tak kurang dari anggota Dewan Pengarah AMI Seno M Hardjo sendiri mengakui pihaknya ”kecolongan” dengan masuknya D’Masiv . ”Tetapi, yang penting dia tidak terpilih sebagai pemenang,” tutur Seno.
Benarkah band yang beranggotakan Rian Ekky Pradipta (vokal), Nurul Damar Ramadhan (gitar), Dwiki Aditya Marsall (gitar), Rayyi Kurniawan Iskandar Dinata (bas), dan Wahyu Piadji (drum) itu menjiplak? Apa tepatnya yang ia lakukan sehingga mendapat tuduhan sebagai plagiat?
Menurut wartawan musik Buddy Ace, lagu mereka yang berjudul ”Dilema” mencontek hampir semua bagian dari lagu ”Soldier’s Poem” yang dibawakan band populer asal Inggris, Muse. ”Notasi, pola ritme atau irama, cara memainkan gitar, hingga cara menyanyi Rian sama dengan Muse,” tutur Buddy.
Tak berhenti sampai di situ, band pemenang acara kontes band A Mild Rising Star 2007 itu juga dianggap mencontek lagu-lagu musisi luar negeri lain. Di YouTube, sejak enam bulan silam beredar video rekaman yang menjajarkan lagu-lagu band tersebut dengan lagu yang dianggap telah dijiplak.
Lagu ”Dan Kamu”, misalnya, dianggap menjiplak ”Head Over Heels (In This Life)” milik band Switchfoot asal San Diego, Amerika Serikat. Lagu Switchfoot lainnya yang berjudul ”Awakening” ”diambil” intro dan ketukan ritmenya dalam lagu ”Diam Tanpa Kata”.
Intro lagu ”Luka Ku” mirip dengan ”Drive”-nya Incubus. Intro lagu ”Cinta Sampai di Sini” juga persis dengan ”Into The Sun” milik band Lifehouse dari Los Angeles, AS. Semua lagu itu ada di album perdana D’Masiv yang berjudul Perubahan.
”Racun”
Menurut Buddy, salah satu kelaziman dalam dunia jiplak menjiplak lima tahun terakhir ini adalah mencontek bagian intro atau refrain dari sebuah lagu. Bagian-bagian tersebut biasanya menjadi ”racun” atau ”hook”, yang menarik perhatian pendengar. ”Rian CS adalah salah satu dari sekian banyak musisi muda negeri ini yang akhirnya tertangkap basah melakukan copycat terhadap upaya membuat ’racun’ atau ’hook’ pada karya mereka,” tulis Buddy Ace dalam salah satu artikelnya.
D’Masiv menolak semua tudingan ini. Dalam jumpa pers yang digelar di Hard Rock Cafe Jakarta, 1 April lalu, vokalis Rian mengaku, dia dan grupnya hanya terinspirasi lagu-lagu dari musisi luar itu. ”Intinya, kalau aku bikin lagu tuh mengalir saja. Enggak pernah mikir. Seandainya ada kemiripan, itu pasti karena enggak sengaja. Kebetulan D’Masiv emang suka band-band kayak Muse, Switchfoot, Incubus. Kita emang terinspirasi banget sama mereka,” tutur Rian.
Bukan pertama
Sebenarnya kasus D’Masiv bukanlah yang pertama kali terjadi. Pada tahun 2005, grup Radja pernah dituduh menji- plak lagu ”Teardrops” dari The Radios untuk lagu mereka, ”Jujur”, dan ”Lately”-nya Stevie Wonder untuk lagu ”Tulus”. Waktu itu Radja berkilah kemiripan yang terjadi adalah murni kebetulan dan ketidaksengajaan (Kompas, 7/1/2007).
Belakangan, lagu ”I Love U, Bibeh” dari kelompok The Changcuters juga dituduh meniru lagu populer grup Creedence Clearwater Revival (CCR), ”Have You Ever Seen the Rain?” ”Kerangka lagu itu mirip banget dengan lagunya CCR,” ungkap gitaris Dewa Budjana.
Terlepas dari tanggung jawab moral setiap artis, pertanyaan yang lebih mengganggu adalah apa yang sebenarnya terjadi pada industri musik Indonesia saat ini?
Indrawati Widjaja, Presiden Direktur Musica Studios tempat D’Masiv bernaung, mengaku tidak tahu bahwa lagu-lagu D’Masiv menjiplak karya orang lain. ”Kami selama ini memberi kebebasan kepada artis untuk membuat karya sendiri. Peristiwa ini memang sangat disayangkan. Kami berharap ini menjadi pelajaran berharga buat D’Masiv. Tetapi, saya juga meminta agar masyarakat tidak mematikan karier D’Masiv. Bagaimanapun mereka adalah band baru yang belum berpengalaman dan belum mengerti aturan di industri musik,” tutur Ibu Acin, panggilan akrab Indrawati.
Ini sebenarnya bukan hanya pelajaran bagi dunia industri musik. Mengingat pola yang sama juga terjadi di bidang kreatif lain, seperti film, sinetron, acara TV, bahkan seni rupa kontemporer. Kita, pasti tidak ingin semata-mata menjadi bangsa dengan semangat epigonis. (SUSI IVVATY)
Sumber: Kompas, Minggu, 3 Mei 2009
No comments:
Post a Comment