[JAKARTA] Keinginan untuk membekali anak dengan bahasa Inggris membuat sekolah dengan konsep dwibahasa (bilingual) selalu jadi favorit orangtua. Namun, konsep dwibahasa tentu tidak sekadar mengubah bahasa pengantar dari bahasa Indonesia ke Inggris.
Dengan metode pengajaran yang mengutamakan bahasa Inggris dan mengurangi Bahasa Indonesia, malah bisa menurunkan kemampuan akademik serta keterampilan berbahasa siswa itu sendiri. Selain itu, melonggarnya ikatan pada bahasa nasional yang akan berpengaruh pada nasionalisme siswa.
Demikian Profesor Pendidikan Dwibahasa dari Universitas Texas, Amerika Serikat Dr Yvonne Freeman dan Dr David Freeman dalam presentasinya pada seminar dwibahasa: The Optimal Aprroach to Bilingual Education di Sekolah High Scope Indonesia, Jakarta, Rabu (13/5).
"Bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sama-sama penting. Dengan menggunakan kedua bahasa itu secara bersamaan dan beriringan, dapat mengembangkan kemampuan akademis dan mempertahankan kemampuan bahasa sosial siswa," ujar Yvonne.
Ada dua metode pengajaran bahasa Inggris yang umum diterapkan di sekolah, yakni subtractive dan additive. Subtractive di mana semua instruksi disampaikan dalam Bahasa Inggris. Hal inilah yang mengakibatkan beberapa sekolah hanya mengajarkan bahasa Indonesia pada pelajaran Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris pada semua mata pelajaran. Konsep ini akan mengurangi dan bisa jadi menghilangkan bahasa ibu.
Sedangkan, proses pembelajaran additive dilakukan dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Fokusnya untuk mengembangkan keterampilan berbahasa akademik siswa dalam dua bahasa tersebut, sehingga keterampilan bahasa siswa ditambah bukan diubah. [DMF/M-15]
Sumber: Suara Pembaruan, Kamis, 14 Mei 2009
No comments:
Post a Comment