TIDAK ada yang istimewa di Taman Pemakaman Umum (TPU) Karet Bivak, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Sabtu (4/4) siang kemarin. Para pembersih makam duduk bergerombol menunggu orderan dari keluarga yang berziarah. Di jalan raya, orang ramai berpawai kampanye mendukung partainya Ibu Megawati Soekarnoputri. Sementara di salah satu sudut TPU itu, terpasang tenda mamayungi lubang makam yang menanti penghuni abadinya.
Dua artis senior Slamet Rahardjo Djarot (tengah) dan Yenny Rachman menabur bunga di makam Bapak Perfilman Nasional Usmar Ismail di TPU Karet Bivak, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Sabtu (4/4). (sp/kurniadi)
Aktor Pong Harjatmo duduk di sebuah pinggir makam, di bawah pohon kamboja. Sambil mengeluarkan notes kecil, ia mencatat nama-nama yang pernah meramaikan dunia perfilman nasional yang kini terbaring di kompleks pemakaman itu. Lebih dari lima nama ditulis Pong. "Ternyata ada banyak nih. Kayaknya anak muda sekarang nggak tahu nama-nama ini," ujarnya sambil menerawang.
Memang, TPU Karet Bivak adalah salah satu TPU tertua di Jakarta. Di sana terbaring jasad-jasad yang namanya masih tercium harum sampai kini. Ada Chairil Anwar, penyair Angkatan '45, yang terkenal dengan Binatang Jalang-nya. Ada M Husni Thamrin, pahlawan dari Betawi yang namanya diabadikan sebagai nama jalan kebanggaan Ibukota. Ada juga makam Pramoedya Ananta Toer dan Benyamin Sueb.
Di pinggir sebuah makam, duduk Irwan Ismail dan koleganya. Obrolan mereka santai saja, seputar acara siang itu. Memang tidak ada yang yang istimewa di TPU Karet Bivak, Sabtu siang itu. Hanya ada rombongan aktor, produser, dan pejabat dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata yang ziarah ke makam H Usmar Ismail dan beberapa tokoh perfilman nasional lainnya. Rombongan itu datang khusus untuk menghormati dan mengenang jasa-jasa mereka yang menanamkan fondasi perfilman nasional. Acara itu pun tak lepas dari peringatan Hari Perfilman Nasional yang jatuh pada 30 Maret lalu.
Sosok H Usmar Ismail memang tidak bisa dilupakan begitu saja. Dialah Bapak Perfilman Nasional. Bahkan, tanggal 30 Maret yang dijadikan Hari Perfilman Nasional diambil dari hari pertama syuting film Long March karya Usmar Ismail 59 tahun lalu. Maka, sewajarnyalah jika mereka yang berziarah, langsung menuju makam Usmar Ismail. Dan, tak jauh dari makam Usmar Ismail, terbaring jasad Bapak Artis Film Indonesia, Suryo Sumanto.
Irwan Ismail, salah satu putra Usmar Ismail, menerima rombongan yang dipimpin Direktur Film Depbudpar, Ukus Kuswara. Tidak banyak cakap yang dilakukan, Slamet Rahardjo Djarot dan Yenny Rachman ditunjuk untuk berbicara mewakili mereka yang hadir.
"Selalu saja. Setiap Hari Film kita selalu teringat dengan jasa-jasa Pak Usmar dan rekan-rekannya. Selalu teringat bagaimana dia menanamkan nilai dan teori-teori film yang jadi dasar film nasional. Juga teringat bagaimana cita-citanya. Tapi, saat itu juga selalu muncul pertanyaan. Apakah kami bisa melanjutkan cita-citanya? Kami yang ada di sini hanya menjanjikan untuk berusaha sekuatnya," ujar Slamet Rahardjo.
Lengkap
Slamet Rahardjo salah satu orang yang memiliki "rekaman" pelajaran-pelajaran dari Usmar Ismail. Ia mengisahkan sosok Usmar Ismail sebagai sosok yang lengkap. Usmar seorang sutradara, sastrawan, wartawan, budayawan, dan sekaligus seorang militer berpangkat mayor.
"Ada yang selalu saya ingat dari Pak Usmar saat membuat film. Dia ingin membuat film yang mudah dimengerti karena dia wartawan. Dia ingin membuat film yang indah karena dia sastrawan, dan dia ingin membuat film yang cinta Indonesia karena dia militer. Usmar Ismail mengajarkan itu," kenang Slamet Rahardjo.
Sosok Usmar Ismail yang diabadikan sebagai nama pusat perfilman memang bukan sosok sembarangan di dunia film. Lewat tangan dinginnya muncul Long March (Darah dan Doa), Lewat Djam Malam, Enam Djam di Djokja, Tjitra, Dosa Tak Berampun, dan sebagainya. Tidak hanya itu, sosok Usmar juga yang merintis Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini) bersama Djamaludin Malik. Perusahaan itu didirikan untuk mengimbangi derasnya fim impor yang masuk. Usmarlah yang meletakkan dasar-dasar industri film Tanah Air. Hingga ia mendapat sejumlah penghargaan dari negara, termasuk sebagai pahlawan nasional dan dinobatkan sebagai Bapak Film Nasional.[SP/Kurniadi]
Sumber: Suara Pembaruan, Senin, 6 April 2009
No comments:
Post a Comment