Jakarta, Kompas - Perjalanan suku bangsa Nusantara, dan kemudian bangsa Indonesia, sarat diwarnai dengan budaya unggul. Oleh karena itu, semangat sadar budaya inilah yang sebaiknya juga mewarnai upaya untuk meningkatkan derajat dan martabat bangsa selanjutnya. Pesan itulah yang menjadi tema seminar ”Kebudayaan Indonesia Kunci Perekat Bangsa” yang berlangsung di Museum Indonesia TMII Jakarta, Jumat (24/4).
Budayawan Sri Hastanto dalam paparannya mengakui, oleh karena luas wilayahnya, Indonesia juga memiliki ragam budaya yang sangat bervariasi. ”Kesatuan politik relatif dapat dilaksanakan, misalnya (dalam wujud) bahasa kesatuan bahasa Indonesia dan dasar negara Pancasila. Namun membentuk kesatuan budaya jauh lebih rumit. Kita tidak dapat dengan serta-merta membuat budaya Indonesia dengan mencampur seluruh seluruh budaya yang ada pada suku-suku bangsa,” katanya menjelaskan.
Karena itu pula ditampilkannya wayang (yang dipaparkan oleh Ketua Senawangi Solichin) dan keris (oleh Haryono Haryoguritno) oleh salah seorang peserta dipandang perlu diperluas karena keduanya baru merepresentasikan budaya Jawa.
Masa lalu dan masa depan
Jejak kebesaran tanah Nusantara seperti dikemukakan pakar kebumian ITB, Johan Arif, telah dapat ditelusuri hingga zaman prasejarah. Jejak itu, selanjutnya oleh antropolog UI, Hariani Santiko, masih berlanjut hingga abad ke-17.
Bila pada era pra-RI ada banyak tokoh yang bisa disebut ”insan renaisans”, sekarang ini juga dibutuhkan insan-insan renaisans yang—menurut Sri Hastanto—mampu mengapresiasi budaya-budaya yang dimiliki oleh suku-suku Nusantara.
TMII sendiri dalam memperingati HUT ke-34 menyelenggarakan Festival Indonesia yang selain Pameran Renaisans Nusantara juga menampilkan pameran 33 provinsi, pameran produk unggulan daerah, kuliner Nusantara, serta pergelaran kesenian daerah serta pesta rakyat 18-26 April 2009. (NIN)
Sumber: Kompas, Sabtu, 25 April 2009
No comments:
Post a Comment