Sunday, October 21, 2012

[Buku] Perempuan Jelita di Balik Kejayaan Majapahit

Data buku

Gayatri Rajapatni: Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit

Earl Drake

Ombak, Yogyakarta, 2012

xx + 192 hlm.


IMPERIUM Majapahit memiliki sejarah yang membanggakan?yang tidak saja terdiri dari warisan gemilang yang diturunkan kepada Indonesia modern, tetapi juga drama dan kontroversi?yang sulit dipahami tanpa memeriksa keterlibatan dan peran para tokoh utamanya. Tujuan buku Gayatri Rajapatni. Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit ini adalah menjelaskan siapa saja orang-orang ini, apa motivasi mereka, bagaimana mereka saling berinteraksi, dan apa yang mereka capai. Kisah ini dituturkan dari sudut pandang lima tokoh yang dimunculkan secara krononogis; Putri Gayatri Rajapatni; suaminya, Raden Wijaya; mahapatihnya, Gadjah Mada; putri sulungnya, Ratu Tribuwana; dan sang cucu, Raja Hayam Wuruk.

Cakupan periodenya terentang dari 1289 (ketika ancaman kerajaan Mongol mendorong orang-orang Jawa menyatukan negeri-negeri di kepulauan Indonesia yang serba terserak) sampai 1365 (ketika kejayaan Majapahit diabadikan dalam syair agung Nagarakrtagama).

Gayatri adalah putri bungsu Kertanagara, sang raja agung dari Singasari. Begitu lahir, sang putri sudah diberi gelar Dyah Dewi Gayatri Kumara Rajassa. Namun, semaca kecilnya ia memilih dipanggil Gayatri saja karena baginya gelar tidak berarti apa-apa. Baru ketika dewasa ia memandang pentingnya gelar ?Rajapatni? (istri raja) yang diberikan suaminya sang raja kepadanya (hal 2).

Buku ini menuturkan kisah Majapahit dari sudut pandang Gayatri, sosok di istana yang mengenal dan membimbing nyaris seluruh sejawat laki-laki pada zamannya, termasuk Mahapatih Gadjah Mada yang gesit dan berkehendak kuat. Earl Drake, sejarawan mantan Duta Besar Kanada di Indonesia percaya bahwa semasa hidupnya yang panjang itu, Gayatri?yang awalnya terilhami oleh sosok sang ayah yang bervisi besar, mengalami kesusahan lantaran ritual-ritual esoterik, dihantam serbuan negeri seberang, tertangkap tentara musuh, terlibat hubungan asmara dengan iparnya, serta intrik-intrik dan pembunuhan dalam istana?menunjukkan keberanian yang teguh dan kesetiaan kepada prinsip-prinsip yang dijunjungnya, kecerdasan luar biasa, dan kepribadian penuh kasing sayang. Bertindak dalam lingkaran keraton yang didominasi laki-laki, dengan cerdik dan licinnya ia mendorong para lelaki yang berkuasa itu agar melaksanakan visi-visi religius dan politik ayahnya yang jadi martir itu, mendiang suaminya, dan dirinya sendiri, serta menyatukan pulau-pulau seantero Indonesia yang saling terpisah.

Kisah ini dituturkan dalam bentuk novel sejarah yang dilengkapi dokumen dan keterangan tambahan tempat sumber-sumber kesusastraan klasik sering dicantumkan. Dengan menggunakan format penulisan ini, cerita dan sumber-sumber kunonya yang tak dikenal dapat akses oleh pembaca awam.

Periode pertama mengetengahkan peranan penting Gayatri dari 1289, ketika pertama kali sang ayah menyatukan Nusantara, sampai ke pemerintahan sang suami, menantu, dan putrinya, yang semuanya penuh peristiwa penting hingga kematiannya pada usia 76 tahun (1350). Adapun periode kedua, memakai sudut pandang sang putri, Ratu Tribuwana, untuk menyaksikan warisan sang ibunda serta bagaimana putranya, Raja Hayam Wuruk, membangun kerajaan hingga puncak kejayaannya dengan bermodalkan warisan keluarga. Cerita berakhir pada 1365 ketika Prapanca merampungkan mahakaryanya, syair-syair pujaan terhadap dinasti Gayatri, hanya beberapa saat sebelum dinasti tersebut menemui senjakalanya.

Buku ini mengemukakan sejumlah alasan untuk mengagumi Gayatri sebagai pemimpin yang berani dan bijak, yang meningkatkan pemahaman keagamaan lintas-iman, mendorong perkembangan kesenian, dan merintis sebuah peranan yang lebih bermakna bagi perempuan.

Pada akhirnya, Gayatri adalah sosok paling menarik dalam sejarah Indonesia klasik. Dengan kisah tentang Gayatri ini tersua kabar bahwa Majapahit tidak hanya dibangun oleh tokoh laki-laki, tapi juga pahlawan perempuan bernama, Gayatri Rajapatni.

Benni Setiawan, blogger buku

Sumber: Lampung Post, Minggu, 21 Oktober 2012

No comments: