-- Helmy Faishal Zaini
DALAM paradigma pembangunan berkesinambungan, kearifan lokal merupakan salah satu pendekatan yang mesti diadopsi dalam perencanaan dan implementasi pembangunan. Melalui pendekatan kearifan lokal ini, proses dan pelaksanaan pembangunan akan memerhatikan kekayaan budaya masyarakat setempat, yang bukan hanya untuk dilestarikan tetapi menjadi instrumen dan landasan dalam pembangunan.
Sebagai bentuk dari local genius atau cultural identity, kearifan lokal dapat menjadi bangunan dan landasan dalam pembangunan sehingga implementasinya sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat: pembangunan yang tidak merusak budaya setempat dan/atau menghilangkan local genius dan cultural identity.
Dewasa ini pembangunan berkesinambungan yang berdasarkan kearifan lokal menjadi arus utama dalam proses pembangunan. Dampak pembangunan yang mengabaikan kearifan lokal telah memorak-porandakan sendi-sendi budaya bangsa, yang merupakan tiang dan penyangga utama bagi kelangsungan kehidupan.
Banyak bentuk kearifan lokal dalam budaya kita (Jusuf Nikolas Ananofa, 2012). Antara lain, kearifan lokal dalam hubungan dengan makanan, yang berhubungan dengan lingkungan setempat, dicocokkan dengan iklim dan bahan makanan pokok setempat. Kearifan lokal dalam hubungan dengan pengobatan: untuk pencegahan dan pengobatan.
Selanjutnya ada kearifan lokal dalam hubungan dengan sistem produksi. Kearifan lokal dalam hubungan dengan perumahan, yang disesuaikan dengan iklim dan bahan baku yang tersedia di wilayah tersebut. Kearifan lokal dalam hubungan dengan pakaian, yang disesuaikan dengan iklim dan bahan baku yang tersedia di wilayah itu. Kearifan lokal dalam hubungan sesama manusia, yaitu sistem pengetahuan lokal sebagai hasil interaksi terus menerus yang terbangun karena kebutuhan-kebutuhan di atas.
Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT), dalam upaya percepatan pembangunan daerah tertinggal dalam pelaksanaan pembangunan menerapkan prinsip-prinsip, antara lain, sesuai dengan adat istiadat dan budaya setempat serta berwawasan lingkungan. Berdasarkan prinsip itu, pengembangan kegiatan beorientasi pada kondisi dan kebutuhan masyarakat di mana perlu memerhatikan adat-istiadat dan budaya yang telah berkembang sebagai suatu kearifan lokal dalam kehidupan masyarakat setermpat dan memperkaya khazanah bangsa.
Program pembangunan daerah tertinggal juga harus berwawasan lingkungan dan mengacu pada prinsip berkelanjutan. Prinsip ini mempertimbangkan dampak kegiatan terhadap kondisi lingkungan, ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat di daerah tertinggal. Selain kedua prinsip itu, pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal juga memerhatikan prinsip: berorientasi pada masyarakat, sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan nondiskriminatif.
Ekonomi Lokal
Salah satu strategi dalam percepatan pembangunan daerah tertinggal adalah pengembangan ekonomi lokal. Strategi pengembangan ekonomi lokal ditujukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumber daya alam secara berkelanjutan dengan menekankan peda pengembangan daerah pusat pertumbuhan, pusat produksi, serta meningkatkan pertumbuhan usaha mikro kecil menengah dan koperasi.
Untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi lokal di daerah tertinggal, dibutuhkan dukungan penguatan serta produksi/klaster usaha skala mikro dan kecil; dan pengembangan kawasan transmigrasi yang berada di daerah tertinggal, baik dari segi kualitas sumber daya manusia, maupun sarana dan prasarana kawasan transmigrasi.
Strategi lain dari percepatan pembangunan daerah tertinggal adalah penguatan kelembagaan masyarakat dan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya lokal di daerah tertinggal. Penguatan kelembagaan perlu didukung dengan kerja sama antarlembaga, sehingga terjadi sinergi peran yang baik dan terpadu dalam rangka mengoptimalkan pengembangan ekonomi lokal di daerah tertinggal.
Dalam upaya penguatan ekonomi lokal, prinsip dan pendekatan kearifan lokal sebagai hal utama. Salah satu kasus bagaimana KPDT mengembangkan ekonomi lokal di daerah tertinggal adalah mendorong, memperkuat dan mengembangkan kelapa. Kelapa merupakan komoditas penting bagi kehidupan masyarakat dan perekonomian Indonesia. Produk turunan kelapa diperkirakan akan mampu memenuhi tuntutan pemenuhuhan kebutuhan nasional dan internasional. Kelapa bisa menghasilkan minyak untuk pangan, VCO, bahan interior, dan serat.
Selain itu, dari kelapa juga, yakni sabuk kelapa dapat dimanfaatkan untuk keset dan mebeler (lapisan untuk tempat duduk/kursi) dan bisa diolah menjadi pupuk kompos. Kasus di Mamuju Utara, misalnya, sabuk kelapa yang tadinya hanya sampah, diolah menjadi pupuk kompos. Penggunaan pupuk kompos dari bahan sabuk kelapa ternyata dapat meningkatkan produktivitas padi. Semula satu hektare hanya menghasilkan lima sampai enam ton, setelah menggunakan pupuk kompos sabuk kelapa meningkat menjadi sembilan ton.
Baru-baru ini saya meresmikan Pencanangan Gerakan Nasional Penggunaan Minyak Kelapa di Kabupaten Padang Pariaman. Kabupaten ini memang terkenal sebagai penghasil kelapa, selain beberapa kabupaten di Sumatera Barat. Dalam upaya mempertahankan kearifan lokal, salah satu tradisi yang terus dipertahankan adalah mengolah kelapa menjadi minyak: mereka menyebutnya minyak kelapa tanak. Ada 150 ibu-ibu yang mendemonstrasikan cara membuat minyak kelapa tanak.
Banyak bentuk kearifan lokal dalam masyarakat Indonesia yang harus kita jaga dan dipertahankan. Ini harus dilakukan tak hanya sebagai khazanah budaya. Bentuk-bentuk kearifan lokal itu juga memberikan sumbangsih yang besar dan berarti bagi kelangsungan bangsa dan negara berdasarkan identitas dan karakter khas bangsa Indonesia.
Kita sebagai bangsa yang kaya kearifan lokal harus menunjukkan bahwa dalam proses pembangunan, budaya merupakan fondasi utama dalam pembangunan agar pembangunan tersebut tidak lepas dan mencabut akar-akar budaya. Sebaliknya, memanfaatkan akar budaya dan kearifan lokal bagi pembangunan dan landasan kemajuan bangsa.
Tantangannya adalah bagaimana memanfaatkan kearifan lokal tersebut sebagai landasan pembangunan sehingga tidak terjadi benturan, melainkan justru bersinergi dan terintegrasi. Kita yakin bangsa yang besar bangga akan budaya dan kearifan lokal yang dimilikinya, yang kemudian menjadi pijakan dalam membangun bangsa dan negara. n
Helmy Faishal Zaini, Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal
Sumber: Jurnal Nasional, Kamis, 18 Oktober 2012
DALAM paradigma pembangunan berkesinambungan, kearifan lokal merupakan salah satu pendekatan yang mesti diadopsi dalam perencanaan dan implementasi pembangunan. Melalui pendekatan kearifan lokal ini, proses dan pelaksanaan pembangunan akan memerhatikan kekayaan budaya masyarakat setempat, yang bukan hanya untuk dilestarikan tetapi menjadi instrumen dan landasan dalam pembangunan.
Sebagai bentuk dari local genius atau cultural identity, kearifan lokal dapat menjadi bangunan dan landasan dalam pembangunan sehingga implementasinya sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat: pembangunan yang tidak merusak budaya setempat dan/atau menghilangkan local genius dan cultural identity.
Dewasa ini pembangunan berkesinambungan yang berdasarkan kearifan lokal menjadi arus utama dalam proses pembangunan. Dampak pembangunan yang mengabaikan kearifan lokal telah memorak-porandakan sendi-sendi budaya bangsa, yang merupakan tiang dan penyangga utama bagi kelangsungan kehidupan.
Banyak bentuk kearifan lokal dalam budaya kita (Jusuf Nikolas Ananofa, 2012). Antara lain, kearifan lokal dalam hubungan dengan makanan, yang berhubungan dengan lingkungan setempat, dicocokkan dengan iklim dan bahan makanan pokok setempat. Kearifan lokal dalam hubungan dengan pengobatan: untuk pencegahan dan pengobatan.
Selanjutnya ada kearifan lokal dalam hubungan dengan sistem produksi. Kearifan lokal dalam hubungan dengan perumahan, yang disesuaikan dengan iklim dan bahan baku yang tersedia di wilayah tersebut. Kearifan lokal dalam hubungan dengan pakaian, yang disesuaikan dengan iklim dan bahan baku yang tersedia di wilayah itu. Kearifan lokal dalam hubungan sesama manusia, yaitu sistem pengetahuan lokal sebagai hasil interaksi terus menerus yang terbangun karena kebutuhan-kebutuhan di atas.
Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT), dalam upaya percepatan pembangunan daerah tertinggal dalam pelaksanaan pembangunan menerapkan prinsip-prinsip, antara lain, sesuai dengan adat istiadat dan budaya setempat serta berwawasan lingkungan. Berdasarkan prinsip itu, pengembangan kegiatan beorientasi pada kondisi dan kebutuhan masyarakat di mana perlu memerhatikan adat-istiadat dan budaya yang telah berkembang sebagai suatu kearifan lokal dalam kehidupan masyarakat setermpat dan memperkaya khazanah bangsa.
Program pembangunan daerah tertinggal juga harus berwawasan lingkungan dan mengacu pada prinsip berkelanjutan. Prinsip ini mempertimbangkan dampak kegiatan terhadap kondisi lingkungan, ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat di daerah tertinggal. Selain kedua prinsip itu, pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal juga memerhatikan prinsip: berorientasi pada masyarakat, sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan nondiskriminatif.
Ekonomi Lokal
Salah satu strategi dalam percepatan pembangunan daerah tertinggal adalah pengembangan ekonomi lokal. Strategi pengembangan ekonomi lokal ditujukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumber daya alam secara berkelanjutan dengan menekankan peda pengembangan daerah pusat pertumbuhan, pusat produksi, serta meningkatkan pertumbuhan usaha mikro kecil menengah dan koperasi.
Untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi lokal di daerah tertinggal, dibutuhkan dukungan penguatan serta produksi/klaster usaha skala mikro dan kecil; dan pengembangan kawasan transmigrasi yang berada di daerah tertinggal, baik dari segi kualitas sumber daya manusia, maupun sarana dan prasarana kawasan transmigrasi.
Strategi lain dari percepatan pembangunan daerah tertinggal adalah penguatan kelembagaan masyarakat dan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya lokal di daerah tertinggal. Penguatan kelembagaan perlu didukung dengan kerja sama antarlembaga, sehingga terjadi sinergi peran yang baik dan terpadu dalam rangka mengoptimalkan pengembangan ekonomi lokal di daerah tertinggal.
Dalam upaya penguatan ekonomi lokal, prinsip dan pendekatan kearifan lokal sebagai hal utama. Salah satu kasus bagaimana KPDT mengembangkan ekonomi lokal di daerah tertinggal adalah mendorong, memperkuat dan mengembangkan kelapa. Kelapa merupakan komoditas penting bagi kehidupan masyarakat dan perekonomian Indonesia. Produk turunan kelapa diperkirakan akan mampu memenuhi tuntutan pemenuhuhan kebutuhan nasional dan internasional. Kelapa bisa menghasilkan minyak untuk pangan, VCO, bahan interior, dan serat.
Selain itu, dari kelapa juga, yakni sabuk kelapa dapat dimanfaatkan untuk keset dan mebeler (lapisan untuk tempat duduk/kursi) dan bisa diolah menjadi pupuk kompos. Kasus di Mamuju Utara, misalnya, sabuk kelapa yang tadinya hanya sampah, diolah menjadi pupuk kompos. Penggunaan pupuk kompos dari bahan sabuk kelapa ternyata dapat meningkatkan produktivitas padi. Semula satu hektare hanya menghasilkan lima sampai enam ton, setelah menggunakan pupuk kompos sabuk kelapa meningkat menjadi sembilan ton.
Baru-baru ini saya meresmikan Pencanangan Gerakan Nasional Penggunaan Minyak Kelapa di Kabupaten Padang Pariaman. Kabupaten ini memang terkenal sebagai penghasil kelapa, selain beberapa kabupaten di Sumatera Barat. Dalam upaya mempertahankan kearifan lokal, salah satu tradisi yang terus dipertahankan adalah mengolah kelapa menjadi minyak: mereka menyebutnya minyak kelapa tanak. Ada 150 ibu-ibu yang mendemonstrasikan cara membuat minyak kelapa tanak.
Banyak bentuk kearifan lokal dalam masyarakat Indonesia yang harus kita jaga dan dipertahankan. Ini harus dilakukan tak hanya sebagai khazanah budaya. Bentuk-bentuk kearifan lokal itu juga memberikan sumbangsih yang besar dan berarti bagi kelangsungan bangsa dan negara berdasarkan identitas dan karakter khas bangsa Indonesia.
Kita sebagai bangsa yang kaya kearifan lokal harus menunjukkan bahwa dalam proses pembangunan, budaya merupakan fondasi utama dalam pembangunan agar pembangunan tersebut tidak lepas dan mencabut akar-akar budaya. Sebaliknya, memanfaatkan akar budaya dan kearifan lokal bagi pembangunan dan landasan kemajuan bangsa.
Tantangannya adalah bagaimana memanfaatkan kearifan lokal tersebut sebagai landasan pembangunan sehingga tidak terjadi benturan, melainkan justru bersinergi dan terintegrasi. Kita yakin bangsa yang besar bangga akan budaya dan kearifan lokal yang dimilikinya, yang kemudian menjadi pijakan dalam membangun bangsa dan negara. n
Helmy Faishal Zaini, Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal
Sumber: Jurnal Nasional, Kamis, 18 Oktober 2012
No comments:
Post a Comment