Wednesday, October 19, 2011

[Teraju] Membunuh Pasukan Inggris di Malaysia

-- Selamat Ginting

PASUKAN Khusus Inggris kerap memasuki perbatasan Indonesia, dan ini yang harus dihentikan.

Pos tentara Inggris di Desa Mapu, Long Bawan, perbatasan Kalimantan Barat dan Sabah, Malaysia. Pos ini dijaga satu kompi British paratrooper dan beberapa orang pasukan khusus special air service (SAS). Posisinya di puncak sebuah bukit kecil yang dikelilingi lembah. Pos ini sangat mudah diamati dari jarak jauh. Selain itu, pos tersebut juga cukup jauh dari pasukan induknya yang kira-kira terpisah sejauh 32 km.

Pos Mapu kerap digunakan sebagai transit bagi personel SAS yang akan menyusup masuk ke wilayah Indonesia melalui perbatasan. TNI ingin kegiatan tersebut dihentikan dengan langsung melenyapkan pos tersebut. Menyerang pos inilah yang menjadi misi khusus Batalyon 2 RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat), kini Komando Pasukan Khusus (Kopassus).

Misi khususnya itu akan dilakukan pada April 1965. Saat itu, Indonesia sedang berkonfrontasi dengan Malaysia. Batalion yang baru terbentuk itu segera dikirim untuk misi khusus ke Kalimantan Barat, menggantikan batalion infanteri dari Kodam Brawijaya, Jawa Timur.

Seperti dikutip dari www.topix.com, mereka mendarat di Pontianak, Februari 1965, dan berjalan kaki menuju posnya di Balai Karangan, yang jaraknya puluhan kilometer dari lapangan terbang. Pos Balai Karangan merupakan pos terdepan TNI yang jaraknya hanya sekitar satu kilometer dari pos terdepan tentara Inggris di Desa Mapu.

Pasukan RPKAD yang baru datang segera mempersiapkan setiap detail untuk melakukan penyerangan. Prajurit RPKAD yang terpilih kemudian ditugaskan untuk melakukan misi reconnaissance (pengintaian) untuk memastikan kondisi medan secara lebih jelas. Mereka juga memetakan pos tersebut dengan detail, sehingga bisa menjadi panduan bagi penyusunan strategi penyerangan, termasuk detail jalur keluar-masuknya.

Tugas pengintaian ini sangat berbahaya mengingat SAS juga secara rutin melakukan pengamatan ke posisi-posisi TNI. Jika kedua pasukan berpapasan tanpa sengaja, bisa jadi akan terjadi kotak tembak yang akan membuyarkan rencana penyerangan. RPKAD sangat berhati-hati dalam menjalankan misinya. Bahkan, mereka tidak menggunakan seragam pasukan khusus untuk mengelabui musuh apabila terjadi kemungkinan tertangkap atau tertembak dalam misi pengintaian itu.

Setelah sebulan mempersiapkan penyerangan, pada 25 April 1965, gladi bersih dilakukan. Dari tiga kompi RPKAD yang ada di pos Balai Karangan, Komandan batalion Mayor Infanteri Sri Tamigen akhirnya memutuskan hanya kompi B (Ben Hur) yang akan melakukan penyerangan. Sementara dua kompi lainnya tetap berada di wilayah Indonesia untuk berjaga-jaga bila terjadi sesuatu.

Dalam penyerangan ini, kompi B diharuskan membawa persenjataan lengkap, mulai dari senapan serbu AK-47, senapan mesin Bren, peluncur roket buatan Yugoslavia, dan Bangalore torpedoes-persenjataan terbaru RPKAD waktu itu. Biasanya digunakan pasukan zeni untuk menyingkirkan kawat berduri atau ranjau.

Selesai mengatur perbekalan, Ben Hur mulai bergerak melintasi perbatasan selepas Maghrib. Karena sangat berhati-hati, mereka baru sampai di Desa Mapu pada pukul 02.00 dini hari. Setelah itu, mereka mengatur posisi seperti strategi yang telah disusun dan dilatih sebelumnya.

Pos Mapu berbentuk lingkaran yang dibagi ke dalam empat bagian yang masing-masing terdapat sarang senapan mesin. Perimeter luar dilindungi oleh kawat berduri, punji, dan ranjau claymore. Satu-satunya cara untuk merebut pos ini adalah dengan merangsek masuk ke dalam perimeter tersebut dan bertarung dalam jarak dekat.

Menghujani pos ini dengan peluru dari luar perimeter tidak akan menghasilkan apa-apa karena di dalam pos tersedia lubang-lubang perlindungan yang sangat kuat. Beruntung, malam itu hujan turun dengan deras. Alam sepertinya merestui penyerangan tersebut karena bunyi hujan menyamarkan langkah kaki dan gerakan puluhan prajurit komando RPKAD yang mengatur posisi di sekitar pos tersebut.

Setelah dibagi ke dalam tiga kelompok, prajurit komando RPKAD berpencar ke tiga arah yang telah ditetapkan. Peleton pertama akan menjadi pembuka serangan sekaligus penarik perhatian. Kedua peleton lainnya akan bergerak dari samping dan akan menjebol perimeter dengan Bagalore torpedoes agar para prajurit RPKAD bisa masuk ke dalam dan menutup pertempuran.

Pada pukul 04.30, saat yang dinanti-nanti tiba, peleton tengah membuka serangan dengan menembakkan senapan mesin bren ke posisi pertahanan musuh. Segera setelah itu, dua peleton lainnya meledakkan Bangalore torpedoes dan terbukalah perimeter di kedua rusuk pertahanan pos tersebut. Puluhan prajurit RPKAD dengan gagah berani masuk menerjang ke dalam pos untuk mencari musuh.

Prajurit Inggris berada pada posisi yang tidak menguntungkan. Mereka tidak siap dan sangat terkejut. Mereka tidak menduga akan diserang pada jarak dekat. Apalagi, saat itu sebagian rekan mereka sedang keluar dari pos untuk berpatroli. Yang tersisa adalah 34 prajurit Inggris. Hal ini memang telah dipelajari tim pengintai (recon) RPKAD. Pada hari-hari tertentu, dua pertiga kekuatan di pos keluar untuk melakukan patroli atau misi lainnya. Dan hari itulah yang dipilih untuk hari penyerangan.

Dengan susah payah, akhirnya ke-34 orang tersebut menyusun pertahanan. Beberapa prajurit RPKAD yang sudah masuk ke pos harus melakukan pertempuran jarak dekat yang menegangkan. Dua prajurit RPKAD terkena tembakan dan gugur. Namun, rekan mereka terus merangsek masuk dan berhasil menewaskan beberapa tentara Inggris dan melukai sebagian besar lainnya. Tentara Inggris yang tersisa hanya bisa bertahan sampai peluru terakhir mereka habis, karena mereka telah terkepung.

Di antara yang terbunuh dalam pertempuran jarak dekat yang brutal tersebut adalah seorang anggota SAS. Ini adalah korban SAS pertama yang tewas di tangan tentara Indonesia. Namun, Inggris membantah hal ini. Bahkan, dalam buku karangan Peter Harclerode berjudul Para! Fifty Years of the Parachute Regiment, halaman 261, Pemerintah Inggris malah mengklaim mereka berhasil menewaskan 300 prajurit RPKAD dalam pertempuran brutal tersebut.

Klaim Pemerintah Inggris ini kemudian dibantah sendiri oleh penulis buku tersebut di halaman 265. Ia menyebutkan bahwa prajurit RPKAD yang tewas hanya dua orang. Secara logis angka 300 yang tewas sangat tidak mungkin, karena pasukan yang menyerang hanya satu kompi.

Pemerintah Inggris melakukan hal tersebut untuk menutupi rasa malu mereka karena dipecundangi tentara dari dunia ketiga. Apalagi, salah satu prajurit dari kesatuan terbaik mereka (SAS) ikut terbunuh dalam pertempuran tersebut.

Pertempuran itu sendiri berakhir saat matahari mulai meninggi. Prajurit RPKAD yang sudah menguasai sepenuhnya Pos Mapu segera menyingkir karena mereka mengetahui pasukan Inggris yang berpatroli sudah kembali beserta bala bantuan Inggris yang diturunkan dari helikopter. Mereka tidak sempat mengambil tawanan karena dikhawatirkan akan menghambat gerak laju mereka.

Sekembali di Pos Balai Karangan, kompi Ben Hur disambut dengan sukacita oleh rekan-rekannya. Para prajurit yang terlibat dalam pertempuran mendapatkan promosi kenaikan pangkat luar biasa. Mereka juga diberi hadiah pemotongan masa tugas dan diberi kehormatan berbaris di depan Presiden Soekarno pada upacara peringatan kemerdekaan 17 Agustus 1965.

Bung Karno pun bangga karena TNI berhasil menghancurkan pos tentara Inggris yang kerap menyusup ke perbatasan Indonesia. Satu pesannya, jangan coba-coba mengganggu wilayah Indonesia.

Sumber: Republika, Rabu, 19 Oktober 2011

No comments: