JAKARTA (Lampost): Jumlah penduduk miskin di Indonesia meningkat sekitar 2,7 juta orang dalam kurun dua tahun atau sejak 2008 hingga 2010.
Pada 2008 jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 40,4 juta orang dan pada 2010 menjadi 43,1 juta orang.
Demikian data yang dikeluarkan Perkumpulan Prakarsa, Rabu (26-10), di Jakarta. Data tersebut berbanding terbalik dengan data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS).
BPS mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia justru turun sekitar empat juta orang sejak 2008 hingga 2010, atau dari 35 juta orang menjadi 31 juta orang. "Melihat data tersebut bisa dikatakan pemerintah melakukan kebohongan dalam data statistik," ujar Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa, Setyo Budiantoro.
Setyo melanjutkan Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang kemiskinannya meningkat. Bahkan, Indonesia dalam hal mengurangi angka kemiskinan, lebih buruk ketimbang Laos dan Kamboja. "Ini menunjukkan pemerintah gagal dalam memerangi kemiskinan," ujar Setyo.
Menurut Setyo, lemahnya akses atau pengucilan sosial ekonomi menjadi penyebab sulitnya masyarakat bawah untuk berkembang. Penguatan ekonomi rakyat tanpa memperbaiki akses pada aset-aset produksi tidak akan membuat ekonomi beranjak terlalu jauh.
Pada kesempatan itu, peneliti Perkumpulan Prakarsa, Luhur Fajar Martha, juga mengungkapkan selain angka kemiskinan yang semakin meningkat, kesenjangan sosial juga semakin melebar.
"Penguasa ekonomi kini makin terkonsentrasi pada kelompok superkaya yang jumlahnya sangat kecil," ujar Fajar.
Indikasi kesenjangan, antara lain terlihat dari data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Data LPS pada Juli 2011 menyebutkan jumlah dana pihak ketiga perbankan mencapai Rp2.400 triliun yang disimpan hampir 100 juta rekening nasabah. Namun, 40% atau sekitar Rp1.000 triliun dari jumlah tersebut dikuasai oleh 0,04% nasabah atau 40 ribu rekening.
Pemeringkatan Investasi
Sementara itu, ekonom Econit, Hendri Saparini, menilai wacana pemeringkatan investasi merupakan strategi instan. Menurut dia, yang harus dilakukan pemerintah adalah menyusun strategi industri komprehensif ketimbang sekadar memeringkat investasi.
Ia mencontohkan sektor pertambangan dan pertanian. Pemerintah semestinya membangun industri hilir yang mampu menyerap dan mengolah bahan mentah yang dihasilkan kedua sektor hingga menjadi barang jadi.
"Jadi bukan dengan rating, pemerintah harus punya strategi, tidak hanya dilihat manfaatnya saja. Tapi yang dibicarakan dalam invetasi adalah strategi industri yang komprehensif," kata dia. (MI/U-4)
Sumber: Lampung Post, Kamis, 27 Oktober 2011
No comments:
Post a Comment