Sunday, April 21, 2013

[Jejak] Amir Pasaribu, Perintis Musik Klasik Indonesia

Amir Pasaribu
AMIR Hamzah Pasaribu (lahir di Siborong-borong, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, 21 Mei 1915 dan meninggal di Medan, Sumatera Utara, 10 Februari 2010 pada usia 94 tahun) adalah seorang musisi Indonesia. Dia dikenal dengan nama Amir Pasaribu.

Pasaribu lahir di Siborong-borong, sebuah kota kecil dekat Haunatas, Laguboti, Balige. Bapaknya sebagai orang Tapanuli senang akan musik, dan memiliki sebuah orgel pompa angin, dan Amir sejak kecil sudah terbiasa dengan orgel ini, ia sering main-main orgel ini sebagai anak yang berbakat musik.

Amir mulai masuk sekolah HIS 1921 di desa Narumandu, namun 1924 ia dikeluarkan karena sering keluar asrama cari makanan di luar. Amir kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Raja Balige, kemudian sekolah dasar ELS milik misi Katolik, dan diteruskan ke HIS di Sibolga. Ia mendapat pelajaran musik biola dan piano dari Frater Paulus dan Frater Gustianus.

Kemudian ia meneruskan sekolah Mulo di Tarutung, dan diselesaikan di Padang 1931. Pada 1931 ia masuk sekolah guru HIK di Bandung dan lulus 1934. Di HIK, sekolah memberi kesempatan kepada murid yang berbakat untuk belajar pada guru privat di luar sekolah.

Ia belajar piano dari Willy van Swerss dan Joan Giessens. Pada masa revolusi Rusia, banyak guru musik Rusia yang datang ke Pulau Jawa, dan kesempatan ini ia belajar cello kepada Nicolai Varvolomejeff. Dan juga belajar komposisi pada James Zwaart.

Setelah kemerdekaan, 1954 - 1957 ia menjabat sebagai direktur Sekolah Musik Indonesia (SMINDO) Jogjakarta, sekolah musik milik pemerintah cikal bakal AMI dan ISI Jogjakarta. Banyak pemusik Indonesia yang lulus dari SMINDO ini. Seorang anak bernama Sunaryo sering datang pada hari Sabtu untuk melihat latihan Orkes SMINDO pimpinan Nicolai Varmolomeyeff, dan Amir mengusir anak tersebut dari kampus.

Setelah itu, 1957 - 1968 Amir diangkat sebagai Kepala B1-kursus jurusan Seni Suara; Lembaga Pendidikan Guru Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang kemudian ditingkatkan menjadi IKIP-UI (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Indonesia - kini Universitas Negeri Jakarta, Rawamangun, Jakarta.

Setelah pensiun, 1968-1980 ia bekerja sebagai guru piano dan cello pada Pusat Kebudayaan Suriname (Cultureel Centrum Suriname), dan 1980-1995 ia menjadi guru privat piano di Paramaribodan, di samping sebagai pemain cello Orkes Simfoni Paramaribo, Suriname. Pada 1995 ia kembali ke Indonesia, dan tinggal di Medan sebagai importir piano Petrof dari Czeko. Amir Pasaribu meninggal dunia pada usia 94 tahun di Medan, Sumatera Utara pada 10 Februari 2010.(fed/berbagai sumber)

Sumber: Riau Pos, Minggu, 21 April 2013

No comments: