Sunday, April 21, 2013

[Tifa] Meneropong Seni Sosialis Rusia

MENENGOK seni lukis dari Rusia mencuatkan sebuah makna mendalam yang membuat kita harus melihat dari berbagai perspektif untuk bisa mendapatkan hakikat yang sesungguhnya.

Perkembangan seni lukisan era 2000-an tak akan terlepas dari perkembangan seni Soviet (nama negara asal Rusia sebelum menjadi beberapa negara bagian) yang disebut sots art--seni bercorak sosialisme--terutama pada era 1970 hingga 1980-an. Hampir semua pelukis saat itu begitu menjadikan masa-masa pemberontakan kaum sosialis sebagai bentuk mencari jati diri. Sots art menjadi sebuah bagian penting yang disebut alternatif budaya dan oposisi dalam mendominasi paham ideologi.

Permainan simbol, moto, dan propaganda menjadi ciri khas yang membuat karya-karya itu sempat ditolak penguasa. Tak mengherankan, seniman-seniman di zaman itu disebut sebagai kelompok subversif atau pembangkang.

Salah satu karya Oleg Tselkov tanpa judul menghadirkan seorang manusia utuh. Dia hanya menghadirkan wajah, tangan, dan kaki. Seakan ada sebuah masa yang kejam sehingga orang-orang begitu takut pada kekuasaan.

"Karya-karya yang dipamerkan adalah sots art, sebuah seni yang digunakan sebagai provokasi," ujar kurator sekaligus kolektor Deborah C Iskandar di sela-sela pameran di Pusat Kebudayaan Rusia (PKR), Jakarta, pertengahan pekan ini.

Pada pameran yang berlangsung sejak 16-27 April itu, ada puluhan karya belasan seniman besar Moskow dipamerkan dengan balutan historis yang tinggi. Namun, sejumlah 24 karya yang ada semuanya tak memiliki judul. "Saya lupa hampir sebagian besar judul lukisan ini sehingga saya tak mencantumkan. Namun, karya-karya pelukis Rusia penuh dengan estetika tinggi," papar perempuan berkebangsaan Amerika yang sudah 20 tahun menetap di Indonesia itu.

Sederet lukisan yang terpajang yaitu karya pelukis Vladimir Nemukhim, Lidiya Masterkova, Ernst Neizvestny, Zoya Frolova, Vyacheslav Kalinin, Vitaly Komar, Mikhail Chemyakin, dan Leonid Sokov.

Karya-karya yang terangkum dalam sots art itu dapat kita kenal lewat simbol, moto, dan tanda-tanda propaganda sosialistis (palu dan arit, bintang, pelopor salut, pembawa spanduk, potret pemimpin, dan lain-lain) yang digunakan dengan lelucon. Berkat simbol-simbol tersebut, kita menjadi paham arti sebenarnya dan kesadaran orang menjadi bebas dari standar ideologis.

Lidiya Masterkova (1927-2008) menghadirkan karya berjudul Kasih Ibu. Dalam objek lukisan yang buram itu terlihat seorang ibu sedang menyusui anaknya. Permainan warna yang pudar memang sengaja dihadirkan Masterkova sebagai bentuk protes kepada ibu-ibu di Rusia yang tak menyusui buah hatinya dengan ASI eksklusif.

Koleksi
Semua lukisan karya seniman Rusia yang dipajang pada pameran bertema itu merupakan koleksi Debora. Ia mulai membeli secara langsung dari pelukis saat melawat ke Eropa Timur.

"Saya pernah tinggal di Hong Kong dan Inggris. Saya mendapatkan karya para seniman legendaris secara langsung dari pelukis sendiri hingga dari balai lelang," ungkapnya.

Lukisan-lukisan itu baru pertama kali ia pamerkan kepada khalayak umum. Ia sengaja melakukan hal itu karena mendapatkan dukungan dari PKR.

"Sebenarnya seni Rusia itu unik. Ada realis hingga abstrak sehingga membuat orang mudah mengenal corak dan motifnya," timpal Ekaterina Tuchnina.

Memperhatikan karya-karya yang terpajang mengingatkan kita pada masa pemerintahan Uni Soviet yang begitu otoriter. Ciri khas karya para seniman pun menunjukkan ada sebuah gerakan protes yang mereka ciptakan hingga pengaruhnya masih bertahan di era kontemporer Rusia sekarang ini. (Iwa/M-1)

Sumber: Media Indonesia, Minggu, 21 April 2013

No comments: