PERINGATAN Hari Lahir (Harlah) Ke-79 Gerakan Pemuda (GP) Ansor digelar di Balai Kartini, Jakarta, tadi malam. Ribuan anggota Banser GP Ansor dari Jabodetabek, Bandung, Sulawesi, mengikuti harlah yang bertemakan Dari pesantren untuk bangsa: merevitalisasi tradisi dan menghargai budaya lokal.
Acara tersebut diisi pula dengan pidato kebudayaan oleh KH Mustofa Bisri dan dihadiri sejumlah kalangan dari Nahdlatul Ulama (NU) di antaranya Mahfud MD dan Lilly Wahid.
Ketua Umum GP Ansor Nusron Wahid berharap eksistensi GP Ansor hingga mencapai usia ke-79 dapat membawa manfaat bagi seluruh umat manusia. Nusron mengatakan, dengan membawa tema kebudayaan dan pesantren, pihaknya ingin menunjukkan bahwa kebudayaan bisa memperbaiki citra politik.
"Politik tidak dilawan dengan politik, tetapi dengan gerakan kebudayaan supaya memiliki keberadaan yang pas," ujarnya dalam sambutan saat membuka acara harlah GP Ansor itu.
Ia juga mengatakan peran dan pengaruh Islam yang lebih menonjol terlihat dalam sistem pendidikan dan sistem budaya bangsa.
"Dalam bidang pendidikan, pesantren mengajarkan nilai-nilai Islam yang memberikan alternatif baru kepada para penganutnya. Itu terlihat dari pembentukan pola hubungan antara santri dan kiai, masjid dan rumah, dan membentuk nilai-nilai yang menghargai tradisi lokal," tandasnya.
Secara budaya, kata Nusron, tradisi Islam pesantren masuk dan berinteraksi dengan budaya lokal secara damai, bersifat terbuka, dan inklusif. "Inilah budaya dasar pesantren yang lebih adaptif terhadap tumbuhnya nilai-nilai budaya lokal," pungkasnya.
Modal budaya yang dimiliki pesantren, kata Nusron, harus menjadi bagian budaya yang dilestarikan dalam sistem nilai kebudayaan nasional.
Ketua Panitia Hari Lahir Ke-79 GP Ansor, Ace Hasan Syadzily, menambahkan budaya pesantren sebagai subkultur Indonesia lebih adaptif dan menghargai tradisi dan kearifan budaya lokal. Selain itu, menurutnya, budaya pesantren dapat mengembalikan akar budaya Indonesia yang ramah dan toleran. "Ini juga sebagai kekuatan sejarah, militansi paham keagamaan, militansi perjuanga
Sumber: Media Indonesia, Minggu, 21 April 2013
Acara tersebut diisi pula dengan pidato kebudayaan oleh KH Mustofa Bisri dan dihadiri sejumlah kalangan dari Nahdlatul Ulama (NU) di antaranya Mahfud MD dan Lilly Wahid.
Ketua Umum GP Ansor Nusron Wahid berharap eksistensi GP Ansor hingga mencapai usia ke-79 dapat membawa manfaat bagi seluruh umat manusia. Nusron mengatakan, dengan membawa tema kebudayaan dan pesantren, pihaknya ingin menunjukkan bahwa kebudayaan bisa memperbaiki citra politik.
"Politik tidak dilawan dengan politik, tetapi dengan gerakan kebudayaan supaya memiliki keberadaan yang pas," ujarnya dalam sambutan saat membuka acara harlah GP Ansor itu.
Ia juga mengatakan peran dan pengaruh Islam yang lebih menonjol terlihat dalam sistem pendidikan dan sistem budaya bangsa.
"Dalam bidang pendidikan, pesantren mengajarkan nilai-nilai Islam yang memberikan alternatif baru kepada para penganutnya. Itu terlihat dari pembentukan pola hubungan antara santri dan kiai, masjid dan rumah, dan membentuk nilai-nilai yang menghargai tradisi lokal," tandasnya.
Secara budaya, kata Nusron, tradisi Islam pesantren masuk dan berinteraksi dengan budaya lokal secara damai, bersifat terbuka, dan inklusif. "Inilah budaya dasar pesantren yang lebih adaptif terhadap tumbuhnya nilai-nilai budaya lokal," pungkasnya.
Modal budaya yang dimiliki pesantren, kata Nusron, harus menjadi bagian budaya yang dilestarikan dalam sistem nilai kebudayaan nasional.
Ketua Panitia Hari Lahir Ke-79 GP Ansor, Ace Hasan Syadzily, menambahkan budaya pesantren sebagai subkultur Indonesia lebih adaptif dan menghargai tradisi dan kearifan budaya lokal. Selain itu, menurutnya, budaya pesantren dapat mengembalikan akar budaya Indonesia yang ramah dan toleran. "Ini juga sebagai kekuatan sejarah, militansi paham keagamaan, militansi perjuanga
Sumber: Media Indonesia, Minggu, 21 April 2013
No comments:
Post a Comment