PERJALANAN selalu menyajikan cerita tersendiri. Di darat, laut, dan udara, beragam kisah terhampar. Namun, selalu ada tempat persinggahan untuk memberi jeda juga sejumput kisah.
Hal itulah yang dilakukan sekumpulan penulis muda dalam antologi cerita pendek berjudul Singgah terbitan Gramedia Pustaka Utama pada Januari 2013. Sebanyak 13 cerita pendek lahir dari tangan 12 penulis muda berbakat. Mereka antara lain Jia Effendie, Taufan Gio, Alvin Agastia Zirtaf, Yuska Vonita, Adellia Rosa, Dian Harigelita, Anggun Prameswari, Aditia Yudis, Bernard Batubara, Putra Perdana, dan Artasya Sudirman. Mereka menaburkan imajinasi apik ke dalam kumpulan cerpen yang memikat.
Persinggahan seperti dermaga, stasiun, terminal, dan bandara disulap menjadi teater kata yang menampilkan kisah cinta, patah hati, perjalanan menjejaki kenangan, kehilangan orang yang disayang, bahkan cerita detektif. Simak saja cerpen Jantung karya Jia Effendie, Dermaga Semesta karya Taufan Gio, Semanis Gendhis karya Anggun Prameswari, Koper kreasi Putra Perdana, dan kisah-kisah lainnya.
Pembaca Singgah dijamin akan merasakan gairah positif berkat kesegaran tema dan cara penulisan menawan dari penulis muda. Mereka seakan hendak mengajak pembaca untuk menuangkan pengalaman masing-masing ke dalam sebuah cerita fiksi pendek yang pada gilirannya akan memukau pembaca lainnya. Siklus abadi yang melenakan dan menguntungkan.
Jia Effendie, editor sekaligus penggagas antologi itu, menuturkan kumpulan cerpen tersebut berawal sejak Januari 2012. Dia bersama rekannya sedang gandrung untuk melahirkan beberapa kumpulan cerpen. Pada April 2012, lahirlah Tribute to Seno Gumira Ajidarma yang diterbitkan Serambi.
Lalu muncul ide kumpulan cerpen yang diikat benang merah berupa latar, yaitu bandara, stasiun, pelabuhan, dan terminal. "Nah yang terakhir inilah cikal-bakal Singgah," tuturnya.
Jia kemudian mendata para penulis dari berbagai komunitas hingga terpilihlah nama-nama yang menghiasi buku tersebut. Dua di antaranya, Adellia Rosa dan Aditia Yudis, diambil dari sayembara penulisan cerpen yang Jia adakan pada Mei 2012.
Penulisan Singgah juga sebagai upaya pemantik bagi para penulis baru agar melangkah lebih jauh untuk menerbitkan novel kelak. "Biar penulis baru namanya dikenal bila kelak nerbitin novel. Bisa lebih cepat dibaca editor. Ha ha ha," ucapnya.
Hal itu juga disampaikan Taufan Gio, salah satu kontributor dalam antologi tersebut. Dia mengakui awalnya sulit lantaran profesinya sebagai fotografer, bukan penulis fiksi.
Namun, Taufan berhasil menyelesaikan tantangan waktu karena ceritanya terinspirasi oleh perjalanannya ke Pulau Bira Besar saat dirinya bertemu seekor anjing. "Jia kasih tantangan selanjutnya, bikin novel. Wish me luck!" tutur Taufan. Ihwan Hariyanto, pemilik penerbitan independen Mozaik Indie Publisher di Malang, Jawa Timur, mengakui adanya kecenderungan penerbit (baru) untuk menerbitkan kumpulan cerita pendek, baik fiksi maupun nonfiksi.
"Kami menerbitkan kumpulan cerpen karena sekarang ini penerbit mayor kurang berminat menerbitkannya, kecuali karya cerpenis yang sudah punya nama seperti Agus Noor, Dee, dan lain-lain," ujarnya.
Lebih lanjut, imbuh Ihwan, para cerpenis yang belum punya nama itu melihat penerbitan indie sebagai jalan bagi mereka untuk memublikasikan karya.
Hal itu bersimbiosis dengan tujuan Mozaik yang ingin menjadi wadah bagi para penulis pemula yang ingin menerbitkan karya.
Untuk menjaring naskah, Mozaik sering mengadakan sayembara atau audisi secara online. Naskah-naskah yang terpilih dijadikan sebuah antologi. Puasa Pertamax, Love Journey, Carok, dan Pertamax Moment merupakan beberapa judul antologi yang telah diluncurkan Mozaik.
Menurut Ihwan, alasan lain menerbitkan kumpulan cerpen ialah terinspirasi oleh kumpulan tulisan Chicken Soup for the Soul yang telah mendunia. "Saya melihat antologi cerpen merupakan cara kreatif bagi penulis pemula untuk memperkenalkan diri kepada khalayak pembaca. Penerbitan kumpulan cerpen ini sekaligus mendenyutkan nadi sastra Indonesia." (San Yasdi/M-1)
Sumber: Media Indonesia, Minggu, 14 April 2013
Hal itulah yang dilakukan sekumpulan penulis muda dalam antologi cerita pendek berjudul Singgah terbitan Gramedia Pustaka Utama pada Januari 2013. Sebanyak 13 cerita pendek lahir dari tangan 12 penulis muda berbakat. Mereka antara lain Jia Effendie, Taufan Gio, Alvin Agastia Zirtaf, Yuska Vonita, Adellia Rosa, Dian Harigelita, Anggun Prameswari, Aditia Yudis, Bernard Batubara, Putra Perdana, dan Artasya Sudirman. Mereka menaburkan imajinasi apik ke dalam kumpulan cerpen yang memikat.
Persinggahan seperti dermaga, stasiun, terminal, dan bandara disulap menjadi teater kata yang menampilkan kisah cinta, patah hati, perjalanan menjejaki kenangan, kehilangan orang yang disayang, bahkan cerita detektif. Simak saja cerpen Jantung karya Jia Effendie, Dermaga Semesta karya Taufan Gio, Semanis Gendhis karya Anggun Prameswari, Koper kreasi Putra Perdana, dan kisah-kisah lainnya.
Pembaca Singgah dijamin akan merasakan gairah positif berkat kesegaran tema dan cara penulisan menawan dari penulis muda. Mereka seakan hendak mengajak pembaca untuk menuangkan pengalaman masing-masing ke dalam sebuah cerita fiksi pendek yang pada gilirannya akan memukau pembaca lainnya. Siklus abadi yang melenakan dan menguntungkan.
Jia Effendie, editor sekaligus penggagas antologi itu, menuturkan kumpulan cerpen tersebut berawal sejak Januari 2012. Dia bersama rekannya sedang gandrung untuk melahirkan beberapa kumpulan cerpen. Pada April 2012, lahirlah Tribute to Seno Gumira Ajidarma yang diterbitkan Serambi.
Lalu muncul ide kumpulan cerpen yang diikat benang merah berupa latar, yaitu bandara, stasiun, pelabuhan, dan terminal. "Nah yang terakhir inilah cikal-bakal Singgah," tuturnya.
Jia kemudian mendata para penulis dari berbagai komunitas hingga terpilihlah nama-nama yang menghiasi buku tersebut. Dua di antaranya, Adellia Rosa dan Aditia Yudis, diambil dari sayembara penulisan cerpen yang Jia adakan pada Mei 2012.
Penulisan Singgah juga sebagai upaya pemantik bagi para penulis baru agar melangkah lebih jauh untuk menerbitkan novel kelak. "Biar penulis baru namanya dikenal bila kelak nerbitin novel. Bisa lebih cepat dibaca editor. Ha ha ha," ucapnya.
Hal itu juga disampaikan Taufan Gio, salah satu kontributor dalam antologi tersebut. Dia mengakui awalnya sulit lantaran profesinya sebagai fotografer, bukan penulis fiksi.
Namun, Taufan berhasil menyelesaikan tantangan waktu karena ceritanya terinspirasi oleh perjalanannya ke Pulau Bira Besar saat dirinya bertemu seekor anjing. "Jia kasih tantangan selanjutnya, bikin novel. Wish me luck!" tutur Taufan. Ihwan Hariyanto, pemilik penerbitan independen Mozaik Indie Publisher di Malang, Jawa Timur, mengakui adanya kecenderungan penerbit (baru) untuk menerbitkan kumpulan cerita pendek, baik fiksi maupun nonfiksi.
"Kami menerbitkan kumpulan cerpen karena sekarang ini penerbit mayor kurang berminat menerbitkannya, kecuali karya cerpenis yang sudah punya nama seperti Agus Noor, Dee, dan lain-lain," ujarnya.
Lebih lanjut, imbuh Ihwan, para cerpenis yang belum punya nama itu melihat penerbitan indie sebagai jalan bagi mereka untuk memublikasikan karya.
Hal itu bersimbiosis dengan tujuan Mozaik yang ingin menjadi wadah bagi para penulis pemula yang ingin menerbitkan karya.
Untuk menjaring naskah, Mozaik sering mengadakan sayembara atau audisi secara online. Naskah-naskah yang terpilih dijadikan sebuah antologi. Puasa Pertamax, Love Journey, Carok, dan Pertamax Moment merupakan beberapa judul antologi yang telah diluncurkan Mozaik.
Menurut Ihwan, alasan lain menerbitkan kumpulan cerpen ialah terinspirasi oleh kumpulan tulisan Chicken Soup for the Soul yang telah mendunia. "Saya melihat antologi cerpen merupakan cara kreatif bagi penulis pemula untuk memperkenalkan diri kepada khalayak pembaca. Penerbitan kumpulan cerpen ini sekaligus mendenyutkan nadi sastra Indonesia." (San Yasdi/M-1)
Sumber: Media Indonesia, Minggu, 14 April 2013
No comments:
Post a Comment