-- Hendrawan
KAMPUS ini harus terus menghasilkan karya, menghidupkan seni dan menggeliatkan kebudayaan Melayu di Riau. Bila seni dan kebudayaan itu tidak digerakkan melalui lembaga seperti Akademi Kesenian Melayu Riau (AKMR) maka kebudayaan dikhawatirkan akan hilang.
Akademi Kesenian Melayu Riau (AKMR) kembali mengukuhkan wisudawan Sabtu (6/4) pagi di Hotel Grand Elite. Prosesi wisuda ke-VI itu mengukuhkan 37 Ahli Madya Seni (Amd Sn) dari tiga jurusan yakni teater, musik dan tari yang telah menggali ilmu dan bertungkuslumus di akademi berakreditasi B tersebut.
Sebagai satu-satunya akademi yang fokus di bidang seni dan budaya di Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah X, AKMR kembali menegaskan perannya sebagai salah satu tonggak perwujudan Visi Riau 2020, menjadikan Riau sebagai pusat seni dan budaya Melayu di Asia Tenggara. Komitmen ini kembali diungkapkan Ketua Dewan Pembina Yayasan Sagang, H Rida K Liamsi di sela-sela prosesi.
‘’Salah satu tugas AKMR mendorong budaya Melayu agar terus berkembang. Kebudayaan kita tidak akan maju kalau tidak ada penyokongnya. Riau Pos Group melalui Yayasan Sagang selalu komitberjuang bersama stake holder untuk memajukan seni dan kebudayaan sesuai visi Riau 2020. Sejauh ini belum ada lembaga yang lebih baik dari AKMR,’’ ungkap Rida.
Jika alumni berhasil menjalankan fungsinya sebagai pengembang seni dan budaya, bukan mustahil visi Riau untuk mewujudkan daerah ini menjadi pusat kebudayaan Melayu di Asia Tenggara akan cepat terwujud.
Ketua Yayasan Sagang Kazzaini Ks memberikan kabar gembira pada civitas akademika AKMR. Kazzaini menyatakan, Pemerintah Provinsi Riau akan merealisasikan bantuan gedung AKMR dan segera dibangun dalam tahun ini juga. ‘’Pelelangan pembangunannya akan dilaksanakan dalam waktu dekat, tahun ini mudah-mudahan sudah mulai dibangun. Informasi dari Dinas PU, akan dibangun di Jalan Garuda (Panam, red),’’ ungkap Kazzaini saat ditemui usai prosesi wisuda.
Sementara itu Direktur AKMR Syamsul Bahri Samin tidak kalah semangat melihat perkembangan AKMR ke depan. Saat ini Syamsul akan sibuk mempersiapkan perubahan status dari AKMR menjadi Sekolah Tinggi Seni Riau (STSR). Keinginan ini mendapat sambutan baik dari Kopertis Wilayah X Jamurin SH MH yang hadir pada perhelatan tersebut.
‘’Ini perkembangan yang bagus, saat ini saja sudah terakreditasi B dan tidak diragukan lagi ditingkatkan menjadi sekolah tinggi. Saya yakin bisa, karena untuk urusan administrasi lembaga ini sudah baik. Kalau semua syarat sudah lengkap, Kopertis tinggal mengeluarkan rekomendasi saja,’’ ungkap Jamurin meyakinkan.
Jamurin juga melihat AKMR memiliki potensi yang bagus, apalagi akademi ini unik. Karena menurut dia, fokus pada kesenian dan budaya Melayu hanya ada satu-satunya di Indonesia. ‘’AKMR akan jauh lebih maju ke depannya karena dia unik. Tinggal bagaimana menjalin kerja sama yang baik dengan pemerintah daerah dan membangun karakter akademik yang kuat. Dalam hal ini pemerintah daerah harus memberikan bantuan,’’ ungkap Jamurin lebih lanjut.
Pada acara wisuda yang mengukuhkan 37 Amd Sn itu diumumkan pemuncak diraih Raja Yusriamsyah RM dengan IPK 3,7 melalui kertas kerja dengan judul ‘’Pedinding’’ sekaligus sebagai cumlaude.
Seminar Seni
Usai perhelatan prosesi wisuda, acara dilanjutkan dengan seminar seni Dies Natalis ke-1 Sekolah Tinggi Seni Riau dengan tama ‘’Tantangan Masa Depan Pendidikan Seni dan Pembentukan Karakter Bangsa’’. Seminar tersebut menghadirkan dua profesor seni yakni Prof Dr Yudiaryani MA (Yogyakarta) serta Endang Catur Wati (Bandung).
Yudiaryani lebih dulu tampil sebagai pembicara dengan judul ‘’Aktualisasi Pendidikan Seni Budaya Guna Meningkatkan Pendidikan Berkarakter dengan Perspektif Kebangsaan’’. Sedang Endang Caturwati membentangkan makalah dengan judul ‘’Tantangan Masa Depan Pendidikan Seni dalam Pembentukan Karakter Bangsa’’. Kedua pembicara mampu membuat ratusan peserta seminar betah berlama-lama dan ikut dalam sesi tanya jawab.
Yudiaryani menjelaskan, ada empat isu pokok pembangunan pendidikan dan kebudayaan antara lain; akses, mutu dan relevansi, pelestarian dan pengembangan kebudayaan serta tata kelola. Begitu pula dengan enam pilar pendidikan berkarakter seperti kepercayaan, respek, tanggung jawab, keadilan, peduli dan kewarganegaraan.
Sebagai pemikir dan pekerja teater Indonesia, Yudiaryani tentu saja lebih fokus melihat masalah dan penyelesaian masalah Indonesia dari seni teater. Yudiaryani menutup makalahnya dengan menulis, ‘’Fungsi lembaga pendidikan seni budaya adalah membuka wacana kepada masyarakat terhadap sistem, fungsi, praktik dunia kesenian di tanah air, biak kesenian sebagai ekpresi individual maupun ekpresi industri hiburan. Peserta didik diharapkan mampu mengahadapi industri ini dengan rasa tanggung jawab dan bersikap kritis.
Sementara itu Endang Caturwati mengatakan, karya seni pada hakekatnya diciptakan untuk disajikan kepada masyarakat dengan demikian karya seni mempunyai fungsi sosial. Dapat mengarahkan cara mereka berpikir, merasakan dan kadang-kadang juga menentukan tindakan mereka. Dalam hal ini, peran guru atau pendidik sebagai pewaris generasi penerus bangsa sangatlah berperan dalam menentukan ‘konsep pendidikan seni dalam pembentukan karakter bangsa.
Untuk itu, dalam konteks pemuliaan seni tradisional, seni tidaklah sekedar menyajikan suatu ‘tontonan yang indah’ dan menyenangkan, melainkan seni harus menjadi tuntunan. Dalam hal ini peran pendidik atau guru sebagai penyampai misi mempengaruhi atau mewariskan seni sangatlah penting. Tantangan pendidik seni melalui potensi budaya lokal atau seni tradisional adalah motivasi sumber daya manusia (SDM pendidik seni tradisional) yang kreatif, serta pandai memberdayakannya didikannya ke ajang-ajang eksistensi tradisional. (fed)
Sumber: Riau Pos, Minggu, 7 April 2013
KAMPUS ini harus terus menghasilkan karya, menghidupkan seni dan menggeliatkan kebudayaan Melayu di Riau. Bila seni dan kebudayaan itu tidak digerakkan melalui lembaga seperti Akademi Kesenian Melayu Riau (AKMR) maka kebudayaan dikhawatirkan akan hilang.
Para wisudawan berfoto bersama dengan pihak Yayasan Sagang dan civitas akademika AKMR (sekarang STSR). Foto: defizal/riau pos |
Akademi Kesenian Melayu Riau (AKMR) kembali mengukuhkan wisudawan Sabtu (6/4) pagi di Hotel Grand Elite. Prosesi wisuda ke-VI itu mengukuhkan 37 Ahli Madya Seni (Amd Sn) dari tiga jurusan yakni teater, musik dan tari yang telah menggali ilmu dan bertungkuslumus di akademi berakreditasi B tersebut.
Sebagai satu-satunya akademi yang fokus di bidang seni dan budaya di Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah X, AKMR kembali menegaskan perannya sebagai salah satu tonggak perwujudan Visi Riau 2020, menjadikan Riau sebagai pusat seni dan budaya Melayu di Asia Tenggara. Komitmen ini kembali diungkapkan Ketua Dewan Pembina Yayasan Sagang, H Rida K Liamsi di sela-sela prosesi.
‘’Salah satu tugas AKMR mendorong budaya Melayu agar terus berkembang. Kebudayaan kita tidak akan maju kalau tidak ada penyokongnya. Riau Pos Group melalui Yayasan Sagang selalu komitberjuang bersama stake holder untuk memajukan seni dan kebudayaan sesuai visi Riau 2020. Sejauh ini belum ada lembaga yang lebih baik dari AKMR,’’ ungkap Rida.
Jika alumni berhasil menjalankan fungsinya sebagai pengembang seni dan budaya, bukan mustahil visi Riau untuk mewujudkan daerah ini menjadi pusat kebudayaan Melayu di Asia Tenggara akan cepat terwujud.
Ketua Yayasan Sagang Kazzaini Ks memberikan kabar gembira pada civitas akademika AKMR. Kazzaini menyatakan, Pemerintah Provinsi Riau akan merealisasikan bantuan gedung AKMR dan segera dibangun dalam tahun ini juga. ‘’Pelelangan pembangunannya akan dilaksanakan dalam waktu dekat, tahun ini mudah-mudahan sudah mulai dibangun. Informasi dari Dinas PU, akan dibangun di Jalan Garuda (Panam, red),’’ ungkap Kazzaini saat ditemui usai prosesi wisuda.
Sementara itu Direktur AKMR Syamsul Bahri Samin tidak kalah semangat melihat perkembangan AKMR ke depan. Saat ini Syamsul akan sibuk mempersiapkan perubahan status dari AKMR menjadi Sekolah Tinggi Seni Riau (STSR). Keinginan ini mendapat sambutan baik dari Kopertis Wilayah X Jamurin SH MH yang hadir pada perhelatan tersebut.
‘’Ini perkembangan yang bagus, saat ini saja sudah terakreditasi B dan tidak diragukan lagi ditingkatkan menjadi sekolah tinggi. Saya yakin bisa, karena untuk urusan administrasi lembaga ini sudah baik. Kalau semua syarat sudah lengkap, Kopertis tinggal mengeluarkan rekomendasi saja,’’ ungkap Jamurin meyakinkan.
Jamurin juga melihat AKMR memiliki potensi yang bagus, apalagi akademi ini unik. Karena menurut dia, fokus pada kesenian dan budaya Melayu hanya ada satu-satunya di Indonesia. ‘’AKMR akan jauh lebih maju ke depannya karena dia unik. Tinggal bagaimana menjalin kerja sama yang baik dengan pemerintah daerah dan membangun karakter akademik yang kuat. Dalam hal ini pemerintah daerah harus memberikan bantuan,’’ ungkap Jamurin lebih lanjut.
Pada acara wisuda yang mengukuhkan 37 Amd Sn itu diumumkan pemuncak diraih Raja Yusriamsyah RM dengan IPK 3,7 melalui kertas kerja dengan judul ‘’Pedinding’’ sekaligus sebagai cumlaude.
Seminar Seni
Usai perhelatan prosesi wisuda, acara dilanjutkan dengan seminar seni Dies Natalis ke-1 Sekolah Tinggi Seni Riau dengan tama ‘’Tantangan Masa Depan Pendidikan Seni dan Pembentukan Karakter Bangsa’’. Seminar tersebut menghadirkan dua profesor seni yakni Prof Dr Yudiaryani MA (Yogyakarta) serta Endang Catur Wati (Bandung).
Yudiaryani lebih dulu tampil sebagai pembicara dengan judul ‘’Aktualisasi Pendidikan Seni Budaya Guna Meningkatkan Pendidikan Berkarakter dengan Perspektif Kebangsaan’’. Sedang Endang Caturwati membentangkan makalah dengan judul ‘’Tantangan Masa Depan Pendidikan Seni dalam Pembentukan Karakter Bangsa’’. Kedua pembicara mampu membuat ratusan peserta seminar betah berlama-lama dan ikut dalam sesi tanya jawab.
Yudiaryani menjelaskan, ada empat isu pokok pembangunan pendidikan dan kebudayaan antara lain; akses, mutu dan relevansi, pelestarian dan pengembangan kebudayaan serta tata kelola. Begitu pula dengan enam pilar pendidikan berkarakter seperti kepercayaan, respek, tanggung jawab, keadilan, peduli dan kewarganegaraan.
Sebagai pemikir dan pekerja teater Indonesia, Yudiaryani tentu saja lebih fokus melihat masalah dan penyelesaian masalah Indonesia dari seni teater. Yudiaryani menutup makalahnya dengan menulis, ‘’Fungsi lembaga pendidikan seni budaya adalah membuka wacana kepada masyarakat terhadap sistem, fungsi, praktik dunia kesenian di tanah air, biak kesenian sebagai ekpresi individual maupun ekpresi industri hiburan. Peserta didik diharapkan mampu mengahadapi industri ini dengan rasa tanggung jawab dan bersikap kritis.
Sementara itu Endang Caturwati mengatakan, karya seni pada hakekatnya diciptakan untuk disajikan kepada masyarakat dengan demikian karya seni mempunyai fungsi sosial. Dapat mengarahkan cara mereka berpikir, merasakan dan kadang-kadang juga menentukan tindakan mereka. Dalam hal ini, peran guru atau pendidik sebagai pewaris generasi penerus bangsa sangatlah berperan dalam menentukan ‘konsep pendidikan seni dalam pembentukan karakter bangsa.
Untuk itu, dalam konteks pemuliaan seni tradisional, seni tidaklah sekedar menyajikan suatu ‘tontonan yang indah’ dan menyenangkan, melainkan seni harus menjadi tuntunan. Dalam hal ini peran pendidik atau guru sebagai penyampai misi mempengaruhi atau mewariskan seni sangatlah penting. Tantangan pendidik seni melalui potensi budaya lokal atau seni tradisional adalah motivasi sumber daya manusia (SDM pendidik seni tradisional) yang kreatif, serta pandai memberdayakannya didikannya ke ajang-ajang eksistensi tradisional. (fed)
Sumber: Riau Pos, Minggu, 7 April 2013
No comments:
Post a Comment