Sunday, April 21, 2013

[Tifa] Penantian Abadi di Stasiun Kereta

-- Iwan Kurniawan
   
Sutradara Adjeng MJ menghadirkan roman picisan. Dekorasi dan set panggung menunjukkan drama musikal Gita Cinta digarap secara serius.

POPULER: Drama musikal Gita Cinta saat dipentaskan di Graha Bakti Budaya, Taman Ismail
Marzuki (TIM), Jakarta, Rabu, (17/4). Tema klasik ini cukup populer dan menghibur penonton.
MI/ATET DWI PRAMADIA
LELAKI itu begitu gelisah menanti di sebuah stasiun. Ia mengerang lalu bernyanyi secara liris. Ada sebuah pemberontakan dalam hati. Kekasihnya telah pergi meninggalkan dia entah untuk sementara ataukah selamanya.

"Pertemuan, pertemanan, percintaan, pertengkaran, perpisahan.... Rindu, dendam makin dalam, makin kelam...," ujar Galih membuka adegan pementasan drama musikal Gita Cinta di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pertengahan pekan ini.

Pentas yang penuh dengan nuansa musikal itu akan berlangsung hingga malam ini. Ada sebuah pesan, cinta akan tetap bersemi meski ditentang dan dilarang.

Pementasan selama 2 jam itu dipenuhi suasana keremajaan yang terbuai oleh kisah percintaan. Tata panggung cukup sederhana. Ada sebuah kursi, kereta, dan tiang. Semuanya semakin membisu saat kereta fajar hendak berangkat.

Lakon tersebut menghadirkan sebuah kilas balik pada kisah percintaan antara Galih (Gabriel B Hervianto) dan Ratna (Andrea Miranda). Pada adegan awal, terlihat Galih yang pupus, tetapi masih percaya pada sebuah arti penantian.

Adegan pun berlanjut di sebuah sekolah. Para siswa dan siswi sedang memulai aktivitas. Galih masuk dari sisi kiri seraya mendorong sepedanya.

Di sekolah itu terdapat sebuah kantin. Biasanya siswa-siswi bergosip hingga berdiskusi. Pagi itu, ayah (Chandra Satria) mengantar Ratna ke sekolah yang baru. Ia siswa pindahan dari sebuah desa di Pantai Utara. "Ratna, ini sekolahmu yang baru," ujar sang ayah saat mengantar anak gadisnya itu.

Ada perasaan tak menentu saat Ratna masuk ke sekolah. Ia mendapati teman-teman baru dengan bermacam karakter. Ada yang baik dan jahat. Seperti dalam kisah aslinya dalam novel Gita Cinta dari SMA karya Eddy D Iskandar, kisah perjumpaan dua sejoli itu tergambar secara jelas.

Adegan pun berlanjut saat seorang guru sejarah (Lisa Depe) masuk ke kelas sambil membawa buku. Ia mulai mengajarkan sejarah cinta kepada murid-murid. Ia mengambil kapur dan menulis kata 'cinta' di papan tulis.

Adegan itu bagai sebuah intro drama musikal yang terbagi dalam dua babak. Masing-masing terdiri dari 10 babak yang memiliki sebuah kisah yang utuh tentang dua tokoh utama.

Pada bagian pertama, kisah perjumpaan hingga percintaan begitu tampak jelas. Ada nuansa kasmaran hingga kerinduan yang berbunga-bunga.

Bagian kedua menjadi sebuah perjodohan hingga perpisahan. Konflik pun semakin terasa saat ayah melarang Ratna untuk berpacaran dengan Galih.

Pasalnya, ayah telah menjodohkan Ratna dengan seorang pemuda kaya (Dendy MP Hamid). Ibu (Christine Tambunan) tak bisa berbuat banyak. Apalagi, ayah sangat keras kepala untuk hal yang satu itu.

"Untuk apa perjodohan ini (Ratna dan pemuda lain). Apakah karena bisnis atau harga diri?" ujar Mbak Ning (Sita Nursanti), adik ayah. "Kau jangan memengaruhi dia...," timpal ayah.

Mbak Ning sangat menantang perjodohan itu. Apalagi, ia merasa iba melihat Ratna yang selalu murung di dalam kamar. Sebuah pengalaman pahit sebenarnya telah ia alami duluan puluhan tahun silam. Saat itu, Ning terpaksa dijodohkan di kampung.

Ruang berbeda

Terlepas dari naskah itu sendiri yang sudah populer, aspek tata panggung (skenografi) juga begitu memikat mata. Penata panggung dan dekor set Hardiman Radjab mampu menghadirkan nuansa yang sesuai dengan kisah dalam percintaan itu.

Permainan cahaya dan lampu semakin melengkapi dekorasi. Itu terlihat saat kegiatan di rumah, sekolah, stasiun, dan taman. Semuanya dihadirkan secara tepat dengan penuh estetika.

Pada satu adegan yang menggambarkan Galih dan Ratna tak ingin berpisah, misalnya, tata panggung dibuat mendatar tapi kontras.

Di sisi kiri, ada rumah Galih yang sederhana. Di sisi kanan, Ratna sedang di kamar yang penuh dengan buku-buku.

Ada sebuah simbol, mereka berdua memang berlatar belakang strata (sosial) berbeda.

Drama musikal produksi kedua Art Swara dengan pengarah musik Dian HP itu menghadirkan aransemen musikal yang mampu menggambarkan jalannya cerita kisah percintaan tersebut.

"Pada 2010, semua adegan disajikan secara bernyanyi. Namun, di sini saya mencoba memberikan celah untuk adanya proses dialog dalam pertunjukan," ujar Dian, serius.

Kendati demikian, drama musikal Gita Cinta masih memiliki kelemahan, terutama pada beberapa tokoh yang bukan pemeran utama. Sebagian aktor begitu asyik berakting sehingga terkesan berlebih-lebihan.

Penggunaan bahasa baku memperlihatkan pertunjukan itu cukup serius digarap. Sutradara mampu menghadirkan sebuah roman picisan yang menggugah dan menggetarkan hati penonton. (M-1)

Sumber: Media Indonesia, Minggu, 21 April 2013

No comments: