MASIH ingat foto jurnalis dipukul aparat berseragam saat meliput kecelakaan pesawat terbang yang beredar di banyak media, akhir tahun lalu?
Peristiwa jatuhnya pesawat jenis Hawk 200 TT 0212 milik TNI-AU pada 16 Oktober 2012 itu mengundang perhatian para pewarta, baik tulis maupun foto. Kondisi pesawat yang jatuh di salah satu pekarangan rumah warga, tak jauh dari sebuah SD, cukup parah.
Api berkobar dibarengi dengan asap yang membubung sontak menjadi tontonan siswa SD yang kebetulan sedang istirahat. Sekitar 30 menit setelah pesawat jatuh, sejumlah 50 personel dari Pasukan Khas TNI-AU dan Polisi Militer Lapangan Udara (Lanud) Pekanbaru mencoba mensterilkan area.
Namun, tindakan sterilisasi dirasa terlalu berlebihan bahkan enam orang wartawan menjadi korban kekerasan.
Didik Herwanto, fotografer Riau Pos, mengaku dicekik Kadis Pers Lanud AU Pekanbaru Letkol Robert Simanjuntak.
Tak bisa melawan, Didik pun tersungkur di tanah. Tangannya ditahan dan dadanya dihantam dengan menggunakan lutut kiri perwira yang ukuran badannya dua kali sang fotografer itu. Penganiayaan tersebut tidak hanya menimpa Didik, tetapi juga wartawan lainnya.
Bahkan penganiayaan dilakukan di hadapan puluhan siswa SD yang sedang menonton peristiwa jatuhnya pesawat.
"Saya juga sempat diinjak-injak seperti binatang. Untung saja ada polisi militer. Saya diamankan ke dalam mobil," ungkap Didik mengingat peristiwa di tahun lalu itu.
Didik dan kawan-kawan yang menjadi korban penganiayaan pun segera melaporkan kejadian tersebut secara resmi ke Polisi Militer AU di Kantor Satuan Polisi Militer Lanud Roesmin Nurjadin. Selain itu, Didik mendatangi Kantor Komnas HAM dengan didampingi beberapa rekan seprofesinya, termasuk pemimpin redaksi Riau Pos.
Pascapenganiayaan dan pengaduan, Didik dan rekan-rekannya terus mendapatkan intimidasi dari anggota TNI, mulai telepon, SMS, hingga dibuntuti orang tak dikenal.
Para pewarta, kata Didik, meminta Letkol Robert dihukum pidana umum, bukan lagi dengan hukum militer. Sampai akhirnya, Iskandar Sitompul dari Markas Besar TNI menyatakan Letkol Robert tidak akan diberi jabatan dan dibiarkan pensiun dengan pangkat letkol.
"Urusan tersebut berbuntut pada pemanggilan saya ke DPR untuk upaya damai. Banyak media yang meliput hingga ada berita miring tentang saya yang menyatakan damai. Setelah itu, saya dihujat oleh mereka yang awalnya mendukung," ungkapnya.
"Bagi saya, dampak paling penting, peristiwa itu terjadi tujuh hari sebelum pernikahan saya. Rencana buyar akibat harus mengurus upaya hukum di Jakarta. Saya bilang ke calon istri, risiko menjadi pasangan jurnalis, pertama gajinya kecil, kedua risiko dianiaya. Pesan saya, jurnalis bukan musuh siapa pun. Kami lakukan pekerjaan yang menurut kami sangat mulia," ujarnya seraya tersenyum.
Tujuh wartawan dibunuh
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat sepanjang 2011 terdapat 49 kasus kekerasan baik fisik maupun nonfisik. Ketua Umum AJI Eko Maryadi mengatakan terdapat 19 kasus kekerasan oleh aparat pemerintah dan kelompok massa. Sementara itu, untuk kasus pembunuhan jurnalis, sejak 1996 sampai saat ini, terdapat tujuh kasus yang belum terselesaikan.
"Kalau kekerasan kepada wartawan sudah fisik, gunakan KUHP untuk menimbulkan efek jera," ungkap anggota Satuan Tugas Dewan Pers Kamsul Hasan. (WU/M-2)
Sumber: Media Indonesia, Minggu, 7 April 2013
No comments:
Post a Comment