Sunday, March 03, 2013

[Pustaka] Misteri Reformasi di Balik Lukisan Nabila

-- Adma Bestari


Data Buku

Judul Buku: Misteri Lukisan Nabila

Penulis: Sihar Ramses Simatupang

Penerbit: Nuansa Cendikia

Cetakan: November 2012

Lukisan-lukisan itu seperti sebuah fase dramatis yang memang mengerikan. Tekstur akriliknya seakan lumpur yang mengingatkan tiap orang kepada masing-masing sejarah pribadi orang-orang yang menyaksikan dan pernah mengalaminya. (BAB XXV-hlm 131-132).

DEMIKIANLAH sepenggal paragraf ingatan tentang sebuah peristiwa mengerikan yang terdapat dalam novel Sihar Ramses Simatupang, Misteri Lukisan Nabila. Sepertinya paragraf tersebut mencoba membangkitkan kembali gairah ingatan tentang korban penculikan di masa pergolakan Reformasi 1998. Bicara reformasi, tentu pikiran kita langsung mengarah pada peristiwa krisis ekonomi yang dialami oleh bangsa Indonesia tahun 1998 yang kemudian memberikan dampak pada segala aspek, terutama aspek kemanusiaan dan moral penyelesaiannya.

Mungkin peristiwa semacam ini bagi sebagian orang atau kelompok merupakan peristiwa kenangan biasa. Cerita yang habis ditelan zaman, dilindas waktu. Namun, bagi sebagian orang lagi, seperti aktivis, orang tua korban, keluarga korban, teman dan sahabat, peristiwa semacam ini adalah peristiwa yang memilukan sekaligus memalukan. Memilukan karena proses penghilangan yang dilakukan secara sengaja, memalukan karena persoalan hak asasi manusia (HAM) sampai dengan ini waktu belum juga terselesaikan.

Ini kali, Sihar Ramses Simatupang, salah seorang aktivis, jurnalis dan juga sahabat korban mencoba mengok kembali peristiwa memilukan dan memalukan tersebut melalui karya novelnya. Novel yang menggunakan alur bolak-balik tersebut mencoba memaparkan kembali tentang sebuah proses kehilangan dan penghilangan kekasih Nabila, bernama Bentar Armadia, dan kini setelah kematian Bentar, Feri Arman menjadi suami Nabila. Kisah peristiwa Reformasi 1998 atau kenangan Nabila tersebut bukan berdiri sendiri, melainkan ditopang atau dibangkitkan oleh tanda-tanda yang terus bermunculan dari lukisan serta mimpinya sendiri. Selanjutnya tanda-tanda tersebut menuntun kegelisahan, rasa penasaran dan rasa keingintahuan Nabila terhadap persoalan tersebut, agar dia bisa mendudukkan persoalan yang sebenar-benarnya.

Jika dilihat dari kaca mata intrinsik, novel ini sudah cukup kuat dalam pembangunan tokoh (penokohan) yang terlihat dari pemberian watak yang cukup kuat dari masing-masing tokoh. Sebagai misal, watak keras kepala dan rasa penasaran yang dimiliki Nabila, watak Feri suaminya yang mencoba mengubur kenangan masa lalu dengan caranya, serta watak-watak lainnya. "Matanya kemudian tertumbuk pada sebuah sudut yang memberikan rasa penasaran pada tempat yang sejak lama dia tinggali bersama suaminya. Loteng rumahnya!... Nabila lalu ingin membongkar dan membersihkan isi lemari di gudang yang terletak di lantai atas... setelah diteliti terdapat beberapa lembar surat. Beberapa lembar surat itu menarik perhatiannya." (BAB IX-hlm 39-40).

Demikian pula dengan tema yang dipilih si pengarang, tema reformasi bisa saja bagi sebagian umat bukanlah menjadi tema yang seksi, namun bagi pengarang tema ini menjadi kuat bukan sekadar seksi atau tidaknya, melainkan karena keterhubungannya secara langsung terhadap peristiwa yang memilukan tersebut. Kaca mata intrinsik juga sangat menjelaskanam persoalan alur ceritanya yang maju-mundur, namun saling memiliki keterhubungan yang kuat antarkalimat, paragraf, dan babnya.

Jika dilihat dari kaca mata ekstrinsik, novel Misteri Lukisan Nabila ini mengandung nilai moral, terutama moral kemanusiaan dan penyelesaian kasus yang berlarut-larut atau dengan sengaja tidak diselesaikan dengan adil dan bijak. Sehingga tak salah kiranya kita berprasangka, bahwa novel ini ditulis oleh Sihar dikarenakan proses hukum hilangnya aktivis politik penentangan rezim Orba yang tak pernah tuntas. Meski sering terdengar kabar tentang pengusutan masalah ini secara legal, tapi untuk penyelesaian secara hukum yang jelas dan tegas tak kunjung terdengar.

Utang yang Belum Terbayar


Anehnya dalam novel Misteri Lukisan Nabila, pengarang tidak menghadirkan keberadaan dan peran negara, dalam hal ini pemerintah. Dengan kata lain, pengarang hanya menghadirkan sosok aktivis, pelaku penculikan dan penyiksaan, orang tua, kekasih, teman dan sahabatnya. Bisa jadi, kondisi tersebut dengan sadar tidak dihadirkan karena reaksi kesal, kecewa dan protes pengarang terhadap pemerintah yang tak pernah serius untuk mengusut kasus sampai ke akar persoalan. Hal tersebut terbukti dari tidak adanya aparatur negara, baik dalam tokoh maupun alur yang mencoba menyelidiki persoalan dan mencari-cari akar perkara.

Ironisnya, pengarang dengan sengaja menghadirkan dunia roh dalam penyelesaian kasusnya. Yang mana, kasus penculikan, penyiksaan dan pembunuhan yang dihadirkan lewat tanda-tanda, keingintahuan, mimpi dan kecurigaan yang begitu besar, akhirnya Nabila diberikan jawaban melalui dunia roh-nya. Sampai akhirnya Nabila mengetahui secara jelas dan tegas, bahwa kekasihnya Bentar diculik, dibunuh dan disiksa oleh suaminya Feri.

Artinya novel ini dengan sengaja menampakkan keabsenan negara dalam sebuah kasus. Sehingga, tak salah kiranya jika peristiwa Reformasi 1998 ini menjadi utang yang sampai sekarang belum terbayar. Utang individu, utang kolektif/kelompok/organisasi, terutama utang pemerintah yang sampai sekarang belum terbayar lunas-tuntas. n

Sumber: Jurnal Nasional, Minggu, 3 Maret 2013

No comments: