MENTERI BUMN Dahlan Iskan beberapa waktu lalu menyatakan nasib Balai Pustaka (BP) tinggal menunggu 'surat kematian'. Pasalnya, BP dinilai tidak mampu bersaing dengan penerbit swasta.
Namun, hal itu dibantah Direktur BP Saiful Bahri. Pasalnya, setiap penerbit memiliki segmentasi tersendiri. Untuk buku pelajaran, contoh Saiful, BP bersaing dengan Erlangga, Ganesha Eksa, Grafindo, dan Yudhistira untuk sekolah menengah ke atas. Adapun Tiga Serangkai, Intan Pariwara, dan Aneka Ilmu berorientasi pada sekolah di pinggiran.
"Ada kualitas grafika dan konten (penulis dan editor). Ini yang membuat setiap penerbit sudah memiliki pangsa tersendiri," papar Saiful.
Jatuhnya BP dari persaingan antarpenerbit, diakui Saiful, akibat dicabutnya peraturan pelimpahan 30% pengadaan buku pelajaran dari Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan oleh Bambang Sudibyo. Maka itu, 2003 menjadi awal masa suram BP.
"Tahun 2003 aturan itu dicabut, menjadi awal suramnya BP karena SDM (sumber daya manusia) kita belum siap untuk berkompetisi dan kami tidak melakukan modernisasi peralatan," ungkap Saiful.
Percepatan persaingan, diakui M Deden Ridwan, CEO Noura Books, kelompok Mizan, meningkat dalam lima tahun terakhir.
“Saat ini persaingan penerbit bisa dibilang persaingan sehat. Dalam semua konteks diperlukan kecepatan dan kreativitas, dari situlah akan muncul siapa yang memimpin pasar dan ke mana pasar akan berjalan."
Masalah kreativitas itu juga diakui Executive Director Yayasan Lontar Estity Pringgoharjono. Dengan demikian, penerbit tidak hanya mengejar setoran kemudian kualitas dikorbankan.
E-book
Guna mengatasi ketertinggalan mereka, BP mulai melirik buku digital atau e-book. Pada 2010, BP meluncurkan Sabak, komputer tablet yang berisikan buku pelajaran untuk anak sekolah.
"Tapi kala itu masih ada yang kurang, jadi kami sempurnakan menjadi Edutab," ujar Saiful sambil menunjukkan komputer tablet berukuran 7 inci itu.
Sayangnya, belum banyak sekolah yang menggunakan gadget berbanderol Rp3,5juta itu. Tablet itu dilengkapi wifi dan jaringan LAN sehingga isi tablet dapat diawasi langsung oleh sekolah.
Rencana ke depan, BP berharap bisa menciptakan perpustakaan digital. (Iwa/*/M-5)
Sumber: Media Indonesia, Minggu, 10 Maret 2013
Namun, hal itu dibantah Direktur BP Saiful Bahri. Pasalnya, setiap penerbit memiliki segmentasi tersendiri. Untuk buku pelajaran, contoh Saiful, BP bersaing dengan Erlangga, Ganesha Eksa, Grafindo, dan Yudhistira untuk sekolah menengah ke atas. Adapun Tiga Serangkai, Intan Pariwara, dan Aneka Ilmu berorientasi pada sekolah di pinggiran.
"Ada kualitas grafika dan konten (penulis dan editor). Ini yang membuat setiap penerbit sudah memiliki pangsa tersendiri," papar Saiful.
Jatuhnya BP dari persaingan antarpenerbit, diakui Saiful, akibat dicabutnya peraturan pelimpahan 30% pengadaan buku pelajaran dari Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan oleh Bambang Sudibyo. Maka itu, 2003 menjadi awal masa suram BP.
"Tahun 2003 aturan itu dicabut, menjadi awal suramnya BP karena SDM (sumber daya manusia) kita belum siap untuk berkompetisi dan kami tidak melakukan modernisasi peralatan," ungkap Saiful.
Percepatan persaingan, diakui M Deden Ridwan, CEO Noura Books, kelompok Mizan, meningkat dalam lima tahun terakhir.
“Saat ini persaingan penerbit bisa dibilang persaingan sehat. Dalam semua konteks diperlukan kecepatan dan kreativitas, dari situlah akan muncul siapa yang memimpin pasar dan ke mana pasar akan berjalan."
Masalah kreativitas itu juga diakui Executive Director Yayasan Lontar Estity Pringgoharjono. Dengan demikian, penerbit tidak hanya mengejar setoran kemudian kualitas dikorbankan.
E-book
Guna mengatasi ketertinggalan mereka, BP mulai melirik buku digital atau e-book. Pada 2010, BP meluncurkan Sabak, komputer tablet yang berisikan buku pelajaran untuk anak sekolah.
"Tapi kala itu masih ada yang kurang, jadi kami sempurnakan menjadi Edutab," ujar Saiful sambil menunjukkan komputer tablet berukuran 7 inci itu.
Sayangnya, belum banyak sekolah yang menggunakan gadget berbanderol Rp3,5juta itu. Tablet itu dilengkapi wifi dan jaringan LAN sehingga isi tablet dapat diawasi langsung oleh sekolah.
Rencana ke depan, BP berharap bisa menciptakan perpustakaan digital. (Iwa/*/M-5)
Sumber: Media Indonesia, Minggu, 10 Maret 2013
No comments:
Post a Comment