-- Tita Tjindarbumi
DI hampir semua toko buku novel bergenre teenlit sedang jadi primadona. Hampir setiap minggu muncul judul baru, yang covernya segar, cute dan unyu. Tak hanya novel baru, tetapi penulisnya pun baru. Dan banyak ditulis oleh generasi muda.
Melihat banyaknya bermunculan penulis muda, tentu ini menggambarkan bahwa minat baca semakin baik sinergi dengan minat menulis yang kian terasa semangatnya di kalangan anak muda. Kendati begitu, tak berarti penulis senior sudah benar-benar meninggalkan bermain-main kata di genre teenlit. Novel teenlit kini menjadi ladang yang luas bagi penulis dan kemajuan literasi di Indonesia.
Mengapa Teenlit
Siapa yang paling menentukan novel genre apa yang paling bagus dan Boom di pasaran? Penerbitkah? Penulisnya? Atau, pembaca?
Berdasarkan pengamatan saya, sepertinya pembacalah yang paling dominan menentukan buku apa yang bisa laris di pasaran dan menjadi best seller. Mungkin perlu dibuat survey yang lebih serius yang berkaitan dengan minat baca masyarakat, meski hasil jalan-jalan saya ke toko buku dan melihat postingan di Facebook, cukup bisa membuktikan bahwa genre teenlit lebih sering muncul dibandingkan genre lainnya.
Dunia perbukuan di Indonesia adalah industri kapitalis, yang selalu mengejar keuntungan. Bagi pelaku bisnis perbukuan yang penting buku mereka laku, laris manis dan best seller. Cetak ulang berkali-kali. Soal isi, katakanlah mutu, itu urusan nomor sekian.
Tetapi sungguhkah mutu selalu diletakkan di nomor sekian setelah urusan pendistribusian? Jawabannya bisa iya dan tidak. Sebab masih cukup banyak penerbit yang peduli pada kemauan literasi Indonesia sehingga tidak hanya mengedepankan soal bisnis semata.
Lalu buku apa yang paling laris untuk era sekarang?
Di Gramedia Tunjungan Plaza Surabaya, buku teenlit penjualannya bagus dibandingkan buku atau novel genre lain. Terbilang 500 eksemplar terjual tiap bulan. Menurut petugas yang tak mau disebut namanya, tingginya angka penjualan novel bergenre teenlit karena penerbit dan penulisnya gencar promo di sosial media, seperti Facebook, twitter dan lainnya sehingga novel mereka dicari oleh pembaca yang tentu kaum remaja.
Lalu mengapa novel teenlit menjadi booming, sebagian besar penerbit memfokuskan bidikannya pada novel teenlit? Penerbit yang semula bermain-main di novel hantu yang tidak serem tetapi ngocol, gokil kini juga menerbitkan buku novel bergenre teenlit?
Sanie B Kuncoro, penulis senior yang cerpennya sudah bertebaran di berbagai media, mengatakan, remaja adalah pasar yang potensial dan besar untuk berbagai hal. Mereka adalah kelompok yang konsumtif ,maka berbagai produk untuk remaja sangat laku. Termasuk buku.
Bagi penulis senior untuk menulis kisah remaja relative tidak mudah karena dibutuhkan pemahanam dan penyesuaian gaya yang pas. Merubah gaya menulis juga bukan hal yang sederhana. Meski pun Sanie B Kuncoro yang di tahun 1980-an juga memulai dengan menulis cerpen teenlit, ia juga harus berusaha beradaptasi ketika harus menulis novel bergenre teenlit. Novel Silang Hati , novel bergenre teenlit yang ditulis Sanie duet dengan patner nulisnya, adalah novel teenlit-nya setelah sekian tahun meninggalkan dunia remaja.
Bisa jadi bagi penulis senior menulis cerita remaja, harus merubah gaya menulis, belajar dan memahami kebiasaan para remaja atau istilah-istilah yang biasa dipakai para remaja. Tetapi hal itu sepertinya tidak terjadi pada Kurnia Effendi yang telah banyak memenangkan lomba menulis cerpen dll di berbagai ajang lomba. Baginya menulis remaja di saat usia tidak remaja tidak menjadi persoalan.”Mungkin karena pernah mengalami masa remaja, ketika menulis remaja ya nyetel aja langsung di kepala.”
Keff juga tidak merasa kesulitan soal istilah yang biasa dipakai oleh remaja, sebab ia bisa bertanya pada anak-anaknya yang sudah remaja dan teman-teman cewek di kantornya yang gadget minded,”Mendengarkan radio remaja di mobil juga membantu saya untuk menyesuaikan gaya dan istilah anak-anak zaman sekarang,” kata Keff.
Enteng, Mudah Dicerna
Penulis, penerbit dan pembaca adalah komponen yang tak bisa berjalan sendiri-sendiri. Apalagi di era industri seperti saat ini. Penulis jika ingin menerbitkan buku, maka mau tak mau harus mengikuti maunya penerbit. Dan penerbit tak akan menerbitkan buku yang tidak akan dibeli oleh pembaca. Penulis bisa saja menerbitkan bukunya sendiri, jika memang hanya untuk aktualisasi diri dan kepuasan hati semata, bukan untuk mencari keuntungan dari penjualan buku-bukunya.
Lalu mengapa belakangan ini novel remaja banyak diterbitkan?
Yang pasti karena remaja adalah pasar yang potensial untuk industri apa pun, termasuk buku. Remaja bukan hanya konsumtif tetapi mereka juga potensial untuk segala macam bentuk kreatifitas di antaranya menulis. Di usia pubertas mereka butuh tempat untuk mencurahkan seluruh kegalauan hati dan jiwa mereka. Maka bermunculanlah penulis-penulis baru dari kalangan remaja yang tentu tulisan mereka banyak digemari oleh kaum remaja, karena ketika membaca novel remaja tersebut, pembaca remaja terbawa dan seakan mereka lah yang ada di dalam cerita novel tersebut.
Alasan sederhana lainnya mengapa novel remaja dicari-cari,”Karena ringan, membacanya nggak usah pakai mikir,” ujar Sasya, mahasiswa semester 5 sebuah Universitas di Surabaya.
Tita Tjindarbumi, penulis
Sumber: Lampung Post, Minggu, 24 Maret 2013
DI hampir semua toko buku novel bergenre teenlit sedang jadi primadona. Hampir setiap minggu muncul judul baru, yang covernya segar, cute dan unyu. Tak hanya novel baru, tetapi penulisnya pun baru. Dan banyak ditulis oleh generasi muda.
Melihat banyaknya bermunculan penulis muda, tentu ini menggambarkan bahwa minat baca semakin baik sinergi dengan minat menulis yang kian terasa semangatnya di kalangan anak muda. Kendati begitu, tak berarti penulis senior sudah benar-benar meninggalkan bermain-main kata di genre teenlit. Novel teenlit kini menjadi ladang yang luas bagi penulis dan kemajuan literasi di Indonesia.
Mengapa Teenlit
Siapa yang paling menentukan novel genre apa yang paling bagus dan Boom di pasaran? Penerbitkah? Penulisnya? Atau, pembaca?
Berdasarkan pengamatan saya, sepertinya pembacalah yang paling dominan menentukan buku apa yang bisa laris di pasaran dan menjadi best seller. Mungkin perlu dibuat survey yang lebih serius yang berkaitan dengan minat baca masyarakat, meski hasil jalan-jalan saya ke toko buku dan melihat postingan di Facebook, cukup bisa membuktikan bahwa genre teenlit lebih sering muncul dibandingkan genre lainnya.
Dunia perbukuan di Indonesia adalah industri kapitalis, yang selalu mengejar keuntungan. Bagi pelaku bisnis perbukuan yang penting buku mereka laku, laris manis dan best seller. Cetak ulang berkali-kali. Soal isi, katakanlah mutu, itu urusan nomor sekian.
Tetapi sungguhkah mutu selalu diletakkan di nomor sekian setelah urusan pendistribusian? Jawabannya bisa iya dan tidak. Sebab masih cukup banyak penerbit yang peduli pada kemauan literasi Indonesia sehingga tidak hanya mengedepankan soal bisnis semata.
Lalu buku apa yang paling laris untuk era sekarang?
Di Gramedia Tunjungan Plaza Surabaya, buku teenlit penjualannya bagus dibandingkan buku atau novel genre lain. Terbilang 500 eksemplar terjual tiap bulan. Menurut petugas yang tak mau disebut namanya, tingginya angka penjualan novel bergenre teenlit karena penerbit dan penulisnya gencar promo di sosial media, seperti Facebook, twitter dan lainnya sehingga novel mereka dicari oleh pembaca yang tentu kaum remaja.
Lalu mengapa novel teenlit menjadi booming, sebagian besar penerbit memfokuskan bidikannya pada novel teenlit? Penerbit yang semula bermain-main di novel hantu yang tidak serem tetapi ngocol, gokil kini juga menerbitkan buku novel bergenre teenlit?
Sanie B Kuncoro, penulis senior yang cerpennya sudah bertebaran di berbagai media, mengatakan, remaja adalah pasar yang potensial dan besar untuk berbagai hal. Mereka adalah kelompok yang konsumtif ,maka berbagai produk untuk remaja sangat laku. Termasuk buku.
Bagi penulis senior untuk menulis kisah remaja relative tidak mudah karena dibutuhkan pemahanam dan penyesuaian gaya yang pas. Merubah gaya menulis juga bukan hal yang sederhana. Meski pun Sanie B Kuncoro yang di tahun 1980-an juga memulai dengan menulis cerpen teenlit, ia juga harus berusaha beradaptasi ketika harus menulis novel bergenre teenlit. Novel Silang Hati , novel bergenre teenlit yang ditulis Sanie duet dengan patner nulisnya, adalah novel teenlit-nya setelah sekian tahun meninggalkan dunia remaja.
Bisa jadi bagi penulis senior menulis cerita remaja, harus merubah gaya menulis, belajar dan memahami kebiasaan para remaja atau istilah-istilah yang biasa dipakai para remaja. Tetapi hal itu sepertinya tidak terjadi pada Kurnia Effendi yang telah banyak memenangkan lomba menulis cerpen dll di berbagai ajang lomba. Baginya menulis remaja di saat usia tidak remaja tidak menjadi persoalan.”Mungkin karena pernah mengalami masa remaja, ketika menulis remaja ya nyetel aja langsung di kepala.”
Keff juga tidak merasa kesulitan soal istilah yang biasa dipakai oleh remaja, sebab ia bisa bertanya pada anak-anaknya yang sudah remaja dan teman-teman cewek di kantornya yang gadget minded,”Mendengarkan radio remaja di mobil juga membantu saya untuk menyesuaikan gaya dan istilah anak-anak zaman sekarang,” kata Keff.
Enteng, Mudah Dicerna
Penulis, penerbit dan pembaca adalah komponen yang tak bisa berjalan sendiri-sendiri. Apalagi di era industri seperti saat ini. Penulis jika ingin menerbitkan buku, maka mau tak mau harus mengikuti maunya penerbit. Dan penerbit tak akan menerbitkan buku yang tidak akan dibeli oleh pembaca. Penulis bisa saja menerbitkan bukunya sendiri, jika memang hanya untuk aktualisasi diri dan kepuasan hati semata, bukan untuk mencari keuntungan dari penjualan buku-bukunya.
Lalu mengapa belakangan ini novel remaja banyak diterbitkan?
Yang pasti karena remaja adalah pasar yang potensial untuk industri apa pun, termasuk buku. Remaja bukan hanya konsumtif tetapi mereka juga potensial untuk segala macam bentuk kreatifitas di antaranya menulis. Di usia pubertas mereka butuh tempat untuk mencurahkan seluruh kegalauan hati dan jiwa mereka. Maka bermunculanlah penulis-penulis baru dari kalangan remaja yang tentu tulisan mereka banyak digemari oleh kaum remaja, karena ketika membaca novel remaja tersebut, pembaca remaja terbawa dan seakan mereka lah yang ada di dalam cerita novel tersebut.
Alasan sederhana lainnya mengapa novel remaja dicari-cari,”Karena ringan, membacanya nggak usah pakai mikir,” ujar Sasya, mahasiswa semester 5 sebuah Universitas di Surabaya.
Tita Tjindarbumi, penulis
Sumber: Lampung Post, Minggu, 24 Maret 2013
No comments:
Post a Comment