Data buku
Maharani Bu Cek Tian
Yan Widjaya
PT Gramedia Pustaka Utama, 2013
600 hlm.
APA yang terbayang di benak kita jika mendengar ada orang yang kecantikannya setara dengan Ratu Mesir Cleopatra. Tapi keganasannya selama berkuasa sebanding dengan Sultan Persia Syah Rayar, yang setiap malam memerawani seorang gadis dan paginya menghukum mati gadis itu. Adalah Bu Cek Tian (625?705), seorang kaisar perempuan yang berkuasa di Tay Tong-tiauw, Tiongkok, pada zaman Dinasti Tang.
Demikian yang mengemuka dalam novel berjudul Maharani Bu Cek Tian; Kisah Klasik Petualangan Asmara, Intrik Politik dan Pengkhianatan karya Yan Widjaya.
Novel ini semacam memoar kekuasaan seorang kaisar perempuan. Peristiwanya memang terjadi ribuan tahun yang lalu, tapi kisahnya sarat pesan-pesan kehidupan yang bijak dan tetap relevan sampai sekarang.
Yan Widjaya, penggubah novel ini, begitu piawai menceritakan sosok Bu Cek Tian. Ia menyebut diri penggubah karena cerita tentang Bu Cek Tian mempunyai banyak versi. Ada yang menyebutnya sebagai Maharani Budiwati yang berhasil memimpin negeri Tiongkok sampai ke puncak kejayaan.
Sebaliknya ada pula yang mencercanya sebagai perebut takhta kerajaan Dinasti Tang dan menggantinya dengan semena-mena, di samping wataknya yang haus seks.
Walaupun berlatar sejumlah tokoh yang benar-benar pernah hidup, kisah Bu Cek Tian pada hakikatnya setengah dongeng setengah legenda. Sebagaimana cerita legenda, siapa sebenarnya pengarang asli cerita Bu Cek Tian adalah anonim alias tidak diketahui karena cerita rakyat yang dituturkan secara turun-temurun dari mulut ke mulut oleh para penutur cerita.
Termasuk di antaranya para dalang boneka wayang potehi yang sampai sekarang pun masih sering menggelar pertunjukan cerita-cerita sempalannya. Bu Cek Tian versi cerita yang banyak beredar di kalangan masyarakat Tionghoa itulah yang Yan Widjaya gubah menjadi novel ini, bukan berdasarkan apa yang tertulis dalam catatan sejarah.
Banyak sekali tokoh yang berperan dalam cerita klasik Tiongkok ini, yaitu lebih dari seratus nama. Untuk memudahkan mengingat siapa dan apa mereka, sang penulis membaginya dalam enam kelompok besar sesuai dengan urutan pemunculan mereka, yaitu pertama, Kelompok Lie Si-bin. Kedua, Kelompok Bu Cek-tian. Ketiga, Kelompok Sie Kong. Keempat, Kelompok Sie Kiang. Kelima, Kelompok Lie Yok. Keenam, Kelompok Lie Tan.
Buku ini terbagi dalam 75 bagian, mulai dari Prakisah, tentang Kaisar Lie Si-Bin, Maharaja Tay Tong-tiauw, yang meragukan ramalan Guru Bangsa Lie Sun-hong akan munculnya seorang kaisar perempuan. Apalagi yang diramalkan sebagai musuh dalam selimut itu adalah Bu Cek Tian, selir yang paling dicintainya. Sang Maharaja bahkan tidak tahu kalau Bu Cek Tian diam-diam berselingkuh dengan Pangeran Mahkota Lie Ti, anaknya sendiri.
Membaca novel ini, kita seperti diajak untuk mencari jejak berbagai peristiwa yang terjadi di negeri Tiongkok pada ribuan tahun yang lalu. Seperti misalnya, tentang pembantaian 385 orang Keluarga Sie yang dimakamkan bersama di Makam Massal Thi-khu-bun. Makam Keramat Kunsu Ci Bo-Kong, Kelenteng Kwan-im-am, dan lain-lain.
Juga kita bisa menyimak cerita-cerita legenda penuh fantasi, seperti tentang Sie Kiang naik sapu tangan mampu terbang menyeberangi laut, Siluman Ular Perak Betina, Siluman Rubah Kesturi Berbulu Emas, dan lain-lain.
Sebuah novel yang menarik menceritakan legenda klasik Tiongkok yang kaya pesan-pesan kehidupan yang bijak dan tetap relevan sampai sekarang.
Akhmad Sekhu, Pengamat buku, bergiat di Pustaka Pancoran, tinggal di Jakarta
Sumber: Lampung Post, Minggu, 3 Maret 2013
Maharani Bu Cek Tian
Yan Widjaya
PT Gramedia Pustaka Utama, 2013
600 hlm.
APA yang terbayang di benak kita jika mendengar ada orang yang kecantikannya setara dengan Ratu Mesir Cleopatra. Tapi keganasannya selama berkuasa sebanding dengan Sultan Persia Syah Rayar, yang setiap malam memerawani seorang gadis dan paginya menghukum mati gadis itu. Adalah Bu Cek Tian (625?705), seorang kaisar perempuan yang berkuasa di Tay Tong-tiauw, Tiongkok, pada zaman Dinasti Tang.
Demikian yang mengemuka dalam novel berjudul Maharani Bu Cek Tian; Kisah Klasik Petualangan Asmara, Intrik Politik dan Pengkhianatan karya Yan Widjaya.
Novel ini semacam memoar kekuasaan seorang kaisar perempuan. Peristiwanya memang terjadi ribuan tahun yang lalu, tapi kisahnya sarat pesan-pesan kehidupan yang bijak dan tetap relevan sampai sekarang.
Yan Widjaya, penggubah novel ini, begitu piawai menceritakan sosok Bu Cek Tian. Ia menyebut diri penggubah karena cerita tentang Bu Cek Tian mempunyai banyak versi. Ada yang menyebutnya sebagai Maharani Budiwati yang berhasil memimpin negeri Tiongkok sampai ke puncak kejayaan.
Sebaliknya ada pula yang mencercanya sebagai perebut takhta kerajaan Dinasti Tang dan menggantinya dengan semena-mena, di samping wataknya yang haus seks.
Walaupun berlatar sejumlah tokoh yang benar-benar pernah hidup, kisah Bu Cek Tian pada hakikatnya setengah dongeng setengah legenda. Sebagaimana cerita legenda, siapa sebenarnya pengarang asli cerita Bu Cek Tian adalah anonim alias tidak diketahui karena cerita rakyat yang dituturkan secara turun-temurun dari mulut ke mulut oleh para penutur cerita.
Termasuk di antaranya para dalang boneka wayang potehi yang sampai sekarang pun masih sering menggelar pertunjukan cerita-cerita sempalannya. Bu Cek Tian versi cerita yang banyak beredar di kalangan masyarakat Tionghoa itulah yang Yan Widjaya gubah menjadi novel ini, bukan berdasarkan apa yang tertulis dalam catatan sejarah.
Banyak sekali tokoh yang berperan dalam cerita klasik Tiongkok ini, yaitu lebih dari seratus nama. Untuk memudahkan mengingat siapa dan apa mereka, sang penulis membaginya dalam enam kelompok besar sesuai dengan urutan pemunculan mereka, yaitu pertama, Kelompok Lie Si-bin. Kedua, Kelompok Bu Cek-tian. Ketiga, Kelompok Sie Kong. Keempat, Kelompok Sie Kiang. Kelima, Kelompok Lie Yok. Keenam, Kelompok Lie Tan.
Buku ini terbagi dalam 75 bagian, mulai dari Prakisah, tentang Kaisar Lie Si-Bin, Maharaja Tay Tong-tiauw, yang meragukan ramalan Guru Bangsa Lie Sun-hong akan munculnya seorang kaisar perempuan. Apalagi yang diramalkan sebagai musuh dalam selimut itu adalah Bu Cek Tian, selir yang paling dicintainya. Sang Maharaja bahkan tidak tahu kalau Bu Cek Tian diam-diam berselingkuh dengan Pangeran Mahkota Lie Ti, anaknya sendiri.
Membaca novel ini, kita seperti diajak untuk mencari jejak berbagai peristiwa yang terjadi di negeri Tiongkok pada ribuan tahun yang lalu. Seperti misalnya, tentang pembantaian 385 orang Keluarga Sie yang dimakamkan bersama di Makam Massal Thi-khu-bun. Makam Keramat Kunsu Ci Bo-Kong, Kelenteng Kwan-im-am, dan lain-lain.
Juga kita bisa menyimak cerita-cerita legenda penuh fantasi, seperti tentang Sie Kiang naik sapu tangan mampu terbang menyeberangi laut, Siluman Ular Perak Betina, Siluman Rubah Kesturi Berbulu Emas, dan lain-lain.
Sebuah novel yang menarik menceritakan legenda klasik Tiongkok yang kaya pesan-pesan kehidupan yang bijak dan tetap relevan sampai sekarang.
Akhmad Sekhu, Pengamat buku, bergiat di Pustaka Pancoran, tinggal di Jakarta
Sumber: Lampung Post, Minggu, 3 Maret 2013
No comments:
Post a Comment