Sunday, July 14, 2013

Spirit dan Budaya Maritim dalam Legenda Lunang

SOSOK boneka anak kecil yang masih memakai popok dengan wajah polos tampak duduk terdiam menghadap selatan. Lunang ialah nama anak kecil berpopok tersebut yang dalam bahasa Jawa kawi berarti ombak.

MARITIM CULTURE: Iwan Effendy bersama Papermoon Theatre menampilkan
karya Finding Lunang, simbol legenda Nusantara yang ditampilkan dalam
komedi putar berdiameter 5 meter dan tinggi 8 meter pada pada Art Jog
13 yang berlangsung pada 6-20 Juli 2013 di Taman Budaya Yogyakarta.
MI/ARDI TERISTI

Lunang merupakan simbolisasi legenda Nusantara yang masih polos dan belum terjamah. Ia dilindungi 18 boneka kecil dengan kostum warna-warni yang merupakan simbolisasi para leluhur.

Di sisi lain, cerita tentang legenda Lunang telah terdengar hingga ke seantero dunia. Alhasil, tujuh petualang dari berbagai belahan dunia, yang diwujudkan dalam boneka raksasa, tertarik untuk mencarinya.

Cerita tentang pencarian Lunang tersebut ditampilkan secara apik oleh Iwan Effendi bersama Papermoon Puppet Theatre di dalam komidi putar teater boneka berdiameter 5 meter dan tinggi 8 meter. Cerita yang diberi judul Finding Lunang itu merupakan karya seni rupa yang menjadi commission works dalam Art Jog 13.

Direktur Art Jog 13 Satriagama Rakantaseta mengungkapkan tema bursa seni rupa kontemporer Art Jog yang berlangsung dari 6-20 Juli kali ini ialah Maritime culture. Tema tersebut merupakan kelanjutan dari tema Art Jog tahun lalu, yaitu Looking east-a gaze of Indonesian contemporary art.

Tema kali ini lebih fokus ke budaya maritim sebagai pintu masuk pada pola pikir maritim yang sebenarnya lekat dengan bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa lain yang mempunyai wilayah laut.

Menurut Iwan, tema cerita Finding Lunang tidak lepas dari tema besar Art Jog 13 tahun ini, yaitu Maritime culture. Proses pengumpulan gagasan telah dilakukannya sejak tahun lalu. “Untuk mengumpulkan gagasan kemaritiman dalam Finding Lunang, kami melakukan perjalanan ke pantai utara untuk mencari tahu tentang yang dimaksud dengan maritim,” ungkapnya.

Finding Lunang diartikan tentang upaya mencari spirit dan budaya kemaritiman Nusantara pada masa kini. Pada masa lalu, spirit budaya maritim begitu kental di tubuh masyarakat Nusantara, tetapi spirit tersebut seakan terputus.

Perupa luar negeri

Selain Iwan Effendi dan Papermoon Puppet Theatre melalui karya Finding Lunang, ada pula perupa Stefan Sagmeister yang berkebangsaan Austria. Perupa yang memiliki catatan panjang di dunia desain grafis tersebut menampilkan beberapa karya di Art Jog 13.

Salah satu karya Sagmeister yang berkolaborasi dengan Steve Romano adalah If I Do Not Ask I Won't Get. Pepatah tersebut merupakan moto hidup bagi Richard Saul Wurman. Selain karya tersebut, karyanya yang ditampilkan adalah Now is Better bersama Matthew dan Erik Huber dan Be More Flexible bersama Esteban Diacono.

Selain mereka, di Art Jog 13 kali ini total ada 158 karya dari 115 seniman yang tampil di Taman Budaya. Salah satunya karya dari Theresia Agustina Sitompul. Perempuan yang juga merupakan lulusan Pascasarjana ISI tersebut menampilkan karya dengan judul Noah' Ark.

Tere dalam karyanya tersebut menampilkan rangka bahtera dari bahan baja eser yang digantung dengan tali sehingga tampak melayang. Pada bagian bawahnya, terdapat sekumpulan biji-bijian yang terbuat dari aluminium. “Karya ini terinspirasi dari bahtera Nuh,” ungkapnya yang juga menjadi salah satu dari tiga peraih Young Artist Award pada Art Jog 13.

Dari sisi penjualan, Art Jog 13 diharapkan dapat menjual lebih baik daripada tahun sebelumnya. Tahun sebelumnya Art Jog menjual 30% karya yang dipamerkan, dengan nominal transaksi sebesar Rp4,3 miliar. Adapun nilai rupiah tertinggi dalam Art Jog kali ini adalah sebuah lukisan yang mencapai Rp1,5 miliar. (Ardi Teristi/M-2)

Sumber: Media Indonesia, Minggu, 14 Juli 2013

No comments: